Jember - Pengamat sosial Universitas Jember Drs Hadi Prayitno MKes menilai program bantuan langsung tunai sebagai kompensasi pemerintah atas kenaikan harga bahan bakar minyak tidak akan efektif untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. "Pemerintah seharusnya belajar dari pengalaman lalu karena program BLT itu tidak efektif dan membuat warga miskin malas untuk bekerja," tuturnya di Jember, Sabtu, menanggapi rencana pemerintah yang akan memberikan BLT sebagai kompensasi kenaikan harga BBM. Menurut dia, sebagian besar warga miskin menggunakan dana BLT untuk konsumsi selama beberapa hari saja, padahal dampak kenaikan harga BBM akan dirasakan masyarakat dalam jangka waktu yang lama. "Kalau uang BLT habis, warga miskin tetap kesulitan membeli kebutuhan pokok karena harganya tidak terjangkau oleh mereka," ucap dosen jurusan Kesejahteraan Sosial di FISIP Unej itu. Hadi menjelaskan pemberian BLT kepada masyarakat miskin sifatnya hanya sesaat dan pemberian dana BLT tersebut sama sekali tidak akan merubah daya beli masyarakat miskin. "Masyarakat miskin tidak akan terlepas dari himpitan ekonomi yang disebabkan kenaikan BBM dan tidak ada jaminan dari pemerintah bahwa dana BLT itu akan diberikan seterusnya," paparnya. Kenaikan harga BBM, lanjut dia, memiliki dampak yang cukup luas kepada masyarakat karena semua harga bahan pokok dan kebutuhan lainnya akan meningkat seiring dengan kenaikan harga premium dan solar. "Tidak menutup kemungkinan angka kemiskinan di Indonesia justru bertambah akibat kenaikan harga BBM. Warga yang agak miskin akan menjadi miskin karena harga bahan pokok tidak terjangkau oleh mereka," katanya menjelaskan. Ia berharap pemerintah memberikan "kail" atau "umpan" kepada masyarakat miskin untuk mendorong mereka mampu bertahan hidup di tengah mahalnya bahan pokok dengan memberikan modal untuk bekerja, sehingga mereka tetap kreatif dan berkarya dalam mempertahankan hidup. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012