Pagi itu suasana di Balai Desa Larangan Badung, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan, Madura, Jawa Timur, jauh berbeda dari hari-hari biasanya. Puluhan warga datang ke balai desa dengan mengendarai sebuah mobil pick up dan semuanya membawa tas kresek yang berisi satu kilogram beras bantuan yang sebelumnya mereka terima dari aparat desa setempat. Satu persatu, ibu-ibu yang kesehariannya bekerja sebagai pemecah turun dari mobil pikap yang mereka kendarai. Sebagian diantaranya ada yang membentangkan poster bertuliskan nada protes atas jatah bantuan raskin yang mereka terima selama ini. "Jangan ambil jatah bantuan kami". Demikian tulisan di salah satu poster yang mereka bawa. Saodah (58), salah seorang peserta unjuk rasa ketika itu mengatakan, dirinya bersama ibu-ibu rumah tangga lainnya terpaksa datang ke balai desa dan mengembalikan jatah bantuan raskin yang mereka terima, karena pemotongan bantuan oleh oknum aparat desa terlalu banyak. Setiap rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTS-PM) di desa ini hanya menerima 1 kilogram beras dari seharusnya 15 kilogram setiap bulan atau dipotong 14 kilogram. "Kalau pemotongan bantuan raskin separuh saja, mungkin kami tidak akan protes mas. Ini sudah keterlaluan," celetuk, Sutiah, yang juga ikut berunjuk rasa mengembalikan jatah bantuan raskin 1 kilogram yang mereka terima. Jatah tebus raskin kepada warga penerima manfaat di Desa Larangan Badung itu juga jauh lebih mahal dari ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah, yakni Rp4.000 per kilogram. Padahal seharusnya hanya Rp1.600 per kilogram. Saat turun dari mobil yang mereka tumpangi, puluhan warga yang kebanyakan ibu-ibu berpakaian lusuh ini satu persatu menaruh tas plastik kresek berisi 1 kilogram beras yang mereka terima di sebuah bangku panjang yang ada di balai desa itu. Tidak hanya itu saja, warga penerima bantuan raskin meminta untuk bertemu secara langsung dengan Kepala Desa Larangan Badung, Abdul Azis. Namun tidak bisa, karena ketika itu sang kepala desa sedang tidak ada di balai desa. "Pak Kades sekarang tidak ada. Silakan besok datang lagi jika anda memang ingin bertemu dan menyampaikan secara langsung hal ini," kata Sekretaris Desa ketika itu, Iksan. Keinginan warga bertemu langsung dengan kepala desanya tersebut, nampaknya tak bisa ditahan. Buktinya, keesokan harinya, yakni pada Rabu (15/2), puluhan warga ini kembali datang ke balai Desa Larangan Badung. Sebagaimana aksi yang dilakukan sebelumnya, aksi memprotes jatah bantuan beras kepada warga miskin yang diduga dilakukan oknum aparat desa ini juga dilakukan menggelar orasi dan membawa sejumlah poster dan spanduk yang berisi nada protes. Akan tetapi, lagi-lagi warga miskin kembali harus kecewa, karena walaupun Kepala Desa Larangan Badung Abdul Azis menemui, mereka tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. "Saya tidak tahu soal bantuan raskin itu, karena yang menyalurkan bukan saya, akan tetapi aparat desa yang lain," kata Azis di hadapan pengunjuk rasa. Kasus dugaan penyimpangan bantuan beras kepada masyarakat miskin penerima manfaat di sebagaimana di Desa Larangan Badung, Kecamatan Palengaan, Pamekasan ini bukan satu-satunya di wilayah itu. Semua pihak Kasus dugaan penyimpangan distribusi bantuan beras untuk rakyat miskin di Pamekasan ini diduga tidak hanya dilakukan oleh oknum aparat desa saja, akan tetapi juga diduga kuat oleh oknum pegawai dan rekanan Perum Bulog. Dugaan akan keterlibatan oknum rekanan dan oknum pegawai Bulog ini semakin kuat, setelah Bupati Pamekasan Kholilurrahkan menemukan secara langsung bantuan raskin yang hendak didistribusi dari gudang Bulog ke penerima manfaat. Saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) meninjau persediaan beras dalam sebuah kesempatan di gudang Bulog Pamekasan belum lama ini, bupati memergoki mobil truk yang keluar dari gudang Bulog tanpa dilengkapi tulisan "distribusi raskin". Ketika itu, mobil truk yang tidak dilengkapi dengan spanduk distribusi raskin tersebut mengangkut sebanyak 464 sak, atau seberat 6.960 kilogram beras yang seharusnya didistribusikan ke Desa Kertagenah Kecamatan Kadur. Akan tetapi truk malah berbelok menuju sebuah gudang beras milik UD Mitra Api Alam di Desa Panglegur, Kecamatan Tlanakan, milik warga bernama Hasan, seorang rekanan Perum Bulog dalam pengadaan beras, dan mantan Kepala gudang Bulog Pamekasan. Praktik penyimpangan raskin yang diketahui langsung dan jajaran Muspida di lingkungan pemkab Pamekasan ketika itu, langsung mendapatkan respon, dan bupati meminta agar polisi mengusut tuntas kasus bantuan beras yang terjadi. Kecurigaan Bupati Kholilurrahman semakin kuat, setelah pihak petugas penanggung jawab lapangan yang ketika itu diserahkan kepada Sugianto tidak bisa menjawab berbagai pertanyaan yang dilontarkan bupati. Bahkan Sugianto selaku sopir sekaligus orang yang diberikan wewenang oleh atasannya mengawasi pendistribusian raskin mengaku, dirinya tidak tahu dan hanya melakukan tindakan itu atas perintah Yani, koordinator lapangan di Bulog Pamekasan. "Saya hanya disuruh Pak Yani," kata dengan nada suara gemetar kala itu. Reaksi LSM Maraknya praktik penyimpangan bantuan beras bagi masyarakat miskin di Pamekasan mengundang reaksi dari sejumlah organisasi mahasiswa dan Lembaga Swadaya Masyarakat di Pamekasan. Berbagai kelompok organisasi mahasiswa, semisal Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) terus menyuarakan, agar semua pihak memiliki kepedulian terhadap pelaksanaan distribusi raskin yang tepat sasaran dan bebas dari berbagai bentuk penyimpangan. Aksi yang dilakukan kelompok mahasiswa ini dilakukan dengan berbagai cara, seperti menggelar audiensi ke lembaga legislatif, pihak eksekutif dan Perum Bulog hingga turun ke jalan dengan berunjuk rasa. "Kami berkepentingan dengan pelaksanaan distribusi yang tepat sasaran, karena ini menyangkut hak rakyat miskin," kata Ketua Umum HMI Cabang Pamekasan Imamoel Muhaimin dalam sebuah kesempatan seusai melakukan audien dengan komisi D DPRD setempat. Senada dengan Imam, Moh Sahur Abadi dari Forum Komunikasi dan Monitoring Pamekasan (FKMP) menyatakan, kasus penyimpangan distribusi raskin sebenarnya sudah diketahui semua pihak, dan tidak hanya terjadi kali ini saja, akan tetapi sudah sejak dulu. Anehnya, kasus yang mendera rakyat miskin tersebut, terkesan kurang mendapatkan perhatian serius semua pihak termasuk aparat penegak hukum. "Padahal pada bantuan raskin itu ada hak anak yatim, adak hak para janda miskin dan orang-orang fakir miskin, tapi kenapa kasus penyimpangan raskin ini kurang mendapatkan perhatian," kata Sahur Abadi mempertanyakan. Menurut data di komisi D DPRD Pamekasan berdasarkan laporan yang disampaikan masyarakat ke lembaga legislatif itu, hampir semua wilayah kecamatan terjadi penyimpangan raskin. Bentuk penyimpangan yang terjadi bervariatif, mulai dari pengurangan jatah bantuan, hingga tidak ada yang diserahkan sama sekali, dalam kurun waktu selama enam bulan. Padahal distribusi bantuan beras bagi rakyat miskin ini setiap bulannya lancar, dan tidak pernah ditangguhkan, kecuali pada akhir 2011, atas permintaan Gubernur Jawa Timur. Ketua Komisi D DPRD Pamekasan Makmun mengaku, telah memanggil sebanyak empat orang kepala desa yang dilaporkan hanya mendistribusikan raskin selama enam bulan. Mereka itu masing-masing Kepala Desa Kadur, Kecamatan Kadur, Kepala Dasok, Kepada Desa Pademawu Barat, Kecamatan Pademawu, dan Kepala Desa Toket, Kecamatan Proppo. "Kami telah meminta agar distribusi raskin dilaksanakan sesuai ketentuan, namun pada tingkat pelaksanaan tetap saja belum menunjukkan perbaikan," kata Makmun menjelaskan. Politisi dari Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) ini juga menilai, unjuk rasa yang dilakukan warga miskin memprotes distribusi bantuan raskin seperti yang terjadi di Desa Larangan Badung, Kecamatan Palengaan, juga merupakan bentuk ketidak puasan warga dan menurutnya, itu hal yang wajar. "Sulit warga miskin demo, jika persoalannya tidak parah," kata Makmun. Pansus Rumitnya penyelesaikan kasus dugaan penyimpangan bantuan raskin di Pamekasan ini sebenarnya bukan tanpa upaya. Ketua DPRD Pamekasan Kholil Asy'ary mengatakan, pihak legislatif telah menyampaikan rekomendasi kepada pemkab setempat agar memperbaiki sistem distribusi dan memperketat pengawasan di lapangan. Namun, upaya perbaikan tidak kunjung terjadi, bahkan distribusi raskin kian parah, terbukti dengan makin banyaknya laporan bantuan raskin yang tidak sampai kepada rumah tangga sasaran penerima manfaat. "Jadi kalau saya menilai, persoalan raskin ini ibarat mata rantai syaitan yang permasalahannya semakin kronis," kata Kholil Asy'ary saat berbincang dengan ANTARA. Di kalangan anggota DPRD Pamekasan kasus ini juga sempat menimbulkan sebuah pemikiran agar persoalan raskin hendaknya bisa diselesaikan secara politik, yakni dengan membentuk panitia khusus (pansus) dewan. Salah satunya seperti yang disampaikan anggota dewan dari Partai Amanat Nasional (PAN) Hosnan Achmadi. Tapi ada pula yang mengusulkan agar sistem distribusi diubah, yakni dari aparat desa ke kelompok masyarakat dan memberlakukan sistem transparansi penuh. "Transparasi penuh yang kami maksudkan adalah dengan cara mengumumkan semua kepala keluarga penerima manfaat," kata anggota komisi D DPRD Pamekasan Iskandar. Iskandar mengatakan, dengan cara menggunakan sistem distribusi transparan seperti itu, maka penyimpangan raskin diharapkan bisa ditekan lebih optimal, karena semua masyarakat nantinya bisa menjadi kontrol sistem pelaksanaan distribusi. "Minimal ruang gerak untuk melakukan penyimpangan raskin ketika masyarakat mengetahui semua penerima bantuan akan lebih sempit," kata politisi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menjelaskan. Iskandar yakin, dengan sistem pengawasan terbuka, apalagi dengan adanya komitmen bersama untuk menindak tegas semua bentuk pelanggaran distribusi raskin, maka persoalan distribusi akan yang memang menjadi hak rakyat miskin itu akan bisa teratasi. "Sekarang tinggal komitmen, mau tidak diantara kita semua, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif ini serius mengatasi masalah bantuan raskin," katanya mempertanyakan. Sebab menurut dia, sebagus apapun program yang dicanangkan pemerintah, jika dalam tataran pelaksanaan menyimpang, maka hasilnya juga tidak akan efektik, bahkan hanya menghabiskan uang negara saja, tanpa adanya hasil yang jelas yang dirasakan oleh masyarakat. "Oleh karena itu, jangan rusak program baik pemerintah untuk menekan angka kemiskinan ini dengan membiarkan terjadinya praktik penyimpangan," kata Iskandar.

Pewarta:

Editor : Akhmad Munir


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012