Kantor Imigrasi Kelas II Non-TPI Kediri, Jawa Timur, menindak dua warga negara asing (WNA) yang tinggal di wilayah hukum Imigrasi Kediri, terkait dengan masa izin tinggal.
Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas II Non-TPI Kediri Adrian Nugroho menjelaskan dua WNA itu adalah JB (38), WNA berkebangsaan Belanda, lalu CB, WNA asal Filipina.
"Kasus pertama, pelaku berkewarganegaraan Belanda berinisial JB, laki-laki berusia 38 tahun, pemegang izin tinggal terbatas (ITAS) penyatuan keluarga dengan penjamin istri berkewarganegaraan Indonesia," katanya di Kediri, Rabu.
Ia menjelaskan, temuan itu berawal saat JB melaporkan diri ke Kantor Imigrasi Kelas II Non-TPI Kediri ke loket pelayanan warga negara asing (WNA) pada Selasa (1/10). Saat itu, yang bersangkutan mengakui izin tinggal yang dimilikinya telah lama berakhir dan ingin kembali ke negara asalnya.
Petugas kemudian melakukan pemeriksaan dan diketahui bahwa JB memiliki Izin Tinggal Terbatas (ITAS) Penyatuan Keluarga yang dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi Kelas I TPI Kupang pada tanggal 17 Juli 2023 dengan masa berlaku 21 Juli 2023 sampai 21 Juli 2024.
"Menurut pengakuan, yang bersangkutan memiliki istri berkewarganegaraan Indonesia berinisial J dan bertempat tinggal di Kupang. Perkawinan mereka dalam keadaan tidak harmonis sehingga membuat JB meninggalkan rumah dan berpindah-pindah tempat hingga akhirnya menemui temannya di Jombang, berkewarganegaraan Belanda yang akhirnya mengantarkan JB untuk melapor ke Kantor Imigrasi Kediri," kata Adrian.
Ia juga menambahkan dari dokumen diketahui yang bersangkutan juga melebihi batas izin tinggal (overstay) selama 72 hari, sehingga, perbuatannya telah memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (3) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Peraturan itu menyebutkan orang asing pemegang izin tinggal yang telah berakhir masa berlakunya dan masih berada di wilayah Indonesia lebih dari 60 hari dari batas waktu izin tinggal dikenai tindakan administratif keimigrasian berupa deportasi dan penangkalan.
Sedangkan untuk kasus kedua, WNA asal Filipina berinisial CB. Petugas awalnya menerima aduan terkait dengan adanya orang asing yang tinggal di Desa/Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri. Yang bersangkutan diketahui di rumah bersama istrinya di daerah tersebut.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa yang bersangkutan mengaku pernah memiliki paspor Filipina dan saat ini tinggal di rumah bersama S, di Kecamatan Grogol tersebut. Keduanya mengakui menikah di Gereja di Filipina. Di Kediri, mereka juga membuat usaha.
CB juga mengaku pernah bekerja di perusahaan yang sama dengan istrinya di Korea Selatan. Kemudian masuk dari Korea Selatan menuju Indonesia melalui Bandara Internasional Juanda Surabaya pada tahun 2006 bersama istrinya. Keduanya pernah tinggal di Surabaya kurang satu tahun dan selanjutnya pindah ke Kabupaten Kediri.
"Untuk CB dan istrinya sudah berkali-kali pindah rumah dan ketika pindah ke Kabupaten Kediri, pertama kali bertempat tinggal di rumah orang tua istrinya yang berada di Dusun Grogol Wetan, Kabupaten Kediri," ungkapnya.
CB juga memiliki KTP yang diterbitkan pada tahun 2006. KTP yang dimiliki CB dibuat secara kolektif dan terbit enam bulan setelah pembuatan.
Dari hasil pemeriksaan, perbuatan CB memenuhi unsur sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 119 Ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000.
Saat ini, keduanya telah dilaksanakan pendetensian di Ruang Detensi Kantor Imigrasi Kelas II Non-TPI Kediri selama proses pemeriksaan berlangsung.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas II Non-TPI Kediri Adrian Nugroho menjelaskan dua WNA itu adalah JB (38), WNA berkebangsaan Belanda, lalu CB, WNA asal Filipina.
"Kasus pertama, pelaku berkewarganegaraan Belanda berinisial JB, laki-laki berusia 38 tahun, pemegang izin tinggal terbatas (ITAS) penyatuan keluarga dengan penjamin istri berkewarganegaraan Indonesia," katanya di Kediri, Rabu.
Ia menjelaskan, temuan itu berawal saat JB melaporkan diri ke Kantor Imigrasi Kelas II Non-TPI Kediri ke loket pelayanan warga negara asing (WNA) pada Selasa (1/10). Saat itu, yang bersangkutan mengakui izin tinggal yang dimilikinya telah lama berakhir dan ingin kembali ke negara asalnya.
Petugas kemudian melakukan pemeriksaan dan diketahui bahwa JB memiliki Izin Tinggal Terbatas (ITAS) Penyatuan Keluarga yang dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi Kelas I TPI Kupang pada tanggal 17 Juli 2023 dengan masa berlaku 21 Juli 2023 sampai 21 Juli 2024.
"Menurut pengakuan, yang bersangkutan memiliki istri berkewarganegaraan Indonesia berinisial J dan bertempat tinggal di Kupang. Perkawinan mereka dalam keadaan tidak harmonis sehingga membuat JB meninggalkan rumah dan berpindah-pindah tempat hingga akhirnya menemui temannya di Jombang, berkewarganegaraan Belanda yang akhirnya mengantarkan JB untuk melapor ke Kantor Imigrasi Kediri," kata Adrian.
Ia juga menambahkan dari dokumen diketahui yang bersangkutan juga melebihi batas izin tinggal (overstay) selama 72 hari, sehingga, perbuatannya telah memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (3) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Peraturan itu menyebutkan orang asing pemegang izin tinggal yang telah berakhir masa berlakunya dan masih berada di wilayah Indonesia lebih dari 60 hari dari batas waktu izin tinggal dikenai tindakan administratif keimigrasian berupa deportasi dan penangkalan.
Sedangkan untuk kasus kedua, WNA asal Filipina berinisial CB. Petugas awalnya menerima aduan terkait dengan adanya orang asing yang tinggal di Desa/Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri. Yang bersangkutan diketahui di rumah bersama istrinya di daerah tersebut.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa yang bersangkutan mengaku pernah memiliki paspor Filipina dan saat ini tinggal di rumah bersama S, di Kecamatan Grogol tersebut. Keduanya mengakui menikah di Gereja di Filipina. Di Kediri, mereka juga membuat usaha.
CB juga mengaku pernah bekerja di perusahaan yang sama dengan istrinya di Korea Selatan. Kemudian masuk dari Korea Selatan menuju Indonesia melalui Bandara Internasional Juanda Surabaya pada tahun 2006 bersama istrinya. Keduanya pernah tinggal di Surabaya kurang satu tahun dan selanjutnya pindah ke Kabupaten Kediri.
"Untuk CB dan istrinya sudah berkali-kali pindah rumah dan ketika pindah ke Kabupaten Kediri, pertama kali bertempat tinggal di rumah orang tua istrinya yang berada di Dusun Grogol Wetan, Kabupaten Kediri," ungkapnya.
CB juga memiliki KTP yang diterbitkan pada tahun 2006. KTP yang dimiliki CB dibuat secara kolektif dan terbit enam bulan setelah pembuatan.
Dari hasil pemeriksaan, perbuatan CB memenuhi unsur sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 119 Ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000.
Saat ini, keduanya telah dilaksanakan pendetensian di Ruang Detensi Kantor Imigrasi Kelas II Non-TPI Kediri selama proses pemeriksaan berlangsung.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024