Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Timur (Jatim) Emil Elestianto Dardak menegaskan tidak perlu meragukan gelar doktor yang diperoleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
"Paper sudah di-review oleh akademisi, tanpa tahu itu papernya siapa. Artinya, objektivitas tinggi dan itu di luar negeri, jurnal luar negeri. Ini sebabnya saya meyakini pihak Unair tidak ragu-ragu memberikan gelar doktor dengan nilai cumlaude," kata Emil di Surabaya, Selasa.
Untuk masuk dalam jurnal, kata dia, agar artikel bisa dimuat harus memiliki kualitas tinggi. Jadi pilar-pilarnya sudah solid dan sudah kuat.
"Saya pikir tidak ada pihak-pihak yang meragukan dari kualitas program doktor yang ditempuh dan ini kabar baik bagi kami. Pertama, saya tentu bangga dengan Mas AHY. Kedua, ini menunjukkan kampus Unair memiliki standar pendidikan yang tinggi. Jadi, ini kebanggaan bagi Pacitan, Jawa Timur, dan Indonesia," katanya.
Baca juga: PKS Jatim kembali konsolidasikan ribuan kader pelopor di empat titik
Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono resmi menyandang gelar doktor setelah berhasil menyelesaikan Sidang Terbuka di Unair Surabaya pada Senin (7/10).
Dalam ujian terbuka tersebut AHY memaparkan orasi ilmiah bertajuk "Kepemimpinan Transformasional dan Orkestrasi Sumber Daya Manusia menuju Indonesia Emas 2045".
Orasi ini disampaikan di hadapan para tamu VIP yang hadir, termasuk Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, sang istri tercinta Annisa Pohan, juga sang adik Edhie Baskoro Yudhoyono beserta istri.
Menguji sejumlah teori, penelitian yang dilakukan AHY menghasilkan sejumlah kesimpulan, bahwa untuk mempercepat kemajuan ekonomi Indonesia dibutuhkan seorang pemimpin transformasional atau transformational leader. Selain itu dibutuhkan seorang pemimpin yang bisa mengorkestrasi sumber daya manusia yang ada untuk mewujudkan Indonesia Emas 2035.
"Kesimpulan yang kedua adalah adanya miss match atau ketidaksesuaian pendidikan dan kebutuhan industri, dimana pendidikan tinggi didominasi oleh program studi non STEM," ujar AHY.
Misalnya di Kalimantan, di sana banyak potensi tambang. Namun perguruan tinggi di sana minim yang memberikan pendidikan program studi pertambangan. Begitu juga di Sulawesi yang memiliki banyak potensi agrikultur, namun program studi yang diajarkan di pendidikan tinggi di sana kurang mendukung.
"Selain itu juga RnD yang masih sangat minim dan banyak penelitian yang dihasilkan kurang mendukung dengan kebutuhan prioritas penelitian nasional untuk perkembangan ekonomi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
"Paper sudah di-review oleh akademisi, tanpa tahu itu papernya siapa. Artinya, objektivitas tinggi dan itu di luar negeri, jurnal luar negeri. Ini sebabnya saya meyakini pihak Unair tidak ragu-ragu memberikan gelar doktor dengan nilai cumlaude," kata Emil di Surabaya, Selasa.
Untuk masuk dalam jurnal, kata dia, agar artikel bisa dimuat harus memiliki kualitas tinggi. Jadi pilar-pilarnya sudah solid dan sudah kuat.
"Saya pikir tidak ada pihak-pihak yang meragukan dari kualitas program doktor yang ditempuh dan ini kabar baik bagi kami. Pertama, saya tentu bangga dengan Mas AHY. Kedua, ini menunjukkan kampus Unair memiliki standar pendidikan yang tinggi. Jadi, ini kebanggaan bagi Pacitan, Jawa Timur, dan Indonesia," katanya.
Baca juga: PKS Jatim kembali konsolidasikan ribuan kader pelopor di empat titik
Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono resmi menyandang gelar doktor setelah berhasil menyelesaikan Sidang Terbuka di Unair Surabaya pada Senin (7/10).
Dalam ujian terbuka tersebut AHY memaparkan orasi ilmiah bertajuk "Kepemimpinan Transformasional dan Orkestrasi Sumber Daya Manusia menuju Indonesia Emas 2045".
Orasi ini disampaikan di hadapan para tamu VIP yang hadir, termasuk Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, sang istri tercinta Annisa Pohan, juga sang adik Edhie Baskoro Yudhoyono beserta istri.
Menguji sejumlah teori, penelitian yang dilakukan AHY menghasilkan sejumlah kesimpulan, bahwa untuk mempercepat kemajuan ekonomi Indonesia dibutuhkan seorang pemimpin transformasional atau transformational leader. Selain itu dibutuhkan seorang pemimpin yang bisa mengorkestrasi sumber daya manusia yang ada untuk mewujudkan Indonesia Emas 2035.
"Kesimpulan yang kedua adalah adanya miss match atau ketidaksesuaian pendidikan dan kebutuhan industri, dimana pendidikan tinggi didominasi oleh program studi non STEM," ujar AHY.
Misalnya di Kalimantan, di sana banyak potensi tambang. Namun perguruan tinggi di sana minim yang memberikan pendidikan program studi pertambangan. Begitu juga di Sulawesi yang memiliki banyak potensi agrikultur, namun program studi yang diajarkan di pendidikan tinggi di sana kurang mendukung.
"Selain itu juga RnD yang masih sangat minim dan banyak penelitian yang dihasilkan kurang mendukung dengan kebutuhan prioritas penelitian nasional untuk perkembangan ekonomi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024