Jakarta (ANTARA) - Pengadilan Singapura menunda sidang kasus Tenaga Kerja Indonesia, Vitria Depsi Wahyuni, yang membunuh majikannya ditunda pada 7 Maret, kata juru bicara Satuan Tugas Penanganan Kasus WNI/TKI di Luar Negeri yang Terancam Hukuman Mati, Humphrey Djemat. "Hakim Choo Han Teck memutuskan untuk menunda persidangan menjadi tanggal 7 Maret guna mempelajari lebih jauh kasus yang menimpa terdakwa Vitria," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Rabu. Dia mengatakan hakim telah mempertimbangkan permintaan baik dari pihak Jaksa Penuntut Umum maupun pengacara Vitria (sapaan akrab Vitria Depsi Wahyuni) di Singapura, Mohammad Muzammil. Sebelumnya, Vitria dituntut hukuman mati, namun jaksa meringankan menjadi hukuman penjara seumur hidup dan pada sidang 15 Februari lalu jaksa menurunkannya menjadi hukuman penjara selama 20 tahun, mengingat pembunuhan itu dilakukan secara brutal dalam perkelahian antara korban dengan Vitria yang masih di bawah umur. Humphrey menjelaskan Muzammil telah menyampaikan permintaan kepada Hakim agar masa hukuman bagi terdakwa hanya 8-10 tahun penjara, mengingat Vitria masih di bawah umur 16 tahun dan membunuh karena ada tekanan akibat perlakuan korban kepadanya. "Sebagaimana diketahui Vitria dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum dinyatakan terbukti bersalah sesuai ketentuan Penal Code 304 (a) Chapter 224 dengan tuduhan membunuh tanpa niat atas korban Sng Gek Wah usia 87 tahun," jelas Humphrey. Dia menilai persidangan telah dijalankan secara terbuka kepada publik dan dirasa cukup adil, mengingat Vitria diberi kesempatan oleh hakim untuk memahami akibat dari pengakuan bersalah atas pembunuhan tersebut. Menurut Humphrey, hakim juga perlu mempelajari hal yang berlaku sama atas pembunuhan yang dilakukan oleh TKW pada waktu sebelumnya seperti Juminem yang dihukum penjara seumur hidup, Siti Aminah yang dikurung sepuluh tahun, Purwanti Pardji yang dihukum penjara seumur hidup serta Sundarti yang dihukum seumur hidup. Selain pengacara Mohammad Muzammil, Vitria juga didampingi oleh pimpinan dan staf dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura, paman Vitria dari Jember (Jawa Timur) yang difasilitasi oleh KBRI dan pemerhati buruh migran dari Indonesia, jelas Humphrey yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Advokat Indonesia. Selain itu, hadir juga Tim Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang dari Provinsi Jawa Timur serta tiga orang keluarga korban dan beberapa media setempat. "Keluarga Vitria akan difasilitasi berkunjung ke Penjara Khusus Wanita di Changi agar bertemu Vitria untuk memberikan dorongan moril, sehingga yang bersangkutan tabah menghadapi musibah tersebut," jelas Humphrey. Fasilitas untuk keluarga Vitria tersebut akan diberikan oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia melalui KBRI di Singapura dan rencananya akan berangkat sebelum persidangan pada 7 Maret. Humphrey menjelaskan dalam persidangan diketahui Vitria melakukan pembunuhan setelah korban memarahi dengan menggunakan kata "bodoh" dan "punya mata besar tetapi tidak bisa lihat" sehingga membuat Vitria menyimpan dendam kepada Sng Gek Wah. Dalam pembelaannya, kuasa hukum Vitria menyampaikan kepada hakim bahwa korban berperilaku kasar kepada Fitriah dan ditemukan keterangan bahwa korban telah mengganti pembantu rumah tangga sebanyak tujuh kali dalam periode lima tahun (2003 hingga 2008). "Kasus itu sekaligus memberi pesan bagi para pekerja sektor domestik di Singapura agar jangan mengambil tindakan semena-mena tanpa memperhatikan konsekuensi hukum yang berlaku di negara tempat bekerja," tegas Humphrey. (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012