Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) berupa Lingga ditemukan dan dilakukan upaya penyelamatan di daerah pesisir pantai utara Lamongan, tepatnya di Desa Sedayulawas, Kecanatan Brondong, Lamongan, Jawa Timur. 

Alumni Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Muhammad Fa’iq Rusydi membenarkan terkait adanya penemuan Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) tersebut dan saat ini telah selesai dilakukan upaya penyelamatan dengan dibantu warga sekitar. 

"Benar ada penemuan benda yang diduga merupakan cagar budaya berjenis Lingga. Dari penelusuran dan penelitian yang telah kami lakukan ada dugaan yang berkaitan dengan jejak sejarah peradaban Hindu di Desa Sedayulawas, Kecamatan Brondong," kata Fa'iq saat memberikan keterangan di Lamongan, Jawa Timur, Senin. 

Faiq menceritakan kronologi penemuan ODCB Lingga Sedayulawas yakni berawal dari usahanya mengumpulkan data untuk merumuskan topik tugas akhir yang mengangkat tentang sejarah masa klasik di Kabupaten Lamongan.

"Sebenarnya Lingga ini saya temui pertama kali sejak Selasa, 13 April 2021 lalu. Karena kekhawatiran akan keamanan benda tersebut akhirnya kemarin dilakukan upaya penyelamatan," jelasnya. 

Penemuan Lingga di Desa Sedayulawas tersebut, Fa'iq menjelaskan berdasarkan hasil penelitian diketahui penemuan Lingga ternyata ada keterkaitan dengan jejak sejarah dan peradaban Hindu di salah satu Desa yang berada di pesisir utara Lamongan tersebut. 

Sementara apabila ditinjau dari catatan sejarah, Desa Sedayulawas merupakan kota pesisir yang dulunya merupakan cikal bakal Kadipaten Sedayu (dihapuskan pada masa Hindia-Belanda, wilayahnya dibagi menjadi sebagian Kabupaten Lamongan dan Gresik) dan Sedayu Kuto (Kecamatan Sedayu yang ada di Kabupaten Gresik sekarang). 

Pada masa Kerajaan Majapahit, lanjut Fa'iq, sebagaimana disebutkan dalam uraian Kakawin Ngaraktgama pupuh 78 bait 2 no. 303, desa ini disebut dengan nama Siddhhajöng atau Sidahajeng.

Meski desa tersebut tidak mempunyai candi tetapi penduduknya penganut agama Hindu aliran Siwa yang kuat dan telah lama menerima anugerah swatantra atau status otonom).

Kemudian dalam catatan seorang apoteker berkebangsaan Portugis, Tome Pires sekitar tahun 1513 ketika berlabuh di Sedayu (sekarang Desa Sedayulawas), disebutkan bahwa mayoritas penduduknya masih pemeluk agama Hindu sedangkan penguasanya penganut Islam bernama Pate Amiza.
​​​​​​​
Pete Amiza yang kala itu masih berumur 20 tahun merupakan keponakan dari penguasa Rembang yaitu Pate Morob dan sepupu pertama dari Pate Unus serta sepupu kedua dari Pate Rodim. 

"Dengan demikian, keberadaan Lingga di Desa Sedayulawas menjadi bukti artefaktual peradaban Hindu yang pernah berkembang sebelum masuk dan berkembangnya ajaran dan kepercayaan Islam," ujarnya. 

Lingga sendiri, masih dalam penjelasan Faiq, merupakan simbol Dewa Siwa yang melambangkan kesuburan dan berfungsi sebagai media pemujaan dalam agama Hindu-Siwa.

Minimnya data faktual tentang sejarah masa klasik di Kabupaten Lamongan membuat usaha untuk mengamankan benda tersebut menjadi sesuatu hal yang sangat penting. 

"Kami memutuskan untuk melakukan usaha perlindungan berupa penyelamatan ODCB Lingga Sedayulawas karena kondisinya dan lokasinya yang sangat rawan. Kondisi lingga yang tadinya separuh utuh, ternyata pecah menjadi dua bagian. Sementara bagian lain ditemukan dengan pecahan yang berbeda," bebernya. 

Selain itu, tambah Fa'iq, upaya penyelamatan dilakukan dengan mempertimbangkan pentingnya nilai pendidikan, budaya dan sejarah ODCB tersebut bagi generasi mendatang di Indonesia khususnya generasi di Kabupaten Lamongan dan Desa Sedayulawas.

Dari rincian pencermatan yang dilakukan, ODCB Lingga Sedayulawas memiliki panjang 49,5 centimeter dengan lebar separuh 59 centimeter dan lebar bawah separuh 36 dengan ketebalan 10-5,5 centimeter.

"ini merupakan bagian dari jejak purbakala sejarah masa klasik yang ada di Kabupaten Lamongan, juga termasuk saksi bisu masa peralihan Kerajaan Hindu-Budha ke Islam di Kabupaten Lamongan," imbuhnya. 

Pewarta: Alimun Khakim

Editor : Astrid Faidlatul Habibah


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024