Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Trenggalek Jawa Timur meningkatkan intensitas serta memperluas jangkauan distribusi air bersih untuk memenuhi kebutuhan bahan hidup dasar warga yang terdampak kekeringan pada 41 desa di 11 kecamatan daerah itu.

Menurut Kepala Pelaksana BPBD Trenggalek Triadi Atmono di Trenggalek, Kamis, potensi kekeringan di daerahnya masih terjadi bahkan dimungkinkan meluas kendati cuaca mulai turun hujan.

"Hujan masih sesekali, dan itu belum berdampak terhadap sediaan air tanah warga, terutama di daerah-daerah yang saat ini dilanda kekeringan," kata Triadi.

Oleh karenanya, lanjut Tri, pihaknya akan terus melakukan mitigasi bencana untuk meminimalisasi dampak.

Saat ini, BPBD Trenggalek mencatat ada 41 desa yang mengalami krisis air bersih dan mengajukan permintaan bantuan ke BPBD guna mendapat pasokan air bersih.

Sebanyak 41 desa yang terdampak kekeringan itu meliputi Desa Panggul, Terbis, Besuki, Ngrencak, Karangtengah, Nglebeng, Banjar, Kertosono dan Manggis di Kecamatan Panggul. Kemudian, Desa Ngulanwetan, Ngulankulo, Ngadirenggo, Wonocoyo dan Pogalan.

Berikutnya ada Desa Wonoanti dan Ngrayung di Kecamatan Gandusari.

Selanjutnya ada Desa Pandean dan Cakul di Kecamatan Dongko, Desa Sengon, Depok, Srabah di Kecamatan Bendungan, Desa Jatiperahu dan Ngentrong di Kecamatan Karangan serta Desa Pucanganak, Nglinggis, Winong, Dermosari, Ngepeh dan Prambon di Kecamatan Tugu. Selain itu ada di Desa Sumberejo dan Gador di Kecamatan Durenan, Desa Mlinjon dan Wonokerto di Kecamatan suruh serta Desa Tanggaran dan Sukokidul di Kecamatan Pule.

"Ada lagi Desa Ngares, Karangsuko, Sukosari, Sumberdadi, dan Kelurahan Tamanan di Kecamatan Trenggalek," katanya.

Rata-rata, kata Triadi, kondisi sumber air di daerah itu mengerikan sehingga petugas harus melakukan distribusi air bersih untuk membantu memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat.

Sebab daerah-daerah itu rata-rata berada di daerah dataran sehingga kerap jadi langganan kekeringan saat musim kemarau tiba.

"Untuk wilayah terdampaknya tidak mesti. Kadang tahun lalu wilayah tersebut kekeringan, kemudian tahun ini tidak. Begitu juga sebaliknya," ujarnya.

Berkaca pada tahun sebelumnya, ada sebanyak 56 desa dari 152 desa dan lima kelurahan di Trenggalek terdampak kekeringan.

Kekeringan tahun lalu terbilang parah, mengingat seluruh kecamatan di Bumi Menak Sopal sebutan lain Trenggalek terdampak.

Melihat wilayah terdampak saat ini, akankah kekeringan tahun ini lebih parah dari tahun sebelumnya.

"Tahun lalu ada 56 daerah terdampak kekeringan, mudah-mudahan segera turun hujan sehingga warga tidak lagi mengalami kekeringan," katanya.

Meskipun tidak mengalami kekeringan lagi jika hujan turun, warga dihadapkan dengan potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor.

Merujuk rilis BMKG, prediksi puncak musim hujan pada bagian Indonesia barat terjadi pada November-Desember.

Wilayah yang akan mengalami puncak musim hujan pada November-Desember 2024 adalah sebanyak 303 Zona Musim atau 43,4 persen dari total Zona Musim yang meliputi Pulau Sumatera, pesisir selatan Jawa, dan Kalimantan.

Sementara terdapat pula sebanyak 250 Zona Musim atau 35,8 persen dari zona musim yang diprediksi akan mengalami puncak musim hujan pada Januari-Februari 2025, yaitu meliputi Lampung, Pulau Jawa bagian Utara, sebagian kecil Pulau Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan sebagian besar Papua. Masyarakat diimbau waspada potensi bencana hidrometeorologi.

"Kami terus lakukan mitigasi bencana untuk meminimalisasi dampak," katanya.

 

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Astrid Faidlatul Habibah


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024