Metode pembedahan Microvascular Decompression atau biasa disebut MVD sangat aman bagi pasien penderita hemifascial spasme dengan gangguan neuromuskuler yang ditandai separuh wajah merot atau kedutan dan tingkat keberhasilan operasi ini mencapai 98 persen, kata ahli bedah syaraf.

"Operasi ini sudah dikembangkan lebih dari 20 tahun, bahkan lebih dari 2.000 pasien melakukan operasi. Dua hari pascaoperasi pasien sudah bisa pulang dari rumah sakit dan operasi ini sangat aman, 98 persen berhasil," kata ahli bedah syaraf Rumah Sakit Ciputra Surabaya dr. Agus Chairul Anab, Sp.BS (K) di Surabaya, Rabu petang.

Ia menjelaskan hal itu saat memandu penayangan langsung operasi (live surgery) MVD yang dilakukan tim dokter RS Ciputra terhadap seorang pasien perempuan penderita hemifasial spasme asal Makassar, Sulawesi Selatan.

Dengan teknologi live surgery, keluarga pasien bisa terhubung dan menyaksikan langsung bagaimana jalannya operasi yang dilakukan tim dokter, serta adanya komunikasi dua arah antara keluarga pasien dan dokter yang menjadi operator operasi.

"Ini operasi MVD pertama yang dilakukan Ciputra Hospital Surabaya setelah peresmian rumah sakit pada pekan lalu. Hingga kini sudah ada 15 orang pasien dari sejumlah daerah yang terjadwal menjalani operasi serupa," tambah Direktur RS Ciputra Surabaya dr. Siska Sindhuatmadja, MM.

Selain dr. Agus Chairul Anab, tim dokter yang terlibat dalam operasi MVD ini adalah dr. M. Sofyanto, Sp.BS dan dr. Gigih Pramono, Sp.BS, serta dibantu dokter anestesi.

"Operasinya tidak lama, sekitar satu jam sampai 1,5 jam dan menggunakan peralatan canggih, salah satunya mikroskop teknologi terkini untuk menunjang proses operasi," imbuh dr. Siska.

Lebih lanjut, dr. Agus Chairul menjelaskan bahwa MVD merupakan metode pembedahan yang bertujuan memisahkan pembuluh darah dari saraf menggunakan bantalan khusus sehingga dapat mengembalikan fungsi saraf wajah dalam posisi normal dan luka sayatan operasi hanya sekitar 1–2 centimeter.

Pasien dengan hemifascial spasme mengalami gangguan neuromuskuler yang ditandai separuh wajah merot, kedutan di bagian mata hingga pipi yang menarik wajah dan sulit dikontrol.

"Penyebab utamanya sering kali terkait dengan tekanan pembuluh darah pada saraf wajah (nervus fasialis), yakni saraf nomor tujuh," jelas dr. Agus.

Sementara mengenai besaran biaya operasi MVD, dr. Siska Sindhuatmadja mengungkapkan, "Kisarannya Rp100 juta hingga Rp150 juta, tergantung kondisi yang dialami pasien."

Pada kesempatan sama, mantan penderita hemifascial spasme sekaligus Ketua Komunitas Brain Spine Indonesia dr. Lilih Dwi Priyanto, MMT., mengatakan teknologi kedokteran yang terus berkembang saat ini membuat masyarakat yang mengalami hemifascial spasme memiliki harapan tinggi untuk sembuh.

Apalagi saat ini penanganannya tidak lagi melalui pembedahan besar pada bagian kepala yang menghabiskan waktu berjam-jam.

"Saya dulu dioperasi sekitar lima jam dan bekas operasinya masih membekas hingga sekarang. Kalau sekarang, satu jam sudah selesai dan bekas operasinya kecil tidak terlihat," ujar dr. Lilih sambil memperlihatkan bekas luka operasi pada bagian belakang kepalanya.

Lilih menambahkan bahwa tindakan operasi merupakan satu-satunya cara untuk memulihkan kondisi penderita hemifascial spasme, tidak bisa dengan cara lain, seperti suntik botox atau akupuntur (tusuk jarum).

Pewarta: Didik Kusbiantoro

Editor : Vicki Febrianto


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024