Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa anggaran subsidi energi pada RAPBN 2025 menurun dari Rp204,5 triliun menjadi Rp203,4 triliun karena asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang juga berubah dari Rp16.100 menjadi Rp16.000 per dolar AS.
“Untuk total subsidi energi, kesepakatan di Panja A adalah Rp203,4 triliun. Ini turun Rp1,1 triliun dari yang kami usulkan di dalam RAPBN 2025. Hal ini lebih dikarenakan tadi kursnya Rp16.100 menjadi Rp16.000,” kata Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu.
Dalam rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, ia menyampaikan bahwa anggaran subsidi BBM dan liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram (kg) menurun dari Rp114,3 triliun menjadi Rp113,7 triliun.
Hal tersebut disebabkan oleh adanya penyesuaian anggaran subsidi untuk jenis BBM tertentu dan LPG 3 kg masing-masing sebesar Rp40 miliar dan Rp600 miliar karena perubahan asumsi kurs tersebut.
Ia pun mengatakan bahwa penyesuaian subsidi sebesar Rp1,1 triliun tersebut rencananya digunakan untuk menambah pembayaran kompensasi BBM dan listrik pada tahun depan.
“Seperti diketahui bahwa kompensasi BBM dan listrik itu selalu dibayar kalau keuangan negara sehat dan baik, tiga kuartal (kuartal I hingga kuartal III 2024) pasti kami penuhi (pembayaran kompensasinya),” ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, untuk kuartal IV tahun ini, ia menyatakan bahwa pembayaran kompensasi akan dilakukan pada tahun depan, mengingat anggaran pada kuartal terakhir tersebut harus diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terlebih dahulu.
“Jadi, dalam hal ini, pada 2025 pasti akan masih ada tagihan dari kompensasi BBM dan listrik yang berasal dari kuartal terakhir 2024,” ucapnya.
Selain anggaran subsidi BBM dan LPG, Sri Mulyani menuturkan bahwa rancangan anggaran untuk subsidi listrik juga turun sebesar Rp500 miliar dari Rp90,2 triliun menjadi Rp89,7 triliun.
Untuk mengantisipasi perubahan-perubahan serupa akibat dinamika perekonomian di masa mendatang, ia mengatakan bahwa APBN dirancang cukup fleksibel, meskipun asumsi dasar makro telah ditetapkan.
“Ini tentu akan terus menjadi pelajaran bagi kita bahwa asumsi dasar ekonomi makro di dalam pembahasan yang tadi disebutkan pun terjadi banyak sekali dinamika. Jadi memang kita perlu untuk terus memperlakukan asumsi dasar ini sebagai baseline, namun APBN tetap didesain cukup fleksibel,” imbuhnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024