Dinas Perhubungan (Dishub) Jawa Timur menyatakan bahwa unjuk rasa yang dilakukan ratusan pengemudi yang tergabung dalam Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) di depan Kantor Gubernur Jawa Timur, Jalan Pahlawan, Surabaya, bertujuan untuk mengingatkan komitmen pada 2022.

"Aspirasinya telah difasilitasi dua tahun lalu saat Gubernurnya Bu Khofifah dan sudah disampaikan ke Menteri Perhubungan," kata Kepala Dishub Jatim Nyono, usai menemui perwakilan GSJT, Senin.

Menurutnya, sejumlah tuntutan sopir dalam aksi tersebut merupakan kewenangan di Kementerian Perhubungan. Sejumlah tuntutan para sopir tersebut diantaranya adalah terkait pemotongan bak dan disepensasi biaya.

"Tuntutan terkait pemotongan bak, dispensasi biaya dan kepastian muatan itu semua jadi domain kewenangan Kementerian Perhubungan. Saat pertemuan tadi kami menghadirkan UPT Kemenhub di Jatim," katanya. 

Ia menambahkan, pada 2022, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sudah membuat surat kepada menteri terkait, termasuk ke kabupaten kota untuk menampung dan memberikan solusi atas aspirasi para pengemudi truk tersebut.

Saat itu, lanjutnya, sudah ada kesepakatan yang ditandatangani Direktorat Lalu Lintas Polda Jawa Timur, Dinas Perhubungan, Kepala Badan Pengelola Transportasi Darat (BPTD) dan perwakilan GJST.

"Sudah tidak ada masalah, tinggal komitmen kita bersama menguatkan kembali untuk komitmen pada kesepakatan 11 Maret 2022. Selama kita komitmen, tidak ada masalah," imbuhnya. 

Dari sejumlah tuntutan yang disampaikan oleh GSJT pada 2022 tersebut, menurutnya memang ada pihak tertentu yang tidak melaksanakan komitmen yang telah disepakati. Hal tersebut, memicu para sopir untuk kembali melakukan aksi unjuk rasa.

"Teman-teman GSJT merasakan itu di daerah, ini yang menimbulkan gejolak membuat mereka aksi turun jalan. Setelah kita sentuh masing-masing pihak untuk kembali komitmen, ya selesai, tidak ada masalah," bebernya.

Ia memastikan Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan kembali mengirimkan surat kepada Menteri Perhubungan terkait kesepakatan pada 2024. Surat tersebut akan dikirimkan oleh Penjabat (Pj) Gubernur Jatim Adhy Karyono.

Aksi yang digelar di depan Kantor Gubernur Jawa Timur tersebut, sempat membuat kemacetan di sejumlah ruas jalan Surabaya. Hal tersebut disebabkan  karena para sopir ini sempat memarkirkan kendaraannya di sisi barat jalan Ahmad Yani. 

Ketua GSJT Angga Ferdiansyah mengatakan bahwa aksi tersebut merupakan bentuk tuntutan surat kesepakatan tahun 2022 yang belum ada realisasi hingga saat ini. Salah satu poin yang dituntut adalah tidak ada penindakan bagi truk yang melampaui ketentuan-ketentuan dimensi dan muatan, atau over dimension over loading (ODOL)

"Kesepakatan tersebut, tidak diindahkan. Pada 2024 ini banyak sopir yang membawa armada melebihi dimensi dan muatan yang kena razia," ungkapnya. 

Angga menyebut, dirinya sangat setuju bahwa pengoperasian ODOL sangat berisiko terhadap keselamatan. Akan tetapi, pemerintah juga harus membuat kebijakan soal tarif harga pengiriman logistik.

"Dari pihak pemerintah juga harus bertanggung jawab, minimal selama ini untuk ongkos logistik itu kan belum ada regulasi ya dari pihak pemerintah, salah satunya itu. Kita menuntut pemerintah untuk ikut andil ongkos tarif dari kawan-kawan logistik,"  katanya.  

Sebab, jika tidak ada kebijakan tarif logistik, pemilik armada akan menambah volume kendaraan mereka agar bisa memuat logistik lebih banyak. 

Diketahui ada lima poin yang menjadi tuntutan GSJT, yakni standarisasi tarif atau ongkos angkutan logistik, subsidi biaya pemotongan atau normalisasi dan jaminan muatan pascanormalisasi. 

Kemudian, kesetaraan hukum yang sama bagi sopir dan Mafia Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) dan mafia ODOL. 

Pewarta: Faizal Falakki

Editor : Vicki Febrianto


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024