Kakak Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh, Bahdar Saleh mengaku meneruskan pesan singkat Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurdin Halid kepada Gazalba terkait informasi pengurusan perkara.
"Hanya forward saja, tapi saya tidak tahu permasalahannya," kata Bahdar yang merupakan saksi dalam sidang pemeriksaan kasus dugaan korupsi penanganan perkara Mahkamah Agung (MA) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Dalam pesan singkat yang diperlihatkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut, terlihat Bahdar meneruskan info perkara penganiayaan yang ditangani oleh Hakim Agung Desnayeti, Gazalba, serta Hakim Agung Sofyan Sitompul. Info itu diteruskan Bahdar dari Nurdin ke Gazalba.
Setelahnya, dalam pesan singkat Gazalba pun menyayangkan info tersebut baru diberitahukan kepada dirinya dan meminta Bahdar bertanya kepada Nurdin mengapa perkara tersebut baru diinformasikan. Gazalba, dalam pesan singkat yang sama, turut menanyakan kepada Bahdar kapan NH akan mengambil salinan.
Menanggapi pesan singkat dirinya kepada Nurdin dan Gazalba yang ditunjukkan JPU di persidangan, Bahdar mengaku tidak ingat dan tidak tahu.
"NH itu Nurdin Halid. Tapi saya tidak tahu salinan apa yang diambil," ucap dia.
Baca juga: Saksi: Gazalba beli rumah Rp5,8 miliar di Jaksel tapi tak ditempati
Baca juga: Usai beri keterangan soal Gazalba, Penyidik KPK sebut Ahmad Riyadh sudah "plong"
Dalam kasus dugaan korupsi penanganan perkara di MA, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan total nilai Rp62,89 miliar.
Dugaan penerimaan itu meliputi gratifikasi senilai Rp650 juta serta TPPU terdiri atas 18.000 dolar Singapura (Rp216,98 juta), Rp37 miliar, 1,13 juta dolar Singapura (Rp13,59 miliar), 181.100 dolar AS (Rp2 miliar), dan Rp9,43 miliar dalam kurun waktu 2020-2022.
Gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba terkait dengan pengurusan perkara kasasi pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum terkait dengan pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada tahun 2017.
Uang gratifikasi itu diduga diterima Gazalba bersama-sama dengan pengacara Ahmad Riyadh selaku penghubung antara Jawahirul Fuad dan Gazalba pada tahun 2022 setelah pengucapan putusan perkara. Gazalba menerima Rp200 juta dan Riyadh menerima uang sebesar Rp450 juta, atau total gratifikasi yang diterima keduanya sebesar Rp650 juta.
Selanjutnya uang hasil gratifikasi tersebut beserta uang dari penerimaan lain yang diterima Gazalba dijadikan dana untuk melakukan TPPU bersama-sama dengan kakak kandung terdakwa, Edy Ilham Shooleh, dan teman dekat terdakwa, Fify Mulyani.
Dengan demikian, perbuatan Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
"Hanya forward saja, tapi saya tidak tahu permasalahannya," kata Bahdar yang merupakan saksi dalam sidang pemeriksaan kasus dugaan korupsi penanganan perkara Mahkamah Agung (MA) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Dalam pesan singkat yang diperlihatkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut, terlihat Bahdar meneruskan info perkara penganiayaan yang ditangani oleh Hakim Agung Desnayeti, Gazalba, serta Hakim Agung Sofyan Sitompul. Info itu diteruskan Bahdar dari Nurdin ke Gazalba.
Setelahnya, dalam pesan singkat Gazalba pun menyayangkan info tersebut baru diberitahukan kepada dirinya dan meminta Bahdar bertanya kepada Nurdin mengapa perkara tersebut baru diinformasikan. Gazalba, dalam pesan singkat yang sama, turut menanyakan kepada Bahdar kapan NH akan mengambil salinan.
Menanggapi pesan singkat dirinya kepada Nurdin dan Gazalba yang ditunjukkan JPU di persidangan, Bahdar mengaku tidak ingat dan tidak tahu.
"NH itu Nurdin Halid. Tapi saya tidak tahu salinan apa yang diambil," ucap dia.
Baca juga: Saksi: Gazalba beli rumah Rp5,8 miliar di Jaksel tapi tak ditempati
Baca juga: Usai beri keterangan soal Gazalba, Penyidik KPK sebut Ahmad Riyadh sudah "plong"
Dalam kasus dugaan korupsi penanganan perkara di MA, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan total nilai Rp62,89 miliar.
Dugaan penerimaan itu meliputi gratifikasi senilai Rp650 juta serta TPPU terdiri atas 18.000 dolar Singapura (Rp216,98 juta), Rp37 miliar, 1,13 juta dolar Singapura (Rp13,59 miliar), 181.100 dolar AS (Rp2 miliar), dan Rp9,43 miliar dalam kurun waktu 2020-2022.
Gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba terkait dengan pengurusan perkara kasasi pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum terkait dengan pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada tahun 2017.
Uang gratifikasi itu diduga diterima Gazalba bersama-sama dengan pengacara Ahmad Riyadh selaku penghubung antara Jawahirul Fuad dan Gazalba pada tahun 2022 setelah pengucapan putusan perkara. Gazalba menerima Rp200 juta dan Riyadh menerima uang sebesar Rp450 juta, atau total gratifikasi yang diterima keduanya sebesar Rp650 juta.
Selanjutnya uang hasil gratifikasi tersebut beserta uang dari penerimaan lain yang diterima Gazalba dijadikan dana untuk melakukan TPPU bersama-sama dengan kakak kandung terdakwa, Edy Ilham Shooleh, dan teman dekat terdakwa, Fify Mulyani.
Dengan demikian, perbuatan Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024