Wali Kota Surabaya, Jawa Timur, Eri Cahyadi, memediasi polemik yang terjadi antara sekolah Petra dengan warga di Perumahan Tompotika, Manyar Surabaya setelah sebelumnya sempat viral di media sosial.
Ia melakukan pendekatan komprehensif terkait polemik antara Yayasan Perhimpunan Pengajaran Pendidikan Kristen (PPPK) Petra dengan warga RW IV, RW V, dan RW VII Manyar, Surabaya yang viral di media sosial beberapa waktu lalu.
"Insya Allah sudah terselesaikan dan tersolusikan dengan baik. Warga Surabaya selalu menyelesaikan masalah dengan kebersamaan. Tidak ada masalah yang tidak bisa dibicarakan. Ini karakter arek Suroboyo," katanya di Surabaya, Senin.
Dalam kesempatan itu, dirinya menemui semua pihak untuk melakukan klarifikasi dan hasilnya tidak benar bahwa Petra membayar ratusan juta per bulan ke RW.
"Yang terjadi bertahun-tahun adalah empat pihak (Petra, warga RW IV, warga RW V, dan warga RW VII) membayar jumlah uang yang sama untuk membayar honor semua tenaga keamanan atau satpam beserta operasionalnya, mulai dari pemelihara HT hingga CCTV," tuturnya.
Baca juga: Wali Kota Surabaya larang pungutan sekolah dalam bentuk apapun
Baca juga: Anggota Komisi A DPRD Surabaya soroti dugaan pungutan iuran sekolah
Ia mengatakan, uang tersebut digunakan untuk membayar satpam di perumahan yang jumlahnya mencapai 40 orang dengan gaji masing-masing Rp2,7 juta. Gaji satpam tersebut hendak dinaikkan menjadi Rp3 juta. Karena itu, iuran untuk masing-masing pihak rencananya dinaikkan dari Rp32 juta menjadi Rp35 juta.
"Di sini ada kesalahpahaman ketika akan ada kenaikan iuran dari Rp32 juta menjadi Rp35 juta karena gaji satpam akan dinaikkan. Warga masing-masing RW juga membayar iuran senilai total Rp35 juta. Tapi pihak Petra keberatan hingga akhirnya kesalahpahaman tersebut viral," katanya.
Para pihak, kata Eri, telah menyepakati bahwa Petra tidak perlu lagi membayar iuran keamanan usai dilakukan mediasi tersebut.
"Sekarang tidak dititipkan ke RW, langsung dikelola sendiri oleh Petra. Petra langsung memperbaiki fasilitas umum. Contoh, seperti eceng gondok yang ada di sungai dekat perumahan yang selama ini dikerjakan oleh RW, sekarang dikerjakan oleh Petra," kata Eri Cahyadi.
Petra, lanjut dia, juga akan turut membantu pengaturan lalu-lintas dan keamanan setempat termasuk di dalamnya juga akan membantu membersihkan enceng gondok yang ada di sungai setempat.
"Nanti sekuriti Petra juga menjaga di delapan pintu perumahan itu untuk mengatur kemacetannya, kami akan bergerak bersama. Karena warga ini sejatinya meminta jangan macet, udara bersih, dan eceng gondoknya dibersihkan, karena perumahan ini kan lingkungannya Petra juga,” katanya.
Ia mengatakan, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya juga melakukan rekayasa lalu lintas, termasuk mengatur pembedaan jam masuk-pulang antara SMP dan SMA Petra agar lalu lintas lancar.
Ketua RW IV Kelurahan Menur Pumpungan, Lili Aldjufri Hasan, mengaku ingin polemik tersebut selesai dengan solusi. "Kami ingin yang terbaik, ingin secara kekeluargaan. Kami tidak pernah menerima uang satu bulan Rp140 juta," ucapnya.
Wakil Direktur Sarana dan Prasarana (Sarpras) Yayasan PPPK Petra, Robertus Prananta, menambahkan, Yayasan PPPK Petra akan melakukan kerja sama dalam hal pengamanan lalu lintas, dan perbaikan fasilitas umum.
"Jadi tidak ada iuran, sehingga kami akan melakukan Corporate Social Responsibility (CSR) di Perumahan Tompotika. Karena nanti kami juga bersama pemkot melalui Dishub Surabaya dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya untuk mengatur lalu lintasnya dan bozem yang berada di Tompotika," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
Ia melakukan pendekatan komprehensif terkait polemik antara Yayasan Perhimpunan Pengajaran Pendidikan Kristen (PPPK) Petra dengan warga RW IV, RW V, dan RW VII Manyar, Surabaya yang viral di media sosial beberapa waktu lalu.
"Insya Allah sudah terselesaikan dan tersolusikan dengan baik. Warga Surabaya selalu menyelesaikan masalah dengan kebersamaan. Tidak ada masalah yang tidak bisa dibicarakan. Ini karakter arek Suroboyo," katanya di Surabaya, Senin.
Dalam kesempatan itu, dirinya menemui semua pihak untuk melakukan klarifikasi dan hasilnya tidak benar bahwa Petra membayar ratusan juta per bulan ke RW.
"Yang terjadi bertahun-tahun adalah empat pihak (Petra, warga RW IV, warga RW V, dan warga RW VII) membayar jumlah uang yang sama untuk membayar honor semua tenaga keamanan atau satpam beserta operasionalnya, mulai dari pemelihara HT hingga CCTV," tuturnya.
Baca juga: Wali Kota Surabaya larang pungutan sekolah dalam bentuk apapun
Baca juga: Anggota Komisi A DPRD Surabaya soroti dugaan pungutan iuran sekolah
Ia mengatakan, uang tersebut digunakan untuk membayar satpam di perumahan yang jumlahnya mencapai 40 orang dengan gaji masing-masing Rp2,7 juta. Gaji satpam tersebut hendak dinaikkan menjadi Rp3 juta. Karena itu, iuran untuk masing-masing pihak rencananya dinaikkan dari Rp32 juta menjadi Rp35 juta.
"Di sini ada kesalahpahaman ketika akan ada kenaikan iuran dari Rp32 juta menjadi Rp35 juta karena gaji satpam akan dinaikkan. Warga masing-masing RW juga membayar iuran senilai total Rp35 juta. Tapi pihak Petra keberatan hingga akhirnya kesalahpahaman tersebut viral," katanya.
Para pihak, kata Eri, telah menyepakati bahwa Petra tidak perlu lagi membayar iuran keamanan usai dilakukan mediasi tersebut.
"Sekarang tidak dititipkan ke RW, langsung dikelola sendiri oleh Petra. Petra langsung memperbaiki fasilitas umum. Contoh, seperti eceng gondok yang ada di sungai dekat perumahan yang selama ini dikerjakan oleh RW, sekarang dikerjakan oleh Petra," kata Eri Cahyadi.
Petra, lanjut dia, juga akan turut membantu pengaturan lalu-lintas dan keamanan setempat termasuk di dalamnya juga akan membantu membersihkan enceng gondok yang ada di sungai setempat.
"Nanti sekuriti Petra juga menjaga di delapan pintu perumahan itu untuk mengatur kemacetannya, kami akan bergerak bersama. Karena warga ini sejatinya meminta jangan macet, udara bersih, dan eceng gondoknya dibersihkan, karena perumahan ini kan lingkungannya Petra juga,” katanya.
Ia mengatakan, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya juga melakukan rekayasa lalu lintas, termasuk mengatur pembedaan jam masuk-pulang antara SMP dan SMA Petra agar lalu lintas lancar.
Ketua RW IV Kelurahan Menur Pumpungan, Lili Aldjufri Hasan, mengaku ingin polemik tersebut selesai dengan solusi. "Kami ingin yang terbaik, ingin secara kekeluargaan. Kami tidak pernah menerima uang satu bulan Rp140 juta," ucapnya.
Wakil Direktur Sarana dan Prasarana (Sarpras) Yayasan PPPK Petra, Robertus Prananta, menambahkan, Yayasan PPPK Petra akan melakukan kerja sama dalam hal pengamanan lalu lintas, dan perbaikan fasilitas umum.
"Jadi tidak ada iuran, sehingga kami akan melakukan Corporate Social Responsibility (CSR) di Perumahan Tompotika. Karena nanti kami juga bersama pemkot melalui Dishub Surabaya dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya untuk mengatur lalu lintasnya dan bozem yang berada di Tompotika," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024