Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Bojonegoro (Unigoro), Dr. Laily Agustina Rahmawati, S.Si., M.Sc., mengungkapkan kawasan tambang minyak tradisional Wonocolo, di Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur pada mulanya berada di dasar laut.

"Temuan-temuan menguatkan teori bahwa dahulu kala kawasan Wonocolo adalah dasar laut. Akibat pengaruh pergeseran lempeng, lalu terangkat ke permukaan," kata Laily.

Disampaikan Laily, Rabu, selama lima tahun meneliti kawasan tambang minyak tradisional Wonocolo, ia bersama tim menemukan fakta unik yang belum banyak diungkap. Diantaranya adalah sungai Wonocolo yang memiliki kadar salinitas atau kandungan garam tinggi, padahal lokasinya jauh dari laut.

Di dasar sungai Wonocolo juga ditemukan fosil Makrozoobentos jenis laut atau organisme yang hidup di dasar perairan, salah satunya Azioxantella yang biasanya hidup di kedalaman 2.000 meter di bawah permukaan air laut. Serta adanya penemuan 402 spesimen fosil Foraminifera yang teridentifikasi dalam enam ordo dan 15 spesies.

"Temuan ini berdasarkan hasil riset disertasi berjudul Strategi Pengelolaan Lingkungan Tambang Minyak Tradisional di Kawasan Geosite Wonocolo Geopark Bojonegoro," terang dosen perempuan yang baru saja dikukuhkan sebagai doktor ilmu lingkungan Universitas Diponegoro.

Tambang minyak tradisional Wonocolo, lanjut Laily, memiliki keunikan tersendiri. Secara geologis, minyak di kawasan itu dapat ditemukan di lokasi yang dangkal dimana secara historis aktivitas penambangan telah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda atau hampir selama 127 tahun.

Sedangkan secara kultural, penambangan minyak masih menggunakan cara tradisional dan mengikuti tradisi turun temurun. Sayangnya, keunikan tersebut sangat kontradiktif dengan kondisi nyata di lapangan.

"Penambangan minyak tradisional dijadikan daya tarik pariwisata, padahal itu justru merupakan ancaman bagi lingkungan di kawasan Wonocolo. Puncaknya tahun 2019, Geosite Wonocolo gagal dinobatkan UNESCO sebagai Global Geopark dengan alasan buruknya pengelolaan lingkungan di lokasi tersebut," jelasnya.

Laily menambahkan, Pemkab Bojonegoro dapat merespon temuan ini sebagai tambahan daya tarik bagi pengembangan Geosite Wonocolo. Ia merekomendasikan untuk merekonstruksi desa wisata tambang minyak tradisional, salah satunya sebagai wisata riset dan edukasi.

Selain itu juga peningkatan kualitas SDM yang terlibat aktivitas tambang di Wonocolo juga diperlukan, agar proses ekstraksi minyak tidak merusak lingkungan maupun warisan budaya yang berharga

“Bisa diawali dengan pendirian pusat pembelajaran fosil Foraminifera di Museum Geopark Wonocolo Bojonegoro. Selain itu, juga tetap dilakukan perbaikan kualitas lingkungan yang dapat mengadopsi 18 strategi hasil penelitian saya,” imbuh akademisi asal Desa Drajat, Kecamatan Baureno itu.

 

Pewarta: Muhammad Yazid

Editor : Vicki Febrianto


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024