Pemerintah Kota (Pemkot) Madiun mewaspadai potensi terjadinya bencana alam hidrometeorologi di wilayah itu sebagai dampak dari cuaca ekstrem karena perubahan iklim dengan melakukan apel kesiapsiagaan bencana dan menyiapkan personel yang tanggap.

"Bencana tidak bisa direncanakan, datangnya juga tidak bisa diprediksi. Karenanya Pemkot Madiun selalu siap," ujar Wali Kota Madiun Maidi saat memimpin Apel Kesiapsiagaan Bencana di Lapangan Rejomulyo, Kota Madiun, Jumat.

Menurut dia, potensi bencana tetap ada di Kota Madiun walaupun bukan daerah kategori rawan berat bencana. Apalagi Kota Madiun berada di dataran rendah di antara dua gunung yakni, Gunung Lawu dan Wilis, serta berada di aliran anak Sungai Bengawan Solo yakni Bengawan Madiun. Sehingga potensi tersebut tetap ada, seperti bencana banjir dari air kiriman hingga angin puting beliung.

Oleh karena itu, lanjut dia, berbagai upaya pencegahan dan mitigasi bencana harus dilakukan, salah satunya meningkatkan kesiapsiagaan personel BPBD, peralatan penanggulangan bencana, pemetaan daerah rawan, meningkatkan partisipasi masyarakat, hingga sinergi dengan daerah lain.

Selain itu di rawan banjir luapan Sungai Bengawan Madiun juga sudah dipasang alat deteksi bencana dini atau Early Warning System (EWS). Tanda kewaspadaan dini tersebut diharap bisa meningkatkan kewaspadaan masyarakat saat bencana tiba.

Wali kota berharap bencana tidak menghampiri Kota Madiun. Namun, saat bencana tiba setidaknya personel maupun masyarakat sudah lebih siap sehingga dampaknya bisa diminimalkan.

"Tentu kita tidak menginginkan bencana. Tetapi kalau itu terjadi, setidaknya masyarakat sudah lebih waspada dan petugas siap sehingga dampaknya bisa kita tekan," kata Wali Kota Maidi.

Peran serta masyarakat juga tak kalah penting. Pemkot Madiun juga terus mendorong warga Kota Madiun terlibat dalam pencegahan bencana, salah satunya dengan pembersihan sanitasi lingkungan. Pemkot Madiun memberikan anggaran Rp10 juta per RT untuk pembersihan saluran air mencegah luapan air.

Anggaran itu ditingkatkan dari Rp9 juta per RW, kemudian Rp5 juta per RT, dan tahun ini menjadi Rp10 per RT.

"Kalau hanya mengandalkan pemerintah tentu kurang optimal. Silahkan lingkungan dibersihkan masing-masing. Dengan pembersihan saluran air, tak hanya mencegah banjir, namun juga mencegah penyakit, seperti demam berdarah dan diare," katanya.

Sementara kesiapsiagaan bencana diikuti oleh petugas BPBD, Satpol PP, TNI, Polri, relawan tanggap bencana, dan perwakilan masyarakat.
 

Pewarta: Louis Rika Stevani

Editor : Fiqih Arfani


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024