Pengamat politik Hery Sucipto mengatakan pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil (jurdil) dan langsung umum bebas rahasia (luber) akan menyelamatkan dan memajukan demokrasi Indonesia, sehingga semua pemangku kepentingan di seluruh tanah air harus mengawal jalannya pemilu agar berjalan dengan jurdil dan luber.

"Ormas, cendekiawan, dan mahasiswa harus turun mengawal, kita berharap penyelenggaraan pemilu lancar, meski ada sedikit hiruk pikuk itu wajar," kata Hery Sucipta yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Moya Institute di Jakarta, Jumat (9/2).

Hery dalam rilis-nya yang diterima di Surabaya, Sabtu, juga menekankan pentingnya etika berpolitik yang santun dalam membangun sistem demokrasi di tanah air.

Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas Ph.D, dalam Webinar Nasional kolaborasi Moya Institute dan Nusantara 2045 dengan tema "Pilpres Indonesia: Di Tengah Kemelut Etika dan Hukum?" belum lama ini yang menekankan agar jangan sampai terjadi pelemahan demokrasi di negeri ini.

Problem etika juga harus segera diatasi agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga dengan baik. Ia mengutip kalimat filsuf Albert Camus (1913-1960), yang mengatakan bahwa seorang pemimpin tanpa etika itu sama saja seperti melepaskan binatang buas ke rakyatnya.

Sirojudin menambahkan jika itu dilakukan, maka yang muncul adalah kekacauan, kebinasaan, dan kerusakan luar biasa. "Oleh karena itu, kalau kita belajar dari kamus, kita bisa prediksi risiko paling buruk, yaitu memunculkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan rakyat," tuturnya.

Menurut Sirojudin, jangan sampai timbul risiko hasil pemilu yang tidak diterima masyarakat.

Sirojudin juga mengajak semua pihak termasuk kalangan cendekiawan untuk meningkatkan awareness terkait etika berpolitik.

"Karena itu tugas cendekiawan untuk terus menyuarakan, tanpa bosan, agar masyarakat terus teredukasi terkait etika berpolitik yang santun," ujarnya.

Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud mengatakan, pegangan berbangsa dan bernegara adalah hukum yang disinergikan dengan akhlak dan etika yang baik.

Marsudi mengatakan, mengingatkan pemimpin menjadi kewajiban seorang Muslim, sedangkan pemimpin berkewajiban mendengarkan aspirasi rakyat.

Ditambahkan Marsudi, sudah disepakati bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Dalam Islam, berbangsa dan bernegara bisa berjalan jika empat hal bisa dipastikan.

Pertama, negara, bangsa, dan pemerintahan ini diatur dengan cara musyawarah. Kedua, harus menjunjung kemaslahatan pribadi atau individu. Ketiga, memilih presiden atau pemimpin hukumnya wajib.

Keempat, bagaimana bangsa Indonesia yang berbeda-beda mampu bersama-sama tolong menolong dan gotong royong untuk memastikan pemilu berjalan dengan baik.

Pewarta: Ananto Pradana

Editor : Chandra Hamdani Noor


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024