Oleh : Dr Ir Amien Widodo MSi *) Pendahuluan Sekitar tahun 1998 terjadi pengambilan (penggundulan) sumber daya hutan besar-besaran di seluruh Indonesia atas nama rakyat, atas nama kemiskinan dan atas nama kerakusan. Penggundulan tersebut berlanjut sampai sekarang dan sebagian besar dikembangkan sebagai lahan pertanian musiman, padahal secara topografis tidak cocok, tapi mereka tidak perduli. Penebangan yang dilakukan umumnya penebangan yang brutal karena ditebang ke akar-akarnya karena akarnya ada yang membeli. Saat ini kerusakan hutan sudah sangat parah dan sudah sangat luas dan masyarakat yang bermukim di kawasan pegunungan merasakan ketakutan dan was-was akan terjadi longsor di wilayahnya, demikian pula dengan masyarakat yang bermukim di bantaran sungai yang khawatir terkena banjir. Apalagi saat memasuki musim hujan. BMG mengingatkan akan terjadinya perubahan iklim dan meramalkan bahwa beberapa hari ke depan curah hujan akan masih tinggi Kita semua tahu vegetasi di pegunungan berfungsi menjaga kesimbangan ekosistem melalui berbagai hal diantaranya kanopi dan sersahnya berfungsi sebagai menahan energi hujan, sehingga butiran hujan tidak langsung menerpa tanah sebab kalau menerjang langsung ke permukaan tanah maka tanah akan terberai dan akan tererosi. Sersah pohon bersama tubuh pohon dan akarnya akan menahan air dan meneruskan air hujan merembes ke dalam tanah untuk mengisi cadangan air tanah dan mata air di wilayah tersebut. Disamping itu air yang tersimpan di bawah akar juga akan ditransfer ke seluruh tubuh pohon dan diuapkan lewat daun (evapotranspirasi) bersamaan dengan proses fotosintesis. Fotosintesis berjasa menghasilkan sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi. Akar pohon dalam upayanya mencari makanan mempunyai kemampuan untuk menerobos, memecahkan dan melapukkan batuan yang ada di dalam tanah sehingga unsur-unsur hara tanah yang ada dalam batuan bisa diserap oleh akar dan didistribusikan keseluruh badan pohon sampai ke daun-daun. Makin lapuk batuan makin banyak tersedia hara makanan yang dibutuhkan vegetasi sehingga karena bertambahnya waktu maka tanah hasil pelapukan akan menebal. Akar tunggal pohon berfungsi sebagai pancang (anker) yang memaku tanah pada batuan dasarnya, sedangkan akar serabutnya berfungsi mengikat butiran tanah agar tidak longsor. Penebangan hutan besar-besaran menyebabkan tanah di lereng semakin lama tidak terlindungi. Awalnya dimulai dengan berkurangnya mata air dan terjadi peningkatan aliran air permukaan yang akan diikuti peningkatan intensitas erosi tanah permukaan yang bisa mencapai ribuan kali lipat. Air permukaan mengerosi tanah dan akan membawa tanah ini masuk ke badan sungai sehingga terjadi sedimentasi. Sedimentasi akan mendangkalkan sungai sehingga saat turun hujan berikutnya alur sungai tidak muat dan air akan meluap sebagai banjir. Dampak penggundulan huatan yang paling mengerikan adalah terjadi longsor dan diikuti banjir bandang. Pada tahun 2002 terjadi hujan dengan intensitas sangat tinggi di Indonesia sehingga terjadi longsor dan banjir bandang dengan intensitas sangat besar di beberapa tempat di Indonesia. Tahun-tahun berikutnya terjadi pengurangan separo lebih dari jumlah sumber air (mata air) dan peningkatan intensitas bencana erosi, longsor, banjir, banjir bandang dan angin puting beliung. Penggundulan hutan juga mengakibatkan berkurangnya habitat bagi fauna-fauna yang dulunya tercukupi makanannya menjadi berkurang sehingga untuk kelangsungan hidup fauna-fauna tersebut,mereka bermigrasi mencari habitat baru yang saat ini sudah digunakan sebagai permukiman. Ingat beberapa tahun lalu di Sumatra ada gajah, babi hutan masuk ke permukiman, ada pula monyet, kelelawar (kalong), burung-burung dan lain-lain. Beberapa waktu yang lalu habitat kupu-kupu mulai terganggu sehingga berpindah ke vegetasi di permukiman dengan jumlah yang lebih besar dari biasanya. Berita terakhir terjadi pnyerangan segerombolan kera terhadap perkebunan dan penduduk seperti yang terjdi di Pasuruan dan Lampung. Sebetulnya penghuni hutan itu sangat banyak dan beragam, baik yang berukuran makro maupun yang berukuran mikro. Kalau kita tidak segera melakukan tindakan-tindakan bijak maka dikhawatirkan penghuni berukuran mikro seperti bakteri dan atau virus akan turun mencari habitat baru di permukiman sehingga akan menimbulkan masalah besar di kemudian hari. Pengurangan Risiko Bencana Kemungkinan kejadian tanah longsor di Indonesia hampir dipastikan terjadi setiap tahun bersamaan dengan datangnya musim hujan dan dipastikan selalu berdampak atau menyebabkan kerusakan, korban dan kerugian ekonomi. Probalilitas kejadian tinggi dan berdampak besar maka bencana longsor dapat dikategorikan sebagai bencana risiko tinggi. Selama ini dalam pembuatan rencana tata ruang wilayah tidak pernah memperhatikan adanya risiko ini sehingga dampak akan terus berjatuhan apabila tidak dilakukan tindakan-tindakan sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana. Undang Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU PB) menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan (manajemen) bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Sedangkan pasal 4 antara lain menyebutkan bahwa penanggulangan bencana bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana; dan menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh serta membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta. Pasal 5 dan 6 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, dengan tanggung jawab melakukan pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan dan melakukan perlindungan masyarakat dari dampak bencana. Peraturan Pemerintah no 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana pasal 7 (1) menyebutkan bahwa pengurangan risiko bencana merupakan kegiatan untuk mengurangi ancaman dan kerentanan serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana. Bagi pemerintah daerah ada banyak cara yang perlu dilakukan dalam pengurangan risiko bencana tanah longsor, antara lain mengurangi intensitas ancaman longsor (mitigasi) yang sering dilakukan, seperti (1) mengurangi volume material yang akan longsor sehingga material lereng dalam posisi stabil; (2) memindahkan dan atau mengarahkan material yang akan longsor ke tempat yang berisiko kecil; (3) melakukan rekayasa vegetasi (bioengineering) dengan jalan menanam stek batang pohon yang bisa hidup (live fascine) pada tanah yang akan longsor dengan tujuan agar di sepanjang batang pohon yang terpendam keluar akar yang akan mengikat tanah; (4) melakukan rekayasa teknologi dengan memasang geogrid dan membuat tembok penahan; (5) membuat check dam di sungai untuk menahan laju longsoran yang masuk ke sungai agar tidak terjadi banjir bandang; (6) memasang alat peringatan dini yang dipahami masyarakat sekitar; (7) memberdayakan masyarakat di sekitar lereng agar waspada setiap musim hujan datang dan tidak melakukan hal-hal yang menyebabkan lereng menjadi tidak stabil Pemberdayaan masyarakat sadar bencana mestinya dilakukan dengan jalan membangun kesiapsiagaan terpadu antara pemerintah, masyarakat dan sektor swasta yang ada di sekitar lokasi rawan longsor. Kesiapsiagaan ini menyiratkan masyarakat sebagai subyek bukan obyek seperti yang selama ini kita lakukan. Nantinya ada keterpaduan antara masyarakat yang terpapar dengan pemerintah dan pihak swasta, sehingga masyarakat bisa melaporkan kalau melihat tanda-tanda tanah mau longsor, seperti (1) ada longsor-longsor kecil, (2) retakan-retakan di tanah dan di tembok/pagar, (3) pohon yang tumbuh miring atau tiang listrik miring, (4) pohon yang terangkat dan terlihat akarnya, (5) dll) dan pemerintah segera menindak lanjuti laporan masyarakat dengan melakukan hal-hal yang untuk mencegah/menghambat tanah longsor. Pemberdayaan masyarakat sangat penting untuk meningkatkan ketangguhan dalam menghadapi bencana mengingat setiap terjadi bencana selalu terjadi ada sebagian desa yang terisolasi dan karena sudah dibekali ilmu maka masyarakat yang terisolir bisa bertahan hidup dengan persediaan yang dipunyai. *) Peneliti Bencana ITS Surabaya, dosen tetap Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS Surabaya, dan anggota Dewan Pakar Provinsi Jawa Timur 2007-2009 **) Alamat Rumah : Perumahan ITS Blok J-23 Surabaya 60111 (HP 08121780246)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011