Gorontalo (ANTARA) - Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Tarman Azzam, menjelaskan bahwa kebebasan pers yang kini terjadi merupakan amanat konstitusi kita UUD 1945. "Dalam amandemen UUD 1945 Pasal 29 F ditegaskan kebebasan informasi merupakan salah satu hak dasar warga negara Indonesia," kata Tarman, dalam Forum Pengembangan Literasi Media dalam Rangka Penguatan Sadar Media di Kota Gorontalo, Jumat. Karena itu, lanjutnya, siapapun yang menutup akses informasi dapat dianggap sebagai tindakan kriminal, dan media yang menutupi informasi yang penting bagi publik juga bisa dituntut secara hukum. Meski demikian dia mengakui di awal-awal reformasi sempat terjadi euforia kebebasan pers sehingga cenderung kebablasan. Hal itu terjadi karena kebebasan pers terjadi secara mendadak tanpa dipersiapkan terlebih dahulu. Tarman menegaskan kebebasan pers harus memberi kontribusi bagi pembangunan dan kemajuan bangsa, dan hingga saat ini pers Indonesia tetap berproses membenahi diri agar bisa menjadi pers yang bertanggung jawab. "Tidak ada kebebasan absolut, kalau pers melanggar kode etik harus berhadapan dengan proses hukum," ujarnya. Untuk itu, lanjutnya, semua pihak harus bersama-sama mewujudkan pers yang sehat dan bermanfaat bagi masyarakat. "Yang bisa mengontrol pers yaitu kalangan pers itu sendiri, pemerintah secara luas, dan masyarakat," jelasnya. Dalam kesempatan yang sama, Dr Sumarjo, akademisi Universitas Negeri Gorontalo, menyatakan, salah satu cara menciptakan media yang sehat adalah dengan meniadakan monopoli informasi oleh salah satu media karena itu akan melahirkan kontrol antar media. Namun demikian Sumarjo tetap menekankan masyarakat memiliki peran lebih penting dalam mengawasi media. "Masyarakat harus cerdas mengkonsumsi media, jangan sampai media-media buruk justru dibesarkan oleh masyarakat," jelasnya. (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011