Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyatakan penerapan metode nontunai, baik dengan QRIS maupun voucher di kawasan parkir tepi jalan umum (TJU) bertujuan untuk menyejahterakan para juru parkir (jukir) di wilayah kota setempat.
"Karena saya melakukan parkir dengan QRIS atau parkir berlangganan ini untuk menaikkan pendapatan jukir secara jelas," kata Eri melalui keterangan resmi yang diterima di Surabaya, Rabu.
Eri menjelaskan tarif parkir dengan QRIS memiliki skema bagi hasil antara Dinas Perhubungan (Dishub) dan para jukir yang ada di Kota Surabaya.
Pembagian tarif parkir yang masuk, yakni sebesar 60-40 persen. Besaran persentase pemasukan dari tarif parkir ke jukir nantinya langsung masuk ke rekening pribadi.
"Jadi kalau jukir dapat 40 persen di wilayah itu, misalnya pendapatan Rp1 juta, maka dia bisa membawa pulang Rp400.000 per hari," ujarnya.
Kemudian, dari jumlah 40 persen yang masuk ke jukir, nantinya hanya lima persen dari total pendapatan harian diperuntukkan untuk Kepala Pelataran (katar).
Namun, langkah yang diterapkan oleh pemerintah kota (pemkot) melalukan Dishub Surabaya mendapatkan tidak disetujui jukir yang tergabung di dalam Paguyuban Juru Parkir Surabaya (PJS).
Padahal, kata dia skema tersebut bertujuan agar tidak ada anggapan pemotongan persentase bagi jukir yang dilakukan oleh oknum petugas Dishub setempat maupun pihak-pihak tak bertanggung jawab yang coba mengambil keuntungan.
Lebih lanjut, dengan begitu para jukir bisa mendapatkan secara penuh pendapatan harian dari kawasan parkir.
Tak hanya itu, langkah penerapan metode pembayaran parkir TJU juga untuk mengantisipasi kebocoran pendapatan asli daerah (PAD) yang masuk dari retribusi parkir.
"Jelas tidak dipotong-potong. Jadi dengan model parkir berlangganan atau nontunai seperti QRIS atau voucher, saya ingin memastikan satu jukir ini dapat berapa. Kalau begini jelas, dapat Rp400 ribu, dapat Rp300 ribu, siapa yang bermain kelihatan nanti," ucapnya.
Terkait penolakan skema parkir nontunai dari PJS, Eri menyatakan siap apabila harus duduk satu meja membahas solusi permasalahan.
"Nanti paguyuban kami ajak bicara Surabaya selalu bermusyawarah," kata dia.
Sebelumnya, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya mengupayakan agar metode pembayaran nontunai dalam bentuk uang elektronik atau QRIS di kawasan parkir tepi jalan umum bisa berjalan.
Kepala UPT Parkir Dishub Kota Surabaya Jeane Taroreh mengatakan metode pembayaran nontunai untuk mencegah kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari retribusi parkir.
Dishub setempat, pada Senin, 8 Januari 2023 mulai melaksanakan sosialisasi penggunaan uang elektronik untuk membayar parkir di parkir tepi jalan.
Sosialisasi tersebut agar mempermudah penerapan tarif parkir dengan sistem digital, baik itu bagi juru parkir maupun masyarakat umum.
"Parkir tepi jalan umum di data eksisting kami 1.370-an titik, harapannya bisa dilaksanakan dengan digitalisasi," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
"Karena saya melakukan parkir dengan QRIS atau parkir berlangganan ini untuk menaikkan pendapatan jukir secara jelas," kata Eri melalui keterangan resmi yang diterima di Surabaya, Rabu.
Eri menjelaskan tarif parkir dengan QRIS memiliki skema bagi hasil antara Dinas Perhubungan (Dishub) dan para jukir yang ada di Kota Surabaya.
Pembagian tarif parkir yang masuk, yakni sebesar 60-40 persen. Besaran persentase pemasukan dari tarif parkir ke jukir nantinya langsung masuk ke rekening pribadi.
"Jadi kalau jukir dapat 40 persen di wilayah itu, misalnya pendapatan Rp1 juta, maka dia bisa membawa pulang Rp400.000 per hari," ujarnya.
Kemudian, dari jumlah 40 persen yang masuk ke jukir, nantinya hanya lima persen dari total pendapatan harian diperuntukkan untuk Kepala Pelataran (katar).
Namun, langkah yang diterapkan oleh pemerintah kota (pemkot) melalukan Dishub Surabaya mendapatkan tidak disetujui jukir yang tergabung di dalam Paguyuban Juru Parkir Surabaya (PJS).
Padahal, kata dia skema tersebut bertujuan agar tidak ada anggapan pemotongan persentase bagi jukir yang dilakukan oleh oknum petugas Dishub setempat maupun pihak-pihak tak bertanggung jawab yang coba mengambil keuntungan.
Lebih lanjut, dengan begitu para jukir bisa mendapatkan secara penuh pendapatan harian dari kawasan parkir.
Tak hanya itu, langkah penerapan metode pembayaran parkir TJU juga untuk mengantisipasi kebocoran pendapatan asli daerah (PAD) yang masuk dari retribusi parkir.
"Jelas tidak dipotong-potong. Jadi dengan model parkir berlangganan atau nontunai seperti QRIS atau voucher, saya ingin memastikan satu jukir ini dapat berapa. Kalau begini jelas, dapat Rp400 ribu, dapat Rp300 ribu, siapa yang bermain kelihatan nanti," ucapnya.
Terkait penolakan skema parkir nontunai dari PJS, Eri menyatakan siap apabila harus duduk satu meja membahas solusi permasalahan.
"Nanti paguyuban kami ajak bicara Surabaya selalu bermusyawarah," kata dia.
Sebelumnya, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya mengupayakan agar metode pembayaran nontunai dalam bentuk uang elektronik atau QRIS di kawasan parkir tepi jalan umum bisa berjalan.
Kepala UPT Parkir Dishub Kota Surabaya Jeane Taroreh mengatakan metode pembayaran nontunai untuk mencegah kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari retribusi parkir.
Dishub setempat, pada Senin, 8 Januari 2023 mulai melaksanakan sosialisasi penggunaan uang elektronik untuk membayar parkir di parkir tepi jalan.
Sosialisasi tersebut agar mempermudah penerapan tarif parkir dengan sistem digital, baik itu bagi juru parkir maupun masyarakat umum.
"Parkir tepi jalan umum di data eksisting kami 1.370-an titik, harapannya bisa dilaksanakan dengan digitalisasi," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024