Oleh Zumrotun Solicha Lumajang - Indonesia merupakan negara yang kaya akan tanaman buah-buahan, bahkan hampir di setiap daerah memiliki sentra dan produksi buah lokal unggulan yang dikembangkan oleh pemerintah kabupaten setempat. Potensi alam Indonesia sangat mendukung untuk pengembangan buah-buahan tropis menjadi komoditas unggulan karena Indonesia mempunyai iklim dan lahan yang memungkinkan pada musim panen yang berbeda antardaerah. Selain potensi lahan, Indonesia juga mempunyai potensi yang sangat besar dalam plasma nutfah buah-buahan karena dengan kekayaan plasma nutfah tersebut, seharusnya Indonesia mempunyai varietas/klon buah-buahan yang unggul. Namun, sejauh ini peran buah-buahan Indonesia dalam meningkatkan pendapatan maupun devisa belum berarti, walaupun sebenarnya permintaan buah-buahan di luar negeri sangat tinggi baik untuk konsumsi segar maupun untuk bahan baku industri. Seperti buah pisang yang dapat dtemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia karena iklim untuk menanam buah pisang tersebut cocok di daerah manapun di Indonesia, sehingga sentra produksi pisang dapat dijumpai di beberapa provinsi seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Jambi, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Beberapa jenis pisang yang dikenal masyarakat antara lain pisang raja, pisang barangan, pisang ambon, pisang jambe, pisang raja sere, pisang kepok, pisang mas, dan pisang hijau. Sebagian jenis pisang tersebut dapat dijadikan komoditas ekspor. Data di Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian di Kementerian Pertanian mencatat bahwa ekspor pisang Indonesia dari tahun 1999 sudah mencapai 77.472,68 ton dengan nilai 14.073.670 dolar AS dan tahun 2000 volume ekspor menurun, sedangkan volume ekspor pada tahun 2002 sebesar 512,27 ton senilai 979.730 dolar AS. Kementerian Pertanian juga menyebutkan bahwa beberapa jenis pisang yang mempunyai peluang untuk dikembangkan menjadi komoditas ekspor yakni jenis pisang mas, pisang raja, pisang ambon dan pisang raja bulu. Di beberapa negara seperti Thailand, Filipina, Malaysia dan Ekuador, pisang komoditas ekspor diusahakan secara perkebunan, tentu dengan kemasan dan "packing" yang baik untuk di ekspor. "Buah lokal yang dikemas cukup bagus dan sedikit sentuhan teknologi dapat menjadikan produk-produk lokal di daerah bisa menembus pasar ekspor di berbagai negara," kata Menteri Pertanian Suswono saat melakukan kunjungan kerja di "Kampung Pisang Mas Kirana" yang berada di Desa Kandang Tepus, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Kamis sore (3/11). Menurut dia, Indonesia harus menyesuaikan selera pasar dunia dengan mengurangi penggunaan zat berbahaya dan penerapan praktik pertanian yang baik (Good Agricultural Practices), agar buah lokal layak untuk di ekspor dan tidak ditolak pasar dunia. "Pisang mas kirana yang dikembangkan di Desa Kandang Tepus, Kecamatan Senduro, punya potensi untuk dikembangkan sebagai komoditas ekspor karena bentuk dan kualitasnya bagus," ucap politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu. Saat ini, kata dia, Indonesia memiliki kesempatan emas untuk merebut pasar di Singapura karena Thailand dilanda bencana banjir dan diharapkan Indonesia bisa menggantikan posisi Thailand di Singapura. Singapura, lanjut dia, sudah membuka diri untuk produk buah dan sayur dari Indonesia dan para importir siap datang, asalkan kualitas buahnya sesuai dengan selera pasar dunia dan tidak ada kandungan zat berbahaya. "Peluang ekspor pisang mas kirana ke Singapura saat ini cukup baik dan diharapkan bisa menggantikan posisi Thailand yang menyuplai buah dan sayur ke Singapura," ucapnya, menambahkan. Suswono mengemukakan jumlah ekspor produk sayur dan buah-buahan ke Singapura masih sekitar 10 persen dan diharapkan Indonesia bisa meningkatkan jumlah produksi dan pasokan ke negara tersebut. Kendala Ekspor Dukungan Menteri Pertanian untuk menjadikan pisang mas kirana disambut baik oleh sejumlah kelompok tani yang tergabung dalam gabungan kelompok tani (gapoktan) "Raja Mas" yang mengembangkan sentra pisang mas kirana di Desa Kandang Tepus. Ketua Gapoktan "Raja Mas" Achmad Cholis mengatakan bentuk buah dan rasa manis buah pisang mas kirana menjadi salah satu faktor peluang untuk diekspor ke beberapa negara. Kandungan gizi yang terdapat dalam setiap buah pisang matang adalah 99 kalori, protein 1,2 gram, lemak 0,2 gram, karbohidrat 25,8 mg, serat 0,7 gram, kalsium 8 mg, fosfor 28 mg, besi 0,5 mg, vitamin A 44 RE, vitamin B 0,08 mg, vitamin C sebanyak 3 mg dan air 72 gram. "Beberapa keunggulan pisang mas kirana dibandingkan pisang lain yakni hanya dapat tumbuh di lereng Gunung Semeru, ukurannya pas sebagai buah segar, penampilannya cantik, kandungan gizinya cukup banyak," tuturnya. Budi daya pisang mas kirana dikembangkan di tiga kecamatan di lereng Gunung Semeru yang memiliki ketinggian 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl) yakni di Kecamatan Senduro, Pasrujambe, dan kini diperluan ke Kecamatan Gucialit. Secara keseluruhan produksi pisang mas kirana di tiga kecamatan tersebut sebanyak 216.515 kuintal per hektare per tahun. Bahkan, pemerintah pusat melalui Menteri Pertanian sudah mengeluarkan keputusan dengan Nomor : 516/Kpts/SR.120/12/2005 yang menyatakan bahwa pisang mas kirana sebagai varietas unggul di Kabupaten Lumajang dan sudah mendapat sertifikasi. Menurut Achmad, sebagian besar warga di Desa Kandang Tepus menjadi petani pisang mas kirana dengan bantuan bimbingan dari petugas penyuluh lapangan karena banyak warga yang tertarik menanam pisang mas kirana karena keuntungannya cukup besar. "Petani mampu mendapatkan penghasilan sebesar Rp32 juta per tahun per hektare dengan melakukan budi daya pisang mas kirana, sehingga banyak warga yang beralih menanam pisang mas kirana tersebut," paparnya, menjelaskan. Luas kebun pisang mas kirana di Kecamatan Senduro sekitar 425 hektare dan 75 persen di antaranya dari Desa Kandang Tepus, dengan produksi sekitar 250 ton per tahun, tuturnya. Pisang mas kirana di Desa Kandang Tepus dipasarkan di sejumlah daerah seperti Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Tangerang, dan Jakarta, dengan permintaan sebanyak 350 ton per tahun. "Para petani tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar karena berbagai faktor, namun pengembangan budi daya pisang mas kirana terus dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar," katanya, menambahkan. Kendati demikian, lanjut dia, petani terus melakukan terobosan untuk membudidayakan pisang mas kirana, agar komoditas buah khas Kabupaten Lumajang tersebut bisa masuk di pasar ekspor. "Perluasan dan peremajaan menjadi salah satu kendala petani untuk mengembangkan budi daya pisang mas kirana, sehingga faktor itu menghambat keinginan petani untuk meningkatkan jumlah produksi," ujarrnya. Ia menjelaskan, perawatan pisang mas kirana tidak terlalu sulit, namun sebelum berbuah anak pisang harus diatur yakni maksimal tiga anak pisang dalam satu induk. "Tanaman pisang itu dipupuk dengan menggunakan pupuk kandang dan dalam waktu tiga bulan. Buah itu akan mengeluarkan jantung pisang dan petani harus membungkus pisang dengan plastik, agar tidak terkena penyakit dan buah pisang tetap bersih dari debu," jelasnya. Setelah matang, kemudian pisang dikemas ke dalam kardus dan segera dikirim ke sejumlah distributor yang memasarkan di luar Kabupaten Lumajang. "Agar buah pisang tidak rusak, pisang yang dikemas dalam kardus diberi penyangga. Satu kardus berisi sekitar 11-12 sisir pisang, dengan berat bersih sekitar 11 kilogram," katanya, menjelaskan. Harga pisang mas kirana dengan "grade" A sebesar Rp4 ribu perkilogram yang dipasarkan ke sejumlah pasar swalayan melalui distributor di Jakarta dan Tangerang, sedangkan pisang mas kirana "grade" B harganya Rp2 ribu perkilogram yang dipasarkan di dalam Kabupaten Lumajang. Sementara petugas penyuluh lapangan Kecamatan Senduro, Lili, mengatakan potensi ekspor pisang mas kirana ke beberapa negara cukup baik, namun petani belum mampu memenuhi kebutuhan pasar di dalam negeri. "Pisang mas kirana pernah dicoba untuk dipasarkan ke China dengan mengirimkan sebanyak dua kontainer yang masing-masing kontainer berisi 12 ton dan respon di sana cukup bagus," tuturnya. Selain di China, pisang mas kirana juga pernah dicoba dipasarkan ke Singapura, Jepang, dan Taiwan, namun dari segi volume masih kurang dan kualitas buah perlu ditingkatkan karena petani di Lumajang belum mampu memenuhi kebutuhan pisang di dalam negeri. "Untuk mengarah kepada ekspor, petani harus melakukan registrasi kebun dan petani pisang mas kirana sudah mendapatkan sertifikat prima tiga, yang menjadi salah satu syarat komoditas yang akan di ekspor ke luar negeri," katanya, menjelaskan. Menurut Lili, produksi pisang mas kirana di Kecamatan Senduro dipasarkan oleh dua distributor besar yakni CV Sewu Segar Nusantara di Tangerang dan PT Mulya Raya di Jakarta, selanjutnya didistribusikan ke sejumlah pasar swalayan di sejumlah daerah. "Petani di sini ingin sekali untuk memasarkan pisang mas yang tumbuh di lereng Gunung Semeru ke pasar internasional, namun alangkah lebih baiknya memenuhi pasar dalam negeri lebih dahulu dibandingkan melakukan ekspor ke luar negeri," paparnya. Ia menuturkan petani pisang mas kirana di Lumajang melakukan kemitraan dengan PT BNI 1946 sejak tahun 2009 dengan cara pemberian kredit lunak kepada petani di tiga kecamatan yakni Kecamatan Senduro, Pasrujambe, dan Gucilalit. Jumlah debitur yang sudah ada sebanyak 76 orang petani dan modal yang sudah diberikan oleh pihak BNI mencapai Rp1,547 miliar dengan bunga 0,5 persen atau 6 persen per tahun. Jangka waktu kredit selama tiga tahun dan rata-rata petani mendapatkan pinjaman sebesar Rp10 hingga Rp30 juta. Produksi buah lokal sebenarnya tidak kalah dengan buah dari beberapa negara lain, namun perlu mendapat "sentuhan" teknologi yang cukup baik dari sisi praktik pertanian dan pemasaran yang harus didukung oleh pemerintah, agar buah lokal di Indonesia bisa tembus ke pasar dunia.(*) (zicha_hiune@yahoo.co.id)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011