Kediri - Pemerintah Kota Kediri siap menjadi mediator antara warga dengan Perum Jasa Tirta Asa II, terkait dengan larangan memanfaatkan bantaran Sungai Brantas untuk bangunan. "Kami siap saja jika menjadi mediator. Yang jelas, pemkot tetap akan mewadahi, mencarikan tempat untuk mereka berjualan," kata Wakil Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar, dikonfirmasi terkait dengan kebijakan pemkot tentang larangan Perum Jasa Tirta Asa II Kediri agar warga tidak bermukim di bantaran Sungai Brantas, Selasa. Ia mengatakan, aset milik pemkot masih cukup banyak. Pihaknya siap mencarikan lokasi untuk warga bisa kembali menata ekonominya, dengan berjualan jika tetap akan dilakukan penggusuran. "Aset pemkot kan banyak, bisa di mana saja. Yang jelas, kebijakan dari Jasa Tirta tentunya bisa dimengerti, untuk mengantisipasi risiko yang kemungkinan terjadi, seperti saat banjir," ujarnya. Ia juga mengingkatkan, bantaran sungai itu bukanlah tempat tinggal yang memang harus dikosongkan atau tidak ditempati. Jika itu dilanggar, dikhawatirkan bisa merusak bantaran sungai, bahkan jika ada banjir tentunya yang akan disalahkan adalah Jasa Tirta jika kemudian ada korban jiwa. Sebelumnya, para pemilik warung di sepanjang bantaran Sungai Brantas wilayah Kota Kediri, Jawa Timur, menolak rencana penggusuran yang akan dilakukan oleh Perum Jasa Tirta Asa II Kediri. Mereka akan tetap bertahan, bahkan jika dilakukan penggusuran. "Kami akan tetap bertahan di sini. Warung ini adalah sumber pendapatan kami. Jika diusir, nantinya mau makan apa," kata Ketua Paguyuban Pedagang Wisata Bantaran Brantas, Yugo Nugroho. Ia mengatakan, keberadaan warung itu, selain membantu ekonomi warga, juga mengurangi tindak kriminal, mengingat lokasi itu dulu adalah tempat yang sepi, dan karena ada warung-warung yang berjualan di bantaran sungai itu kini ramai. "Dulu tempat ini sepi. Dengan adanya warung-warung ini, banyak pemuda yang dulunya pengangguran menjadi punya kesibukan. Tempat ini sekarang juga lebih aman, daripada dulu, tidak ada tindak kriminal yang terjadi seperti asusila dan aksi penodongan," ucapnya, berdalih. Yugo juga mengatakan, warga tidak ingin merusak bantaran sungai melainkan hanya untuk mencari nafkah. Dan, selama ini dengan berdirinya warung-warung di sepanjang bantaran sungai itu, warga cukup terbantu. Pihaknya bahkan menilai, dengan warung itu akan menambah referensi kuliner di Kota Kediri. Selama ini, kuliner Kediri identik dengan Jalan Doho, yang menyajikan makanan berupa nasi pecel. Surat untuk rencana penggusuran juga sudah diberikan kepada para pedagang. Bahkan, pihak Jasa Tirta juga sudah koordinasi dengan Satpol PP Kota Kediri untuk rencana penertiban. Jumlah warung di bantaran sungai memang tiap waktu semakin banyak. Awalnya, pada 2009 lalu hanya ada lima warung, namun saat ini sudah ada sekitar 45 warung. Mereka berjualan makanan dan minuman. Biasanya, para pengunjung selain remaja dan anak-anak sekolah, juga banyak dari masyarakat umum yang singgah hanya untuk melepaskan lelah. Sementara itu, Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban Satpol PP Kota Kediri, Djati Utomo mengatakan tinggal menunggu perintah untuk penertiban. Pihaknya siap jika sewaktu-waktu diminta untuk menertibkan. "Kalau kami hanya melaksakana tugas. Jika mereka dinilai melanggar ketertiban, tentunya kami juga akan bergerak," kata Djati. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011