Hasil analisis lembaga pemerhati perubahan iklim Climate Central menunjukkan bahwa November 2022 sampai Oktober 2023 merupakan periode terpanas sepanjang sejarah.
Menurut hasil analisis terkini Climate Central, selama periode itu rata-rata temperatur global 1,3 derajat Celsius di atas temperatur pada masa pra-industri.
"Rekor akan terus terjadi pada tahun depan, terutama ketika El Nino semakin meningkat, dampaknya menyebabkan panas yang tidak biasa," kata Wakil Presiden Bidang Sains Climate Central Andrew Pershing dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat.
Ia menyampaikan bahwa dampak iklim parah terjadi di negara-negara berkembang di khatulistiwa dan gelombang panas ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim melanda Amerika Serikat, India, Jepang, dan Eropa.
Kondisi itu menggarisbawahi bahwa tidak ada yang aman dari dampak perubahan iklim.
Menurut hasil Studi Climate Central, sebagai salah satu negara Asia yang beriklim tropis Indonesia juga mengalami kenaikan suhu dalam setahun terakhir.
Baca juga: Juli 2021, terpanas dalam 142 tahun terakhir
Berdasarkan perhitungan Indeks Pergeseran Iklim, Indonesia menempati urutan teratas di antara negara-negara anggota G20 dengan angka rata-rata 2,4, mengalahkan Arab Saudi (2,3) dan Meksiko (2,1).
Hasil analisis Climate Central pada 14 kota di Indonesia menunjukkan bahwa ada sembilan kota yang mengalami hari terpanas beruntun.
Jakarta dan Tangerang tercatat mengalami hari terpanas beruntun selama 17 hari, membuat kedua kota itu bersama dengan New Orleans di Amerika Serikat menempati urutan kedua dalam daftar kota-kota dunia dengan hari terpanas beruntun.
Kota Houston di Amerika Serikat berada di peringkat teratas dalam daftar itu dengan 22 hari terpanas beruntun.
Hasil studi juga menunjukkan bahwa sebanyak 7,8 miliar jiwa atau 99 persen dari umat manusia mengalami suhu hangat di atas rata-rata selama November 2022 sampai Oktober 2023.
Hanya Islandia dan Lesotho yang suhunya tercatat lebih dingin dari biasanya selama periode itu.
Prof Edvin Aldrian, peneliti BRIN yang menjadi penulis Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change, kenaikan suhu sebesar 1,5 derajat Celsius dikhawatirkan lebih cepat terjadi dari yang diperkirakan pada 2030 dengan kondisi kenaikan suhu saat ini.
"Memang ada faktor-faktor alam seperti fenomena El Nino, atau posisi matahari yang mendekati Bumi, tetapi aktivitas manusialah yang paling banyak memengaruhi kenaikan suhu global ini," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
Menurut hasil analisis terkini Climate Central, selama periode itu rata-rata temperatur global 1,3 derajat Celsius di atas temperatur pada masa pra-industri.
"Rekor akan terus terjadi pada tahun depan, terutama ketika El Nino semakin meningkat, dampaknya menyebabkan panas yang tidak biasa," kata Wakil Presiden Bidang Sains Climate Central Andrew Pershing dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat.
Ia menyampaikan bahwa dampak iklim parah terjadi di negara-negara berkembang di khatulistiwa dan gelombang panas ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim melanda Amerika Serikat, India, Jepang, dan Eropa.
Kondisi itu menggarisbawahi bahwa tidak ada yang aman dari dampak perubahan iklim.
Menurut hasil Studi Climate Central, sebagai salah satu negara Asia yang beriklim tropis Indonesia juga mengalami kenaikan suhu dalam setahun terakhir.
Baca juga: Juli 2021, terpanas dalam 142 tahun terakhir
Berdasarkan perhitungan Indeks Pergeseran Iklim, Indonesia menempati urutan teratas di antara negara-negara anggota G20 dengan angka rata-rata 2,4, mengalahkan Arab Saudi (2,3) dan Meksiko (2,1).
Hasil analisis Climate Central pada 14 kota di Indonesia menunjukkan bahwa ada sembilan kota yang mengalami hari terpanas beruntun.
Jakarta dan Tangerang tercatat mengalami hari terpanas beruntun selama 17 hari, membuat kedua kota itu bersama dengan New Orleans di Amerika Serikat menempati urutan kedua dalam daftar kota-kota dunia dengan hari terpanas beruntun.
Kota Houston di Amerika Serikat berada di peringkat teratas dalam daftar itu dengan 22 hari terpanas beruntun.
Hasil studi juga menunjukkan bahwa sebanyak 7,8 miliar jiwa atau 99 persen dari umat manusia mengalami suhu hangat di atas rata-rata selama November 2022 sampai Oktober 2023.
Hanya Islandia dan Lesotho yang suhunya tercatat lebih dingin dari biasanya selama periode itu.
Prof Edvin Aldrian, peneliti BRIN yang menjadi penulis Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change, kenaikan suhu sebesar 1,5 derajat Celsius dikhawatirkan lebih cepat terjadi dari yang diperkirakan pada 2030 dengan kondisi kenaikan suhu saat ini.
"Memang ada faktor-faktor alam seperti fenomena El Nino, atau posisi matahari yang mendekati Bumi, tetapi aktivitas manusialah yang paling banyak memengaruhi kenaikan suhu global ini," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023