Tangannya begitu lihai mengocok kartu. Sesekali ia menghisap rokok dan mulai membaca mantra. Dia melihat wajah pasiennya dengan seksama, lalu mulai menebak karakter dari si pasien.
Selanjutnya pasien diminta untuk mengambil kartu dengan tangan kiri dan berdoa. Sambil terus mengamati wajah pasien, dia mulai memprediksi apa yang akan dilalui si pasien. Ada yang ramalannya baik, ada pula yang kurang baik.
"Anda bisa sukses asal konsisten menjalani karir anda saat ini," kata peramal tarot asal Surabaya, Lisa Tandjung Sutanto atau terkenal disapa Lisa Woon.
Kepada ANTARA, Lisa Woon mengaku jika awalnya dia adalah wanita karir seperti pada umumnya. Namun karena merasa tidak pernah menemukan kenyamanan dalam hidup, dia menekuni profesi sebagai peramal tarot.
Di kehidupannya, Lisa Woon menjanda sejak usia 26 tahun. Menjadi single parents di usia cukup muda membuat dia membanting tulang untuk menghidupi anak semata wayangnya.
Tercatat, bekerja di perusahaan valas jadi marketing sampai manajer dia jalani. Namun, kondisi keuangan justru naik turun dan tidak karuan, hidup Lisa Woon seakan tidak ada lancarnya. Sempat bekerja hingga Australia, lalu ditipu orang dengan jumlah uang cukup besar pernah dia alami.
"Setelah naik turun, di umur 33 tahun ingin punya hidup baru. Waktu itu marketing. Punya kontak 1.200 orang pengusaha di ponsel Blackberry saya hapus. Capek, pengin punya hidup bahagia. Terus saya diajak teman di Pringgondani, Gunung Lawu untuk ketemu Eyang Notonegoro. Di sana saya curhat, ingin hidup bahagia," ujarnya.
Sepulang dari Pringgondani, Lisa Woon merasa lebih baik, masalahnya selesai. Namun, tidak mau lagi jabatan marketing dan menjalani hidup biasa. Dia pun menolak tawaran kerja dengan gaji Rp10 juta per bulan, tujuannya satu ingin menjalani hidup membumi.
"Sebenarnya saya indigo dari kecil, tapi bodoh karena berpikir bahwa semua orang juga sama (indigo)," katanya.
"Suatu hari ketemu tukang becak, di dalam mobil menangis, tukang becak pas hujan di dalam becak malah ketawa-ketawa. Sejak saat itu berpikir untuk mencari kebahagiaan," tuturnya sembari menegaskan bahwa peristiwa itulah yang membuatnya semakin mantab untuk memulai lembaran baru dan fokus hanya untuk hidup mencari kebahagiaan.
Perkenalan dengan tarot
Lisa pun pindah ke Bali dengan maksud mencari hidup yang lebih tenang. Di Pulau Dewata itu, kehidupan sangat keras dia rasakan. Dari tidak bisa makan sampai dikasih makan anak pantai. Makan mie instan sampai diare juga pernah Lisa Woon rasakan.
"Saya pindah ke Hindu, tepatnya Hindu Kejawen. Saya suka pura karena adatnya. Di Pura percaya bahwa ada karma, menanam sesuatu akan menuai sesuatu," ucapnya.
Saat melakukan sembahyang di pura, ia dibuat kaget karena dupa bisa berbicara. Sejenak merasa seolah gila dan tidak mau sembahyang. Saat merasa seperti gila, Lisa justru mendapat mimpi oleh sesosok eyang dan diminta untuk berhenti kerja.
Meski begitu, permintaan berhenti kerja tak serta merta langsung dilakukan, sudah punya anak yang harus dinafkahi alasannya.
Setelah peristiwa tersebut, Lisa Woon dikasih kartu tarot oleh temannya supaya tidak lagi membaca ramalan melalui dupa. Saat usianya mencapai 34 tahun, dia mantap berprofesi sebagai peramal tarot.
"Pertama kerja (sebagai) peramal tarot dibayar rokok satu bungkus, dihina pernah, dilabrak, lalu dapat suami dan anak dari sini. Tapi sejak itu memang saya tidak kaya, tapi bahagia," ujarnya.
Menjadi peramal tarot membuatnya mengalami berbagai macam hal dalam hidupnya, baik dan buruk. Sering disantet oleh seseorang, tapi seketika mendapatkan penolong, dia disembuhkan.
Berbagi melalui kartu
Di pekerjaannya sebagai peramal, wanita yang kini berusia 42 tahun tersebut tak pernah sekalipun melakukan promosi. Dia dikenal dari mulut satu ke mulut yang lain. Yang paling penting, dia tak pernah memperjualbelikan keahliannya sebagai peramal tarot.
"Orang justru tahunya dari mulut ke mulut, karena punya ilmu gratis maka tidak diperjualbelikan. Ini ilmu dari Tuhan, kalau sudah diperjualbelikan maka sudah tidak keren," katanya.
Sebagai peramal dia mengakui bahwa ramalannya tidak 100 persen benar. Kebenaran dari ramalan yang dia lakukan paling besar hanya 90 persen. Sebab, kata Lisa, kebenaran 100 persen hanya milik Tuhan.
Ibu dua anak ini menegaskan tarot bisa dipelajari dan ada komunitas. Tapi, orang yang mau belajar tarot diimbau menguatkan ibadahnya karena akan mendapat bisikan dan petunjuk dari Tuhan atau dari mahkluk lain.
"Kebanyakan orang yang sudah bergerak di bidang ini 90 persen tidak bisa bekerja normal. Pantangan orang spiritual ada tiga, yakni lawan jenis, kekuasaan dan uang," katanya.
Selain itu, tidak ada syarat khusus untuk diramal. Hanya, setiap hari Lisa Woon selalu membaca mantra, meditasi. Sebab, menurut dia, kalau hubungan dengan di Atas tidak bagus maka hasilnya juga gitu.
"Yang pasti melalui pekerjaan ini saya ingin berbagi kebaikan," ujar ibu dua anak tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
Selanjutnya pasien diminta untuk mengambil kartu dengan tangan kiri dan berdoa. Sambil terus mengamati wajah pasien, dia mulai memprediksi apa yang akan dilalui si pasien. Ada yang ramalannya baik, ada pula yang kurang baik.
"Anda bisa sukses asal konsisten menjalani karir anda saat ini," kata peramal tarot asal Surabaya, Lisa Tandjung Sutanto atau terkenal disapa Lisa Woon.
Kepada ANTARA, Lisa Woon mengaku jika awalnya dia adalah wanita karir seperti pada umumnya. Namun karena merasa tidak pernah menemukan kenyamanan dalam hidup, dia menekuni profesi sebagai peramal tarot.
Di kehidupannya, Lisa Woon menjanda sejak usia 26 tahun. Menjadi single parents di usia cukup muda membuat dia membanting tulang untuk menghidupi anak semata wayangnya.
Tercatat, bekerja di perusahaan valas jadi marketing sampai manajer dia jalani. Namun, kondisi keuangan justru naik turun dan tidak karuan, hidup Lisa Woon seakan tidak ada lancarnya. Sempat bekerja hingga Australia, lalu ditipu orang dengan jumlah uang cukup besar pernah dia alami.
"Setelah naik turun, di umur 33 tahun ingin punya hidup baru. Waktu itu marketing. Punya kontak 1.200 orang pengusaha di ponsel Blackberry saya hapus. Capek, pengin punya hidup bahagia. Terus saya diajak teman di Pringgondani, Gunung Lawu untuk ketemu Eyang Notonegoro. Di sana saya curhat, ingin hidup bahagia," ujarnya.
Sepulang dari Pringgondani, Lisa Woon merasa lebih baik, masalahnya selesai. Namun, tidak mau lagi jabatan marketing dan menjalani hidup biasa. Dia pun menolak tawaran kerja dengan gaji Rp10 juta per bulan, tujuannya satu ingin menjalani hidup membumi.
"Sebenarnya saya indigo dari kecil, tapi bodoh karena berpikir bahwa semua orang juga sama (indigo)," katanya.
"Suatu hari ketemu tukang becak, di dalam mobil menangis, tukang becak pas hujan di dalam becak malah ketawa-ketawa. Sejak saat itu berpikir untuk mencari kebahagiaan," tuturnya sembari menegaskan bahwa peristiwa itulah yang membuatnya semakin mantab untuk memulai lembaran baru dan fokus hanya untuk hidup mencari kebahagiaan.
Perkenalan dengan tarot
Lisa pun pindah ke Bali dengan maksud mencari hidup yang lebih tenang. Di Pulau Dewata itu, kehidupan sangat keras dia rasakan. Dari tidak bisa makan sampai dikasih makan anak pantai. Makan mie instan sampai diare juga pernah Lisa Woon rasakan.
"Saya pindah ke Hindu, tepatnya Hindu Kejawen. Saya suka pura karena adatnya. Di Pura percaya bahwa ada karma, menanam sesuatu akan menuai sesuatu," ucapnya.
Saat melakukan sembahyang di pura, ia dibuat kaget karena dupa bisa berbicara. Sejenak merasa seolah gila dan tidak mau sembahyang. Saat merasa seperti gila, Lisa justru mendapat mimpi oleh sesosok eyang dan diminta untuk berhenti kerja.
Meski begitu, permintaan berhenti kerja tak serta merta langsung dilakukan, sudah punya anak yang harus dinafkahi alasannya.
Setelah peristiwa tersebut, Lisa Woon dikasih kartu tarot oleh temannya supaya tidak lagi membaca ramalan melalui dupa. Saat usianya mencapai 34 tahun, dia mantap berprofesi sebagai peramal tarot.
"Pertama kerja (sebagai) peramal tarot dibayar rokok satu bungkus, dihina pernah, dilabrak, lalu dapat suami dan anak dari sini. Tapi sejak itu memang saya tidak kaya, tapi bahagia," ujarnya.
Menjadi peramal tarot membuatnya mengalami berbagai macam hal dalam hidupnya, baik dan buruk. Sering disantet oleh seseorang, tapi seketika mendapatkan penolong, dia disembuhkan.
Berbagi melalui kartu
Di pekerjaannya sebagai peramal, wanita yang kini berusia 42 tahun tersebut tak pernah sekalipun melakukan promosi. Dia dikenal dari mulut satu ke mulut yang lain. Yang paling penting, dia tak pernah memperjualbelikan keahliannya sebagai peramal tarot.
"Orang justru tahunya dari mulut ke mulut, karena punya ilmu gratis maka tidak diperjualbelikan. Ini ilmu dari Tuhan, kalau sudah diperjualbelikan maka sudah tidak keren," katanya.
Sebagai peramal dia mengakui bahwa ramalannya tidak 100 persen benar. Kebenaran dari ramalan yang dia lakukan paling besar hanya 90 persen. Sebab, kata Lisa, kebenaran 100 persen hanya milik Tuhan.
Ibu dua anak ini menegaskan tarot bisa dipelajari dan ada komunitas. Tapi, orang yang mau belajar tarot diimbau menguatkan ibadahnya karena akan mendapat bisikan dan petunjuk dari Tuhan atau dari mahkluk lain.
"Kebanyakan orang yang sudah bergerak di bidang ini 90 persen tidak bisa bekerja normal. Pantangan orang spiritual ada tiga, yakni lawan jenis, kekuasaan dan uang," katanya.
Selain itu, tidak ada syarat khusus untuk diramal. Hanya, setiap hari Lisa Woon selalu membaca mantra, meditasi. Sebab, menurut dia, kalau hubungan dengan di Atas tidak bagus maka hasilnya juga gitu.
"Yang pasti melalui pekerjaan ini saya ingin berbagi kebaikan," ujar ibu dua anak tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023