Dosen Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Migrant Care memaparkan naskah akademik rancangan peraturan daerah (Raperda) Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa.

"Ada beberapa alasan Raperda Pelindungan Pekerja Migran Indonesia sangat mendesak diperlukan di Jember di antaranya jumlah PMI tidak sesuai prosedur cukup tinggi, kasus pekerja yang bermasalah hukum, skill calon PMI yang rendah, dan Jatim punya Perda tentang Pelindungan PMI," kata Ketua Tim Penyusunan Naskah Akademik Raperda Pelindungan PMI Jember Dr Fauziyah dalam FGD tersebut.

Berdasarkan Data Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) terjadi peningkatan yang signifikan di Jember dengan tren kenaikan jumlah PMI sebesar 73,28 persen dari tahun 2021 sampai dengan Januari 2023 (5,4 juta nonprosedural).

Data BP2MI juga menyebutkan bahwa sebanyak 184 kasus pemulangan PMI asal Jember dari tahun 2022 hingga September 2023 dengan kasus pemulangan PMI paling banyak karena PMI terkendala, meninggal dunia, dan repatriasi.

"Tahun 2023 terdapat 10 kasus dengan modus perekrutan sebagai pekerja kantor, namun realitanya justru dipekerjakan menjadi scammer/penipu melalui jaringan daring dan terdapat kasus pekerja migran Indonesia terindikasi terpapar nilai-nilai radikalisme dan terorisme," katanya.

Baca juga: PMI Jember distribusikan air bersih 260.000 liter ke daerah kekeringan

Fauziyah mengatakan tujuan Raperda Pelindungan PMI Jember untuk memberikan perlindungan hukum yang jelas dan pasti bagi pekerja migran baik hak-haknya maupun kewajiban.

"Selain itu, Raperda juga dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan dan eksploitasi terhadap pekerja migran, serta meningkatkan kesejahteraan pekerja migran dan keluarganya," ujarnya.

Dosen Unmuh Jember juga melakukan survei terkait identifikasi tantangan dan upaya pelindungan PMI Jember dengan melibatkan 200 responden di empat desa yakni Desa Dukuh Dempok di Kecamatan Wuluhan, Desa Sabrang dan Desa Ambulu di Kecamatan Ambulu, serta Desa Wonoasri di Kecamatan Tempurejo.

Berdasarkan hasil survei bahwa 61 persen responden tidak memiliki jaminan sosial selama penempatan di luar negeri, sehingga hanya 39 responden yang mendapatkan jaminan sosial.

"Hal itu mengindikasikan bahwa mayoritas besar responden tidak memiliki akses terhadap asuransi atau jaminan sosial. Kepemilikan asuransi atau jaminan sosial dapat menjadi faktor penting dalam konteks perlindungan PMI," kata dosen Unmuh Jember Binaridha Kusuma Ningtyas dalam paparan surveinya.

Ia mengatakan sebanyak 26 responden menyatakan tidak memiliki kesempatan untuk beribadah sesuai agamanya, sembilan responden pernah mengalami kekerasan fisik, satu responden pernah mengalami kekerasan seksual, dan 92 responden mengaku tidak bisa mengakses fasilitasi bantuan hukum.

Dalam FGD tersebut, beberapa elemen hadir di antaranya kepala desa, aktivis Desbumi, penyalur resmi PMI, imigrasi dan instansi yang berkompeten untuk memberikan masukan agar draf naskah akademik itu dapat menjadi lebih sempurna sebagai acuan penyusunan Raperda Pelindungan PMI Jember.

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Taufik


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023