Surabaya - Konsul Jenderal AS di Surabaya Kristen F Bauer menghadiri peringatan Hari Batik yang digelar "Sjarikat Poesaka Soerabaia" atau "Surabaya Heritage Society" di Grha Wismilak, Surabaya, Minggu. "Saya suka (dengan batik), tapi saya tidak menyangka kalau sesulit ini, karena itu saya akan lebih menghargai karya ini (batik)," katanya saat belajar membatik dalam 'Surabaya Heritage in Batik' itu. Dalam uji coba membatik yang pertama kali dilakukannya, diplomat AS itu menggambar Jembatan Jagir sebagai motif untuk membuat batik. "Saya ingin belajar membatik, tapi saya tidak memiliki waktu, karena itu saya akan membeli saja," katanya, tersenyum. Ia menilai, batik itu merupakan budaya bangsa yang sangat menarik, karena itu patut dihargai dan dilestarikan. Menanggapi hal itu, Direktur "Surabaya Heritage Society" Freddy H Istanto mengaku terkesan dengan kehadiran Konsul Jenderal AS dalam syukuran batik sebagai pusaka dunia itu. "Kehadiran itu menarik, karena diplomat AS yang kali ini tidak semata-mata melakukan pendekatan politik dan ekonomi seperti diplomat AS selama ini, tapi beliau juga melakukan pendekatan budaya," katanya. Acara yang dihadiri puluhan peserta dari AS, Jerman, Slovenia, Rumania, Cechoslovakia, Prancis, dan Indonesia itu dimeriahkan dengan diskusi batik dan praktik membatik di atas kain berukuran 35 X 35 cm dengan motif bangunan cagar budaya Surabaya. "Bahan-bahan seperti kain, pewarna batik, kompor, lilin, canting dan semua peralatan membatik disediakan penyelenggara, bahkan kain yang akan dibatik juga sudah diberi sketsa dasar bangunan cagar budaya Surabaya, sehingga tinggal membatik," katanya. Dalam diskusi batik, Dian Kyriss dan Kurt Kyriss yang merupakan suami-istri dan kolektor batik mengaku, mereka sudah mengoleksi batik dari berbagai daerah di Indonesia sejak lima tahun terakhir. "Awalnya, saya terkesan saat melihat batik Yogyakarta, kemudian saya membelinya dan koleksi batik saya sekarang berjumlah 2.000 lembar batik yang akan tetap saya simpan di rumah saya di Surabaya, bukan untuk keluar Indonesia," kata Kurt Kyriss yang berasal dari Jerman itu. Ia menilai, batik merupakan sesuatu yang menarik dan berbeda dari kekayaan dunia yang lain. "Karena itu, batik itu patut dilestarikan," kata Kurt Kyriss yang belum berencana mendirikan museum batik itu. Sementara itu, Ketua Kibas (Komunitas Batik Jawa Timur di Surabaya) Lintu Tulistyantoro, selaku pembicara lain menegaskan bahwa batik Jawa Timur itu merupakan batik yang hidup di antara kalangan masyarakat. "Bahkan, banyak wilayah di Jatim yang memiliki budaya perbatikan hingga kini, bahkan mulai dari Tuban di pantai utara (pantura) di barat hingga Banyuwangi di pantura timur. Sebagian menjadikan batik untuk ritual, seperti lamaran, mantenan (pernikahan), kelahiran, dan kematian. Semuanya tak terlepas dari batik," katanya.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011