Ponorogo - Seribuan warga nadhliyin di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Antiradikalisme (AMAR), Kamis, demonstrasi di pusat kota setempat, menentang ajaran radikalisme Islam yang mereka sebut-sebut mulai muncul di wilayah tersebut. Aksi dimulai dari gedung DPRD setempat, sekitar pukul 09.00 WIB dan kemudian dilanjutkan dengan pawai sepeda motor menyusuri ruas jalan protokol Kota Ponorogo, dengan mendapat pengawalan ketat pihak kepolisian. "Kami harap pemerintah daerah, aparat kepolisian dan jajaran terkait untuk menindak tegas setiap kelompok maupun golongan yang mengajarkan paham radikalisme (Islam). Selain bertentangan dengan ajaran agama, propaganda atas ajaran/paham itu bisa memicu perpecahan umat," ujar M. Asrofi, korlap aksi tersebut. Karena itu, dalam tuntutannya AMAR juga mendesak kepada pemerintah daerah dan aparat kepolisian agar bertindak tegas setiap aktivitas individu maupun kelompok yang saat ini mencoba menyebarkan paham Islam radikal melalui lembaga pendidikan formal maupun nonformal, serta jaringan media massa. Protes massal yang dilakukan sejumlah ormas NU, mulai dari gerakan pemuda Ansor, banser, PMII, IPNU, serta IPPNU tersebut merupakan respons terbuka yang mereka lakukan secara masif atas aktivitas salah satui radio swasta berhaluan "Islam kanan" (Radio Majelis Tafsir Al Quran/MTA), yang dinilai menyebarkan ajaran berbau SARA. "Kami mengecam keras adanya praktik-praktik menyesatkan, adu domba, apalagi pemaksaan kenyakinan terhadap masyarakat. Pemerintah harus menghentikan propaganda tersebut, agar tidak memicu konflik horizontal," tegasnya. Keberadaan serta program siar Radio MTA yang baru berdiri selama beberapa bulan terakhir di Kota Ponorogo memang telah beberapa kali memicu protes dari masyarakat, khususnya kalangan Nahdliyin. Mereka menganggap, aktivitas siaran Radio MTA sudah bertentangan dengan ajaran agama Islam yang "ahlusunnah wal jamaah", sehingga memicu terjadinya keresahan di tengah masyarakat. Suasana aksi sempat sedikit memanas saat massa yang berjumlah ribuan itu berhenti di depan Radio MTA di jalan Soekarno-Hatta, Kota Ponorogo. Beruntung polisi segera membentuk pagar betis dan melarang pengelola maupun karyawan radio untuk keluar kantor, sehingga aksi kekerasan bisa dihindarkan. Massa akhirnya hanya menggelar orasi dan membunyikan petasan serta melakukan treatrikal kenduri, yang menurut siaran Radio MTA, sebagai tradisi dilarang dalam Islam. "Kami tidak rela kalau tradisi reog, kenduri, atau selamatan dianggap sebagai ajaran 'bid'ah', seperti selama ini kerap dipropagandakan ajaran mereka (Radio MTA)," ucap Ketua Satuan Korcab Banser Ponorogo, Ahmad Subeki.

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011