Satu keluarga di suatu perumahan memiliki satwa piaraan, bernama Pikko. Si meong berusia sekitar 2,5 tahun itu boleh dikata sangat dekat dengan seluruh anggota keluarga, karena dipelihara dari sejak bayi.

Kebiasaan yang menjadi ciri dari Si Pikko adalah "sendu" atau  "seneng ndusel" kepada setiap anggota keluarga di rumah itu, sebut saja keluarga Si A.

Nduselnya si Pikko ini tergolong unik karena suka menghampiri kaki tuan rumah yang bergantung. Biasanya si pemilik kaki duduk di kursi, kemudian satu kaki disilangkan ke kaki lainnya.

Saat itulah memancing Pikko, meong berbulu abu-abu itu, mendekat dan menggosok-gosokkan bulu punggungnya ke kaki orang.

Meskipun boleh dikata kehadiran Pikko di rumah itu tidak ada masalah bagi semua anggota keluarga Si A, namun tidak semua menjadi betul-betul pecinta bagi satwa yang konon merupakan kesayangan Nabi Muhammad SAW itu.

Kalau boleh dirangking, juara pertama penyayang Pikko adalah Mbak Akif, disusul ibunya. Bahkan ketika si mbak kembali ke tempat kos di luar kota untuk kuliah, yang dikangeni hanya Pikko. Yang lain, minggir. "Terlalu", kata Bang Rhoma Irama, si Raja Dangdut.

Kembali ke Pikko ah. Meskipun Pikko tidak punya perasaan, seperti manusia, kita bisa belajar loh dari sikap dia. Saat "diusir" agar main di luar rumah atau disuruh menjauh saat anggota keluarga tidak ingin di-nduseli, sikap dan tatapan mata Pikko seperti berbicara. Tatapannya datar, tidak menunjukkan rasa marah atau tidak suka. Ia malah berguling dan tiduran di dekat kaki tuan rumah yang telah menunjukkan tidak ingin di-nduseli tadi.

Kalau dibawa ke ranah manusia, Pikko menunjukkan sikap yang tidak berprasangka buruk, yang dalam bahasa gaul anak muda masa kini bisa disebut sebagai tidak baper atau terbawa perasaan.

Dari kucing kita bisa belajar bagaimana kita membangun relasi sebagai hamba dengan Allah loh. Ah masak? Iya. Allah telah menegaskan bahwa rahman rahimnya meliputi langit dan Bumi untuk kita, hamba-Nya.

Karena banyak hal, kita sering melupakan, lebih pasnya mengingkari sifat utama yang selalu ditunjukkan oleh Allah untuk umat-Nya, yaitu penuh kasih dan sayang. Sifat yang menjadi dasar atau alasan utama penciptaan alam semesta ini telah "tertimbun" oleh prasangka kita terhadap kehidupan, yang hakikatnya merupakan prasangka kita kepada Allah jua.

Misalnya, kita mengharapkan sesuatu tercapai atau menjadi milik kita, tapi realitasnya harapan itu gagal, yang muncul di pikiran dan keyakinan kita adalah, kita memang tidak pantas atau Allah tidak mendengar permohonan kita. Tidak mendengar bagaimana, wong Allah itu maha segalanya, termasuk Maha Mendengar.

Kadang permohonan tidak terkabul sesuai karep atau ego kita itu hanya soal momentum alias waktu. Allah menunda pemberian itu, tapi kita malah baper, kalah sama Pikko. Ya sudah, Allah sesuai prasangka hamba-Nya. Jika kita selalu memelihara prasangka baik kepada Allah, maka hidup akan enjoy, santai, dan bahagia, meskipun secara fisik tetap bekerja keras.

Persoalan hasil dari ikhtiar itu, urusannya Allah. Belajarlah untuk tidak mengurusi yang bukan urusannya. Apalagi hamba, kok mau ngurusi urusannya Allah. 

Masih mau kalah sama si meong Pikko dalam urusan prasangka? Itu adalah pilihan kita, artikel ini tidak terlalu serius kok.

Pikko ada dimana-mana, mungkin di rumah Anda juga ada, dengan panggilan berbeda. Bisa dipanggil pus atau lainnya. Belajarlah pada dia. Ilmu Allah ada dimana-mana, termasuk di tubuh kucing. Mungkin juga di tubuh tikus atau di pohon-pohon, di batu-batu yang perlu kita baca (iqra').

Eh, Pikko ini mampu membuat kesadaran orang bertumbuh loh. Tetangga sebelah dari rumah Si A yang awalnya tidak suka kucing, akhirnya menjadi suka, walaupun belum pada taraf mau memelihara.

Si tetangga sebelah kiri rumah Si A itu kini sudah rajin memberi makan pada Pikko dan kawan-kawan jika bertandang ke rumahnya. 

Rupanya, ada seseorang yang bercerita bahwa memberi makan kucing itu dapat membawa rezeki lebih berlimpah. Pikko, terima kasih ya meong. 

 

Pewarta: Masuki M. Astro

Editor : Fiqih Arfani


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023