Pengamat penerbangan Alvin Lie menyarankan agar rencana merger tiga maskapai penerbangan di bawah Kementerian BUMN yakni Garuda Indonesia, Citilink Indonesia, dan Pelita Air, ditinjau ulang.
"Kalau itu merger, berarti tiga menjadi satu. Ini membuat perusahaan tersebut menjadi sangat besar, saya justru khawatir bukannya makin efisien tetapi justru makin tidak efisien," kata Alvin kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.
Ia mengungkapkan, masing-masing maskapai tersebut memiliki karakter dan pangsa pasar yang berbeda-beda.
Apabila merger dilakukan maka organisasinya menjadi tambah besar, sehingga dikhawatirkan pengambilan keputusan menjadi lebih panjang.
Alvin menilai, kondisi ini menyebabkan perusahaan kurang berdaya saing dalam merespon dinamika persaingan bisnis.
Baca juga: Menag Yaqut sampaikan alasan keterlambatan maskapai penerbangan haji
Adapun terkait perizinan, Mantan Anggota Ombudsman RI itu mengatakan bahwa setiap perusahaan penerbangan di Indonesia hanya memiliki satu izin.
Menurut dia, rencana merger memerlukan kepastian penggunaan izin, apakah Garuda Indonesia yang memiliki jasa full service atau justru Citilink dan Pelita Air yang merupakan low cost carrier (LCC).
Selain itu, merger berarti maskapai-maskapai tersebut berpotensi kehilangan pangsa pasar yang dilayani saat ini, termasuk izin rute dan slot penerbangan.
"Kalau tiga perusahaan berarti bisa memiliki tiga alokasi rute dan slot. Kalau satu perusahaan ya cuma satu," ujarnya.
Lebih lanjut Alvin menyampaikan perlunya kepastian bagi kreditur-kreditur Garuda Indonesia yang hutangnya direstrukturisasi melalui PKPU beberapa waktu lalu.
Sementara itu, pengamat transportasi Djoko Setijowarno juga menyarankan agar tiga maskapai tersebut beroperasi masing-masing dengan identitas dan segmentasi penerbangan yang berbeda-beda.
"Garuda bisa terus menggarap pasar yang premium, sedangkan Citilink atau Pelita Air menyasar penerbangan perintis agar lebih efisien," ujarnya.
Djoko mengatakan, ketiga maskapai tersebut memiliki ciri khas dan brand image yang telah melekat di masyarakat, sehingga perlu dijaga eksistensinya.
Ia juga memberikan pandangan agar pengelolaan maskapai penerbangan tersebut meniru pengelolaan kereta api, di mana terdapat sejumlah entitas perusahaan tetapi memiliki satu induk perusahaan yaitu PT KAI.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
"Kalau itu merger, berarti tiga menjadi satu. Ini membuat perusahaan tersebut menjadi sangat besar, saya justru khawatir bukannya makin efisien tetapi justru makin tidak efisien," kata Alvin kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.
Ia mengungkapkan, masing-masing maskapai tersebut memiliki karakter dan pangsa pasar yang berbeda-beda.
Apabila merger dilakukan maka organisasinya menjadi tambah besar, sehingga dikhawatirkan pengambilan keputusan menjadi lebih panjang.
Alvin menilai, kondisi ini menyebabkan perusahaan kurang berdaya saing dalam merespon dinamika persaingan bisnis.
Baca juga: Menag Yaqut sampaikan alasan keterlambatan maskapai penerbangan haji
Adapun terkait perizinan, Mantan Anggota Ombudsman RI itu mengatakan bahwa setiap perusahaan penerbangan di Indonesia hanya memiliki satu izin.
Menurut dia, rencana merger memerlukan kepastian penggunaan izin, apakah Garuda Indonesia yang memiliki jasa full service atau justru Citilink dan Pelita Air yang merupakan low cost carrier (LCC).
Selain itu, merger berarti maskapai-maskapai tersebut berpotensi kehilangan pangsa pasar yang dilayani saat ini, termasuk izin rute dan slot penerbangan.
"Kalau tiga perusahaan berarti bisa memiliki tiga alokasi rute dan slot. Kalau satu perusahaan ya cuma satu," ujarnya.
Lebih lanjut Alvin menyampaikan perlunya kepastian bagi kreditur-kreditur Garuda Indonesia yang hutangnya direstrukturisasi melalui PKPU beberapa waktu lalu.
Sementara itu, pengamat transportasi Djoko Setijowarno juga menyarankan agar tiga maskapai tersebut beroperasi masing-masing dengan identitas dan segmentasi penerbangan yang berbeda-beda.
"Garuda bisa terus menggarap pasar yang premium, sedangkan Citilink atau Pelita Air menyasar penerbangan perintis agar lebih efisien," ujarnya.
Djoko mengatakan, ketiga maskapai tersebut memiliki ciri khas dan brand image yang telah melekat di masyarakat, sehingga perlu dijaga eksistensinya.
Ia juga memberikan pandangan agar pengelolaan maskapai penerbangan tersebut meniru pengelolaan kereta api, di mana terdapat sejumlah entitas perusahaan tetapi memiliki satu induk perusahaan yaitu PT KAI.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023