Rumusan Pancasila sebagai dasar Negara tidak dapat dilepaskan dengan proses perumusannya. Pancasila dirumuskan dalam Sidang BPUPK pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Dalam sidang tersebut, istilah pancasila disampaikan oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945. Bung Karno sendiri dalam rumusannya menyampaikan Kebangsaan, Kemanusiaan, Demokrasi, Keadilan Sosial dan Ketuhanan. 

Di dalam Sila demokrasi, Bung Karno sudah membatasi demokrasi supaya tidak menjadi demokrasi politik semata, tetapi juga harus menjadi demokrasi ekonomi. Mengingat demokrasi politik saja akan menjadikan negara menjadi liberal, dimana rakyat diperbolehkan dalam akses politik, tetapi tidak dijamin kesejahteraannya oleh negara. Maka keadilan sosial menjadi batas atas Demokrasi.

Demokrasi sebagai salah satu sila dalam Pancasila yang merupakan dasar negara, sekaligus sebagai jalan yang disepakati untuk mencapai tujuan bersama sebagaimana tertera dalam Pembukaan UUD 45 alinea keempat, haruslah juga dibatasi dengan keadilan sosial, yang oleh Bung Karno disatukan dalam Tri sila dengan nama Sosio Demokrasi. 

Sosio Demokrasi tidaklah sama dengan sosial demokrasi yang hanya menambal kekurangan dari sistem demokrasi politik liberal, yang kemudian berkompromi dengannya menjadi negara kesejahteraan. Sosio Demokrasi dimaksudkan sebagai antithesis dari demokrasi liberal (kapitalisme) itu sendiri, sehingga watak dari sosio demokrasi bersifat revolusioner, guna mewujudkan cita-cita negara melalui jalan gotong royong. 

Sehingga dalam Sosio Demokrasi, politik tidak diterjemahkan dalam politik praktis semata, politik dalam pengertian partai politik dan pemilu. Tetapi politik sebagai sebuah kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Politik tidak dapat dipisahkan dengan ekonomi, dimana keduanya menjadi dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Kebijakan politik (publik) akan juga dinilai dari artian ekonomi, apakah kebijakan tersebut berpihak kepada masa rakyat atau kepada kapitalis. Begitu juga dengan perkembangan ekonomi suatu negara juga akan mempengaruhi ke arah mana kebijakan politik negara. 

Kebijakan politik sendiri, diselenggarakan dengan sistem perwakilan melalui wakil-wakil rakyat bersama dengan pemerintah di eksekutif, di semua tingkatan. Di mana wakil rakyat dan pimpinan eksekutif semuanya dipilih langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Umum (Pemilu).

Pemilu merupakan bentuk ujian bagi pesertanya dalam waktu lima tahunan dalam hal hasil kerja – kerja politik dan pendampingan ekonomi di masyarakat maupun mengadu program ke depan.

Proses yang dilakukan oleh peserta pemilu dalam merebut hati rakyat dilakukan dengan berbagai macam cara. Baik dengan cara melakukan pendampingan kepada masyarakat, mengadu program kerja ke depan maupun dengan cara yang dilarang (baca: politik uang). Ini dilakukan supaya peserta pemilu mampu memenangkan kontestasi. 

Politik uang yang selalu menjadi perdebatan pemilu pascareformasi, sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat, di mana suatu negara dengan pendapatan per kapita di bawah 5.500 dolar AS, angka politik uang masih tinggi. Saat pendapatan per kapita sudah di atas 5.500 dolar AS, maka angka politik uang dapat ditekan.

Data Indonesia pendapatan per kapita per Januari 2023, masih berada di 5.000 dolar AS dan diperkirakan pada tahun 2035 baru akan mencapai angka 5.500 dolar AS. 

Ini belum mempertimbangkan angka rasio gini, yang menunjukkan adanya ketimpangan dari kue pembangunan. Semakin tinggi angka ketimpangan akan semakin tinggi juga politik uang yang akan dilakukan oleh peserta pemilu.

Karena sebagian masyarakat merasa tidak beruntung dalam mendapatkan pembagian kue pembangunan, sehingga masyarakat membalas dengan menerima politik uang.

Persoalannya, apakah pemilu yang substantif terlebih dahulu dilaksanakan baru tercapai tingkat kesejahteraan masyarakat atau sebaliknya. Ujung yang mana yang harus diselesaikan terlebih dahulu, atau kedua-duanya diselesaikan secara bersama-sama supaya pemilu substantif lebih cepat bisa terjadi. 

Kembali lagi sosio demokrasi pada prinsipnya berwatak revolusioner dan berhadapan langsung dengan kapitalisme. Revolusioner berarti perubahan yang singkat dalam waktu yang cepat dan tidak hanya dilakukan dalam satu bidang semata. Artinya jalan yang harus ditempuh dalam mewujudkan sosio demokrasi, ialah dengan mengupayakan pemilu yang substantif supaya menghasilkan Dewan perwakilan dan eksekutif yang lebih baik dengan program-program yang pro kepada kalangan papa.

Di sisi lain juga melakukan pengawasan kepada wakil rakyat dan eksekutif dengan berbagai cara guna mendesakkan agenda-agenda kerakyatan, sehingga dapat tercapai percepatan peningkatan pendapatan per kapita yang tinggi dengan rasio gini yang rendah.

Pemilu yang substantif dimana masyarakat memberikan pilihan poltiknya berdasarkan akal budi nurani murni nya. Akal Budi Nurani murni akan membuat pertimbangan atas pilihan politik setiap orang menyesuaikan dengan berbagai hal seperti ideologi yang dianut calon, latar belakang, kegiatan/peran di masyarakat maupun dengan program kerja ke depan jika terpilih.

Dengan pertimbangan itu, selain calon peserta pemilu harus mempunyai program kerja jika terpilih, masyarakat juga akan melihat rekam jejaknya. Apakah ada kesesuaian antara rekam jejak dengan program kerja yang dibawa oleh calon. 

Guna mencapai pemilu substantif tersebut, banyak elemen yang dapat mewujudkannya, salah satunya penyelenggara pemilu bersama dengan masyarakat yang sudah bangun akal budi nurani murninya.

Dapat melakukan pendidikan politik ke calon pemilih, pengawasan partisipatif kepada peserta pemilu. Pendidikan politik bahwa pemilu bukan sekadar menentukan kualitas hidup selama lima tahun tetapi kualitas hidup untuk tahun – tahun yang lama, karena kesalahan memilih wakil dalam periode lima tahun akan mengakibatkan pembangunan terhambat. 

Pengawasan partisipatif akan membuat peserta pemilu lebih mengedepankan pada rekam jejak, pengorganisiran/pendampingan kepada masyarakat dan program kerja ke depan. Dengan begitu, partai politik dalam menempatkan kadernya akan melihat ketiga sebagai ukuran utamanya dalam menentukan calon legislatif.

Di sisi lain partai politik akan mengembangkan dirinya menjadi partai pelopor, yakni partai yang mempelopori setiap gerakan yang dilakukan oleh rakyat. Partai akan tampil ke muka untuk menjalankan program kerja, pendampingan guna membuat rekam jejak yang baik di masyarakat. Jika hal itu terjadi maka tingkat kesejahteraan masyarakat akan dapat dipercepat dan rasio gini dapat ditekan.


*) Penulis adalah aktivis Perkumpulan Gerakan Kebangsaan Blitar

Pewarta: Jaka Wandira *)

Editor : Fiqih Arfani


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023