Pemerintah Kota Malang mendukung penuh Komisi Nasional (Komnas) Perempuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan pekerja rumahan
Wali Kota Malang Sutiaji di Kota Malang, Senin, mengatakan komitmen untuk memperjuangkan hak perempuan pekerja rumahan tersebut akan dituangkan oleh Pemerintah Kota Malang pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) 2024.
"Saya menangkap perhatian khusus terkait isu pekerja perumahan. Pemerintah Kota memiliki komitmen atas hal itu. Tidak sekadar kekerasan secara fisik namun juga psikis. Oleh karenanya, saya minta Musrenbang 2024 memasukkan isu pekerja rumahan," kata Sutiaji.
Sutiaji telah meminta kepada organisasi perangkat daerah (OPD) teknis dan bagian hukum Pemerintah Kota Malang, untuk menambahkan klausul pasal khusus terkait perempuan pekerja rumahan dalam pembahasan peraturan daerah pengarusutamaan gender (PUG).
Selain itu, lanjutnya, ia juga mengajak Komnas Perempuan untuk berjuang bersama terkait pemanfaatan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) ke Kementerian Keuangan RI untuk perlindungan terhadap perempuan pekerja rumahan.
"Kita lihat energi DBHCHT sangat besar dan belum termanfaatkan secara maksimal. Mari kita perjuangkan permenkeu yang mengatur penggunaannya, satu diantaranya bisa dikhususkan untuk perempuan pekerja perumahan," katanya.
Dalam kesempatan itu, Anggota Komnas Perempuan Divisi Anti Kekerasan Perempuan, Tiasri Wiandani menambahkan, pihaknya berharap Pemerintah Kota Malang bisa memberikan jaminan perlindungan terhadap kelompok perempuan pekerja rumahan.
"Kami sangat berharap Kota Malang ada kebijakan terhadap jaminan perlindungan ketenagakerjaan kepada kelompok perempuan pekerja rumahan," ujar Tiasri.
Ia menambahkan, saat ini, Pemerintah Kota Malang telah memberikan jaminan kesehatan 100 persen kepada semua warga, atau yang biasa dikenal dengan sebutan Universal Health Coverage (UHC) termasuk Musrenbang Tematik Perempuan.
Menurutnya, terkait dengan perlindungan perempuan pekerja rumahan, ada kecenderungan pelaku usaha melakukan strategi pemangkasan biaya produksi dan memanfaatkan kondisi ekonomi perempuan pekerja rumahan.
"Para pelaku pekerja rumahan tidak memiliki posisi tawar, dan diperparah dengan tidak ada perjanjian kerja," ucapnya.
Sementara itu, salah satu pekerja rumahan yang tergabung dalam Jaringan Perempuan Pekerja Rumahan RI (JPPR RI) wilayah Malang, Yuyun Ekowati mengakui bahwa selama ini memang tidak ada perjanjian kontrak kerja secara khusus.
Yuyun yang menjadi perempuan pekerja rumahan pada bidang konveksi saat ini, menyatakan bahwa masih ada ruang negosiasi dengan pemberi kerja terkait dengan penyesuaian upah. Pemberi kerja di Kota Malang, juga masih memberikan bantuan peralatan jahit.
"Serta memberikan keleluasaan untuk memanfaatkan limbah kain untuk produksi pernak pernik (kriya mandiri). Selain itu juga telah berdiri sekolah pekerja rumahan," tutur dia.
Komnas Perempuan melakukan kunjungan kerja ke kota Malang usai sebelumnya berkunjung ke Kota Solo dan Yogyakarta. Kunjungan kerja tersebut menyasar kelompok yang masuk dalam kategori pekerja borongan rumah.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023