Ratusan petani perwakilan empat kecamatan di sekitar Trenggalek menggelar ritual upacara adat "Kirab Mahesa" dengan mengarak kerbau dewasa yang telah dirias mulai dari Desa Kerjo Kecamatan Karangan menuju Pendopo Manggala Praja Nugraha yang ada di pusat wilayah setempat, Kamis.
Kirab mahesa ini menjadi bagian awal yang penting dari rangkaian ritual bersih Dam Sungai Bagong yang ada di Kelurahan Ngantru, Trenggalek.
Berbeda dengan gelaran tahun-tahun sebelumnya, rangkaian kegiatan adat "bersih desa" kali ini dikemas dengan memperkuat rangkaian yang lebih etnik dan sarat filosofi sejarah yang menceritakan ikhtiar kaum tani di daerah itu pada zaman dahulu dalam membangun cekdam sehingga bermanfaat besar bagi pertanian setempat.
"Kirab mahesa ini upaya kami dalam merekonstruksi sejarah tapi dengan nilai-nilai yang baru dengan tetap mengacu pada filosofi aslinya," kata Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin.
Rekonstruksi sejarah dengan nilai baru yang dimaksud adalah soal akad-muakat saat Ki Ageng Menak Sopal meminjam gajah putih milik Mbok Roro Krandon.
Dalam cerita yang berkembang di masyarakat, gajah putih yang dipinjam dengan akad untuk dikembalikan itu malah disembelih untuk pembangunan Dam Bagong yang kini kebermanfaatannya dirasakan banyak masyarakat petani.
"Ternyata akad meminjamnya dengan kenyataannya berbeda, kita ingin melebur itu. Jadi masyarakat Desa Kerjo sudah ikhlas bahwa gajah yang dipinjamkan itu betul punya Roro Krandon dan nyatanya digunakan untuk sesuatu yang manfaatnya dirasakan oleh masyarakat, yaitu Dam Bagong," katanya.
Usai dikirab ke pendopo dan melalui sejumlah rangkaian ritual, kerbau itu kemudian disembelih oleh masyarakat.
Dagingnya akan dimasak dan dibagikan kepada masyarakat, sementara kepala beserta kaki dan kulitnya akan dilarung ke Sungai Bagong pada Jumat (16/6). Nantinya warga sekitar akan berebut kepala kerbau. Mereka meyakini akan mendapatkan keberkahan.
"Jadi kegiatan hari ini sebenarnya kegiatan rutin tahunan, yaitu nyadran Dam Bagong ditandai dengan sedekahan daging kerbau kepada masyarakat di Desa Ngantru. Tapi yang berbeda kali ini Kita merekonstruksi ulang tetapi dengan nilai yang baru dan pendekatan yang baru," imbuhnya.
Kepala kerbau yang di lempar itu merupakan simbol dari pengorbanan sekaligus pengganti kepala gajah putih yang konon digunakan untuk sesaji proses pembangunan dam.
Dalam legenda yang diceritakan secara turun temurun dan dirangkum dari berbagai versi, saat membangun dam, Menak Sopal selalu mengalami kesulitan. Atas saran dari gurunya, ia pun diminta untuk mengorbankan seekor gajah putih.
Dalam legenda itu dikisahkan Ki Ageng Menak Sopal berhasil membangun dam tersebut. Dam Bagong itulah yang kini dimanfaatkan para petani untuk mengairi sawah dengan luas sekitar 800 hektare di wilayah Kecamatan Trenggalek dan Kecamatan Pogalan.
Hasilnya, para petani tidak lagi kesulitan mendapatkan air untuk mengairi sawah di berbagai musim. Berkat keberadaan irigasi itu berdampak pada hasil pertanian yang melimpah.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
Kirab mahesa ini menjadi bagian awal yang penting dari rangkaian ritual bersih Dam Sungai Bagong yang ada di Kelurahan Ngantru, Trenggalek.
Berbeda dengan gelaran tahun-tahun sebelumnya, rangkaian kegiatan adat "bersih desa" kali ini dikemas dengan memperkuat rangkaian yang lebih etnik dan sarat filosofi sejarah yang menceritakan ikhtiar kaum tani di daerah itu pada zaman dahulu dalam membangun cekdam sehingga bermanfaat besar bagi pertanian setempat.
"Kirab mahesa ini upaya kami dalam merekonstruksi sejarah tapi dengan nilai-nilai yang baru dengan tetap mengacu pada filosofi aslinya," kata Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin.
Rekonstruksi sejarah dengan nilai baru yang dimaksud adalah soal akad-muakat saat Ki Ageng Menak Sopal meminjam gajah putih milik Mbok Roro Krandon.
Dalam cerita yang berkembang di masyarakat, gajah putih yang dipinjam dengan akad untuk dikembalikan itu malah disembelih untuk pembangunan Dam Bagong yang kini kebermanfaatannya dirasakan banyak masyarakat petani.
"Ternyata akad meminjamnya dengan kenyataannya berbeda, kita ingin melebur itu. Jadi masyarakat Desa Kerjo sudah ikhlas bahwa gajah yang dipinjamkan itu betul punya Roro Krandon dan nyatanya digunakan untuk sesuatu yang manfaatnya dirasakan oleh masyarakat, yaitu Dam Bagong," katanya.
Usai dikirab ke pendopo dan melalui sejumlah rangkaian ritual, kerbau itu kemudian disembelih oleh masyarakat.
Dagingnya akan dimasak dan dibagikan kepada masyarakat, sementara kepala beserta kaki dan kulitnya akan dilarung ke Sungai Bagong pada Jumat (16/6). Nantinya warga sekitar akan berebut kepala kerbau. Mereka meyakini akan mendapatkan keberkahan.
"Jadi kegiatan hari ini sebenarnya kegiatan rutin tahunan, yaitu nyadran Dam Bagong ditandai dengan sedekahan daging kerbau kepada masyarakat di Desa Ngantru. Tapi yang berbeda kali ini Kita merekonstruksi ulang tetapi dengan nilai yang baru dan pendekatan yang baru," imbuhnya.
Kepala kerbau yang di lempar itu merupakan simbol dari pengorbanan sekaligus pengganti kepala gajah putih yang konon digunakan untuk sesaji proses pembangunan dam.
Dalam legenda yang diceritakan secara turun temurun dan dirangkum dari berbagai versi, saat membangun dam, Menak Sopal selalu mengalami kesulitan. Atas saran dari gurunya, ia pun diminta untuk mengorbankan seekor gajah putih.
Dalam legenda itu dikisahkan Ki Ageng Menak Sopal berhasil membangun dam tersebut. Dam Bagong itulah yang kini dimanfaatkan para petani untuk mengairi sawah dengan luas sekitar 800 hektare di wilayah Kecamatan Trenggalek dan Kecamatan Pogalan.
Hasilnya, para petani tidak lagi kesulitan mendapatkan air untuk mengairi sawah di berbagai musim. Berkat keberadaan irigasi itu berdampak pada hasil pertanian yang melimpah.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023