Komisioner KPU Jember Ahmad Hanafi mengatakan orang yang sudah meninggal dunia masih bisa tercatat sebagai pemilih karena petugas yang melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) menggunakan metode de jure, bukan de facto.
"Petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) harus benar-benar memastikan ada akta kematian sebelum mencoret dari daftar pemilih, jika tidak ada maka tidak bisa dicoret sehingga tetap muncul pada data pemilih," katanya di Kantor KPU Jember, Kamis.
Menurutnya metode coklit yang dilakukan pada Pemilu 2024 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang menggunakan pendekatan de facto, sehingga orang yang sudah meninggal dunia bisa langsung dicoret tanpa adanya akta kematian.
"Hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi pantarlih untuk bekerja, sehingga semuanya harus berbasis data atau dokumen sebelum mencoret data pemilih," tuturnya.
Selain itu, lanjut dia, pemilih yang pindah domisili juga tidak bisa dicoret dalam pemutakhiran data pemilih selama yang bersangkutan memiliki kartu tanda penduduk (KTP) sebagai warga Jember.
"Misalnya, si Fulan sudah lama tinggal di Pulau Kalimantan dan menetap di sana, namun kalau masih memiliki KTP Jember maka tetap akan terdaftar sebagai pemilih di Jember karena metode yang digunakan de jure," katanya.
Begitu pula dengan TNI/Polri yang namanya masih ada di daftar pemilih, maka dipastikan pemilih itu memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) TNI/Polri atau setidak-tidaknya SK Pengangkatan.
"Pantarlih tidak boleh mencoret sembarangan dan diminta untuk tidak menghapus daftar pemilih jika ada pemilih yang sulit atau tidak ditemukan lokasi pemilihnya," ujarnya.
KPU Jember melaksanakan pencocokan dan penelitian data pemilih secara serentak pada tanggal 12 Pebruari-14 Maret 2023 yang akan dilakukan oleh 7.686 petugas Pantarlih sesuai dengan jumlah TPS di Kabupaten Jember.
Dari daftar pemilih hasil penyandingan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dan DPT Pilkada di Kabupaten Jember tercatat sebanyak 2.028.001 calon pemilih Pemilu 2024.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
"Petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) harus benar-benar memastikan ada akta kematian sebelum mencoret dari daftar pemilih, jika tidak ada maka tidak bisa dicoret sehingga tetap muncul pada data pemilih," katanya di Kantor KPU Jember, Kamis.
Menurutnya metode coklit yang dilakukan pada Pemilu 2024 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang menggunakan pendekatan de facto, sehingga orang yang sudah meninggal dunia bisa langsung dicoret tanpa adanya akta kematian.
"Hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi pantarlih untuk bekerja, sehingga semuanya harus berbasis data atau dokumen sebelum mencoret data pemilih," tuturnya.
Selain itu, lanjut dia, pemilih yang pindah domisili juga tidak bisa dicoret dalam pemutakhiran data pemilih selama yang bersangkutan memiliki kartu tanda penduduk (KTP) sebagai warga Jember.
"Misalnya, si Fulan sudah lama tinggal di Pulau Kalimantan dan menetap di sana, namun kalau masih memiliki KTP Jember maka tetap akan terdaftar sebagai pemilih di Jember karena metode yang digunakan de jure," katanya.
Begitu pula dengan TNI/Polri yang namanya masih ada di daftar pemilih, maka dipastikan pemilih itu memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) TNI/Polri atau setidak-tidaknya SK Pengangkatan.
"Pantarlih tidak boleh mencoret sembarangan dan diminta untuk tidak menghapus daftar pemilih jika ada pemilih yang sulit atau tidak ditemukan lokasi pemilihnya," ujarnya.
KPU Jember melaksanakan pencocokan dan penelitian data pemilih secara serentak pada tanggal 12 Pebruari-14 Maret 2023 yang akan dilakukan oleh 7.686 petugas Pantarlih sesuai dengan jumlah TPS di Kabupaten Jember.
Dari daftar pemilih hasil penyandingan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dan DPT Pilkada di Kabupaten Jember tercatat sebanyak 2.028.001 calon pemilih Pemilu 2024.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023