Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Madiun, Jawa Timur menerapkan retribusi secara elektronik atau e-retribusi untuk para pedagang "ojokan" atau tidak tetap di Pasar Sleko setempat guna mencegah kebocoran pendapatan asli daerah.
"Uji coba retribusi bagi pedagang secara non-tunai sudah berjalan satu pekan ini," ujar Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Madiun Ansar Rasidi di Madiun, Rabu.
Menurut dia, pemberlakuan e-retribusi pedagang ojokan tersebut merupakan bagian dari revitalisasi Pasar Sleko. Sehingga, revitalisasi tidak hanya fisik bangunan pasar, namun juga manajemennya.
"Tujuannya adalah upaya transparansi penarikan retribusi. Termasuk mencegah kebocoran salah satu sumber pendapatan daerah. Sehingga, seluruh retribusi pasar yang dibayarkan pedagang masuk ke kas daerah (kasda)," kata dia.
Adapun, pedagang ojokan merupakan pedagang yang menjajakan jualannya di lantai dan biasanya tidak menetap. Mereka bukan pedagang yang menyewa kios secara permanen. Tercatat ada sekitar 50 pedagang ojokan.
Para pedagang tersebut telah dibagikan "quick response" (QR) "code". Petugas penarik retribusi nantinya tinggal melakukan pindai QR code tersebut.
"Pedagang masing-masing yang melakukan pengisian atau'top up' sendiri. Nanti saldonya secara otomatis berkurang sesuai tarif retribusi setiap kali petugas melakukan pindai," ucap dia.
QR code yang dibuatkan Dinas Perdagangan itu wajib terus dibawa setiap kali berjualan. Ke depan, tidak menutup kemungkinan juga bisa dimanfaatkan sebagai sistem pembayaran transaksi dengan pembeli.
Ia menjelaskan, sistem e-retribusi dengan QR code itu bukan hal baru bagi pedagang Pasar Sleko. Sebelumnya, pedagang tetap atau yang menyewa kios sudah menerapkan sistem pembayaran nontunai tersebut lebih dulu.
Cara kerjanya, para pedagang wajib menunjukkan QR code berikut dompet digital atau "e-wallet" yang telah dibuat petugas Disdag. Selanjutnya, mengisi atau top up dana sesuai kebutuhan. Ketika ada penarik retribusi, pedagang cukup menunjukkan QR code yang kemudian dipindai petugas.
"Nominal uang sesuai tarif retribusi otomatis akan terkirim ke Kasda. Laporan pembayaran juga masuk ke Disdag," kata Ansar.
Dia menambahkan, pihaknya berencana memberlakukan sistem pembayaran retribusi non-tunai tersebut di sejumlah pasar tradisional lain. Salah satunya, Pasar Besar Madiun (PBM) yang dijadwalkan mulai pertengahan Februari mendatang.
"Prinsipnya, pembayaran retribusi perlahan kami alihkan dari tunai ke nontunai. Digitalisasi ini sekaligus sebagai upaya meminimalkan kebocoran pendapatan dari segi retribusi pasar," tuturnya.
Selama masa uji coba, pihaknya intensif melakukan sosialisasi dan pemahaman ke petugas dan para pedagang pasar setempat.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
"Uji coba retribusi bagi pedagang secara non-tunai sudah berjalan satu pekan ini," ujar Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Madiun Ansar Rasidi di Madiun, Rabu.
Menurut dia, pemberlakuan e-retribusi pedagang ojokan tersebut merupakan bagian dari revitalisasi Pasar Sleko. Sehingga, revitalisasi tidak hanya fisik bangunan pasar, namun juga manajemennya.
"Tujuannya adalah upaya transparansi penarikan retribusi. Termasuk mencegah kebocoran salah satu sumber pendapatan daerah. Sehingga, seluruh retribusi pasar yang dibayarkan pedagang masuk ke kas daerah (kasda)," kata dia.
Adapun, pedagang ojokan merupakan pedagang yang menjajakan jualannya di lantai dan biasanya tidak menetap. Mereka bukan pedagang yang menyewa kios secara permanen. Tercatat ada sekitar 50 pedagang ojokan.
Para pedagang tersebut telah dibagikan "quick response" (QR) "code". Petugas penarik retribusi nantinya tinggal melakukan pindai QR code tersebut.
"Pedagang masing-masing yang melakukan pengisian atau'top up' sendiri. Nanti saldonya secara otomatis berkurang sesuai tarif retribusi setiap kali petugas melakukan pindai," ucap dia.
QR code yang dibuatkan Dinas Perdagangan itu wajib terus dibawa setiap kali berjualan. Ke depan, tidak menutup kemungkinan juga bisa dimanfaatkan sebagai sistem pembayaran transaksi dengan pembeli.
Ia menjelaskan, sistem e-retribusi dengan QR code itu bukan hal baru bagi pedagang Pasar Sleko. Sebelumnya, pedagang tetap atau yang menyewa kios sudah menerapkan sistem pembayaran nontunai tersebut lebih dulu.
Cara kerjanya, para pedagang wajib menunjukkan QR code berikut dompet digital atau "e-wallet" yang telah dibuat petugas Disdag. Selanjutnya, mengisi atau top up dana sesuai kebutuhan. Ketika ada penarik retribusi, pedagang cukup menunjukkan QR code yang kemudian dipindai petugas.
"Nominal uang sesuai tarif retribusi otomatis akan terkirim ke Kasda. Laporan pembayaran juga masuk ke Disdag," kata Ansar.
Dia menambahkan, pihaknya berencana memberlakukan sistem pembayaran retribusi non-tunai tersebut di sejumlah pasar tradisional lain. Salah satunya, Pasar Besar Madiun (PBM) yang dijadwalkan mulai pertengahan Februari mendatang.
"Prinsipnya, pembayaran retribusi perlahan kami alihkan dari tunai ke nontunai. Digitalisasi ini sekaligus sebagai upaya meminimalkan kebocoran pendapatan dari segi retribusi pasar," tuturnya.
Selama masa uji coba, pihaknya intensif melakukan sosialisasi dan pemahaman ke petugas dan para pedagang pasar setempat.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023