Sejumlah pakar hukum dari Universitas Airlangga (Unair) beradu argumen terkait kepailitan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Embalut, Kalimantan Timur, dalam sidang penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Masing-masing adalah Agus Widyantoro, SH, MH, yang dihadirkan oleh pemohon PKPU, yaitu perusahaan konstruksi PT Graha Benua Etam. Selain itu, Prof Dr M Hadi Subhan dan Dr Ghansam Anand SH, yang dihadirkan sebagai ahli oleh pihak termohon pengelola PLTU Embalut PT Indonesia Energi Dinamika pada persidangan di hari yang sama, 10 Januari lalu.
"Kok bisa pakar hukum dari satu lembaga pendidikan saling beda pendapat," kata Majelis Hakim Agus Kushaini saat persidangan di Pengadilan Niaga PN Surabaya.
Proses persidangan ini berlangsung sejak Senin, 9 Januari lalu. Pemohon PT Graha Benua Etam dalam sidang PKPU ini menuntut kepailitan PT Indonesia Energi Dinamika.
Indikasinya, PLTU Embalut saat ini terlihat mangkrak. Sementara PT Indonesia Energi Dinamika masih memiliki utang senilai Rp153 miliar dalam berbagai proyek konstruksi di PLTU Embalut yang dikerjakan PT Graha Benua Etam sejak tahun 2018 dan belum terbayar sampai sekarang.
Agenda sidang lanjutan hari ini, 12 Januari, mestinya Majelis Hakim Pengadilan Niaga PN Surabaya menjatuhkan putusan. Namun dinyatakan ditunda hingga Senin, 16 Januari mendatang.
Terkait beda pendapat para ahli dari satu lembaga pendidikan yang dihadirkan oleh pihak pemohon maupun termohon dalam persidangan perkara ini, Dekan Fakultas Hukum Unair Iman Prihandono SH, MH, LL.M, PhD saat dikonfirmasi menyatakan Majelis Hakim tidak perlu menjadikannya sebagai pertimbangan untuk menjatuhkan putusan.
"Pendapat para ahli itu dalam sidang kasus niaga dan perdata tidak harus dipertimbangkan oleh Majelis Hakim. Kecuali dalam sidang perkara pidana, pendapat ahli yang dihadirkan di persidangan oleh jaksa penuntut umum maupun penasihat hukum bisa dipertimbangkan oleh Majelis Hakim sebagai salah satu alat bukti," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
Masing-masing adalah Agus Widyantoro, SH, MH, yang dihadirkan oleh pemohon PKPU, yaitu perusahaan konstruksi PT Graha Benua Etam. Selain itu, Prof Dr M Hadi Subhan dan Dr Ghansam Anand SH, yang dihadirkan sebagai ahli oleh pihak termohon pengelola PLTU Embalut PT Indonesia Energi Dinamika pada persidangan di hari yang sama, 10 Januari lalu.
"Kok bisa pakar hukum dari satu lembaga pendidikan saling beda pendapat," kata Majelis Hakim Agus Kushaini saat persidangan di Pengadilan Niaga PN Surabaya.
Proses persidangan ini berlangsung sejak Senin, 9 Januari lalu. Pemohon PT Graha Benua Etam dalam sidang PKPU ini menuntut kepailitan PT Indonesia Energi Dinamika.
Indikasinya, PLTU Embalut saat ini terlihat mangkrak. Sementara PT Indonesia Energi Dinamika masih memiliki utang senilai Rp153 miliar dalam berbagai proyek konstruksi di PLTU Embalut yang dikerjakan PT Graha Benua Etam sejak tahun 2018 dan belum terbayar sampai sekarang.
Agenda sidang lanjutan hari ini, 12 Januari, mestinya Majelis Hakim Pengadilan Niaga PN Surabaya menjatuhkan putusan. Namun dinyatakan ditunda hingga Senin, 16 Januari mendatang.
Terkait beda pendapat para ahli dari satu lembaga pendidikan yang dihadirkan oleh pihak pemohon maupun termohon dalam persidangan perkara ini, Dekan Fakultas Hukum Unair Iman Prihandono SH, MH, LL.M, PhD saat dikonfirmasi menyatakan Majelis Hakim tidak perlu menjadikannya sebagai pertimbangan untuk menjatuhkan putusan.
"Pendapat para ahli itu dalam sidang kasus niaga dan perdata tidak harus dipertimbangkan oleh Majelis Hakim. Kecuali dalam sidang perkara pidana, pendapat ahli yang dihadirkan di persidangan oleh jaksa penuntut umum maupun penasihat hukum bisa dipertimbangkan oleh Majelis Hakim sebagai salah satu alat bukti," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023