Surabaya - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Surabaya bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya mencatat delapan kasus kekerasan terhadap wartawan dalam kurun setengah tahun, Januari-Juni 2011. "Yang menarik, dari delapan kasus kekerasan wartawan itu hanya satu kasus yang terselesaikan yakni kasus Akbid Aifa Husada Pamekasan yang terselesaikan melalui proses mediasi oleh Dewan Pers," kata Direktur LBH Pers Surabaya, Athoillah SH, di Surabaya, Selasa. Didampingi Ketua AJI Surabaya Moch Rudy Hartono dan Sekretaris AJI Surabaya Andreas Wicaksono, ia mengemukakan hal itu dalam Evaluasi Tengah Tahun (Januari-Juni) yang digelar bekerja sama dengan Prodi Komunikasi Universitas Katholik Widya Mandala (UWM) Surabaya itu. Athoillah mengaku prihatin dengan ketidakjelasan kasus kekerasan wartawan di Jatim yang rata-rata terjadi 1-2 kasus dalam sebulan itu, karena ketidakjelasan itu akan mendorong kekerasan terhadap wartawan menjadi hal biasa yang akan terus terulang. "Karena itu, kami akan menemui Kapolda Jatim untuk menanyakan perkembangan penanganan kasus kekerasan wartawan yang tidak tuntas sesuai UU Keterbukaan Informasi Publik, sekaligus menjajaki kemungkinan sosialisasi dan penerapan UU 40/1999 tentang Pers melalui kesepakatan LBH Pers, AJI Surabaya, dan Polda Jatim," katanya. Kasus kekerasan wartawan sepanjang Januari-Juni 2011 adalah pembatasan liputan Menpora di Malang (1 Januari); pelarangan pemutaran Opera Tan Malaka oleh aparat Polri-TNI di Batu, Malang, dan Kediri, tindakan menghalang-halangi dan ancaman bagi jurnalis Pamekasan. Selain itu, kasus ancaman pembunuhan wartawan Memorandum di Nganjuk (2 Mei); serta kekerasan dan tindakan menghalang-halangi jurnalis dalam aksi damai Falun Gong di Surabaya (7 Mei). Berikutnya, ancaman terhadap wartawan oleh anggota FPI dalam meliput sidang di Pamekasan (13 Juni); kekerasan meliput Operasi Polsek Cluring oleh Pemilik Hotel Garden Cottage di Banyuwangi; dan pelarangan meliput mogok kerja buruh pembangunan Gedung Konjen Amerika di Surabaya. "Kasus kekerasan yang dilakukan polisi antara lain kekerasan dalam peliputan Menpora di Malang; kasus pelarangan peliputan Opera Tan Malaka di Batu, Malang, dan kediri yang dilakukan oknum TNI/Polri; dan kasus menghalangi jurnalis dalam aksi damai Falun Gong di Surabaya," katanya. Ia menambahkan penyelesaian kasus kekerasan wartawan yang berlarut-larut itu membuktikan polisi dalam menangani kasus kekerasan terhadap wartawan, baik yang dilakukan oknum polisi maupun aparat sipil, tidak menggunakan UU 40/1999 tentang Pers. "Untuk kasus kekerasan dan tindakan menghalang-halangi jurnalis dalam aksi damai Falun Gong di Surabaya (7 Mei), kami sudah melapor ke Asian Human Rights Commission (AHRC) yang berkedudukan di Hong Kong," katanya.

Pewarta:

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011