Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono (BHS) mendorong kepada BNPB beserta Basarnas dan BPBD menyiapkan mitigasi bencana dengan melakukan sosialisasi tanggap darurat kebencanaan kepada masyarakat sekitar lumpur Lapindo menyusul adanya gempa bumi di sejumlah daerah akhir-akhir ini.

"Simulasi ini harus dilakukan secara periodik sehingga masyarakat terbiasa untuk melakukan penyelamatan," katanya dalam keterangan pers Jumat. 

Ia mengatakan, sudah datang di Lokasi Lumpur Lapindo bersama Tim BHS Peduli untuk melihat dan menanyakan kepada Petugas Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo (PPLS) terkait dengan gempa yang terjadi akhir-akhir ini.

"Gerakan bumi (gempa) dari Cianjur telah merambat ke Garut, Sukabumi menuju ke Semeru dan Jember sampai di Mataram Lombok apakah berpengaruh terhadap kondisi sesar atau retakan yang ada di Lapindo yaitu sesar Siring dan sesar Watukosek. Karena saat itu informasi petugas PPLS jumlah semburan lumpur sudah di atas cincin pengatur endapan sehingga pancaran lumpur tidak bisa dideteksi dengan baik serta ketinggian dari tanggul sudah mencapai 15 meter dengan ketebalan 11 meter," ujarnya.

Ia mengatakan, salah satu upaya mitigasi bisa dilakukan yaitu dengan memasang alarm (Early Warning System) kemudian disimulasikan dengan alarm berbunyi masyarakat tanggap dan siap untuk lari menuju tempat berkumpul aman.

"Kemudian petugas BNPB serta BPBD siap melakukan evakuasi secara cepat," ucapnya.

Dirinya juga menekankan kepada pemerintah kabupaten maupun pusat untuk mengasuransikan masyarakat beserta harta benda termasuk tanah dan rumah supaya bisa mendapatkan penggantian dengan mudah.

"Karena Lapindo masuk dalam kategori kebencanaan nasional maka semuanya harus disiapkan juga oleh pemerintah pusat," ucapnya.

Ia menambahkan, menurut data 2 tahun lalu, semburan lumpur mencapai 100 ribu meter kubik per hari.

"Ternyata informasi pimpinan petugas PPLS bahwa semburan sudah menurun di 47 ribu meter kubik per hari," ujarnya.

Ia mengatakan, karena lumpur Lapindo ini masih berstatus bencana artinya perlu deteksi bawah lumpur terutama kedua sesar tersebut apakah ada perubahan pergerakan sehingga pancarannya menjadi membesar.

"Dan ini belum dilakukan penyelidikan oleh PPLS karena kekurangan tenaga ahli," ucapnya.

Ia berharap, wisata Lapindo seyogyanya ditangguhkan karena tidak etis jika kita berwisata di tempat berstatus bencana.

"Jika masyarakat ingin melihat kronologis kebencanaan seharusnya pemerintah Sidoarjo sudah mempersiapkan untuk mengadakan museum kebencanaan Lapindo yang menceritakan tentang kronologis kejadian awal sampai saat ini," ucapnya. (*)

Pewarta: Indra Setiawan

Editor : Abdul Hakim


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022