Surabaya - Komisi D Bidang Kesra dan Pendidikan DPRD Kota Surabaya mengawal rencana revisi Perda Revisi Perda Nomor 2 Tahun 2008 tentang kepariwisataan untuk menyesuaikan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2009.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Surabaya Eddi Budi Prabowo mendesak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya segera mengajukan revisi perda ini. Gagasan perda 2/208 perlu direvisi karena dari pusat telah terbit UU 10 Tahun 2009 sehingga perda ini perlu menyesuaikan. Sebelumnya, perda 2/2008 itu menggunakan acuan UU 9 Tahun 1999.
Komisi D yang didukung Himpunan Pengusaha Rekreasi dan Hiburan (Hiperhu) Surabaya yang menyatakan dalam revisi perda tersebut tidak perlu membuat kajian akademis lagi, karena sifatnya adalah revisi.
"Saya kira tidak perlu banyak dikaji," kata politisi Partai Golkar ini.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya Wiwiek Widayati mengatakan pihaknya memang sudah merencanakan revisi perda 2/2008 dan sedang dalam proses.
Ia menyebut proses itu sedang dalam tahap koordinasi antar beberapa SKPD lain, termasuk untuk menyusun kajian akademis. "Kajian akademis itu diperlukan untuk menyusun kronologis sebelum perubahan, kenapa perda hendak diubah," ujarnya.
Sikap ini diamini oleh perwakilan dari Bagian Hukum yang mengatakan kajian akademis memang dibutuhkan. "Perubahan perda tetap dibutuhkan kajian akademis karena di situ akan memuat riwayat kenapa perda harus diubah," katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi D Baktiono menayakan apakah kajian akademis sudah disusun dan kapan dikerjakan. Bahkan ia menyatakan jika kajian akademis sudah digarap, ia menginginkan "draf" kajiannya diserahkan ke DPRD.
Namun, Ketua Hiperhu George Handiwiyanto mengatakan rencana revisi perda ternyata belum dikerjakan. Hal itu, kata dia, karena Disbudpar belum mengalokasikan anggaran untuk penggarapan revisi.
Padahal kajian akademis umumnya diserahkan ke pihak akademik (perguruan tinggi) dan hal itu membutuhkan anggaran. "Kalau menurut kami, tidak perlu ada kajian akademis lagi. Sebab ini bukan perda baru. Ini perda lama yang karena telah terbit UU yang lebih baru maka produk hukum di bawahnya harus menyesuaikan," kata George.
Menurut dia, perda 2/2008 memang harus direvisi sebab ada aturan yang menurut dia tidak tepat. Salah satunya jam operasional yang dituangkan dalam perda. Kata George, aturan ini langka di Indonesia, bahkan di dunia.
"Sebab aturan jam operasional ini mestinya cukup dituangkan dalam Perwali, tidak di dalam perda," tambahnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011