Pemerintah Kota Surabaya mengklasifikasi data masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) berdasarkan desil dengan tujuan agar intervensi yang diberikan kepada keluarga miskin tepat sasaran.

Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya Anna Fajriatin di Surabaya, Rabu, mengatakan penentuan desil ini berdasarkan garis kemiskinan dengan estimasi pengeluaran Rp690 ribu per kapita. Artinya, jika kepala keluarga itu pengeluarannya di bawah Rp690 maka masuk dalam desil 1.

"Kalau berdasarkan garis kemiskinan itu Rp690 ribu estimasi pengeluaran per kapita maka masuk dalam desil 1. Nah, dari desil 1 ini dia akan meningkat ke desil 2," kata Anna.

Anna menyebutkan, bahwa pemeringkatan desil ini menggunakan metode Proxy Means Tests (PMT). Melalui metode ini, data warga akan diolah ke dalam sebuah sistem. Hasil dari pengolahan sistem itulah yang selanjutnya bisa diketahui warga tersebut masuk ke dalam desil berapa.

"Misalnya si A dimasukkan ke dalam PMT maka akan terolah datanya. Dilihat dari aset, status rumah, pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan lain-lain. Itulah faktor-faktor yang mempengaruhi desil. Jadi terolah dalam sebuah sistem," kata dia.

Dia juga menjelaskan, nantinya hasil dari pemeringkatan desil tersebut akan dimasukkan ke dalam SK Wali Kota Surabaya. Dengan demikian, akan ada prioritas penyelesaian pengentasan kemiskinan di Surabaya berdasarkan desil.

"Namun itu beda dengan kemiskinan ekstrem yang di SK kan dari pusat. Jadi itu di SK kan sendiri-sendiri dan kemiskinan ekstrem adalah bagian dari kemiskinan," kata dia.

Pemkot Surabaya saat ini sedang melakukan verifikasi dan kroscek 23.523 data kemiskinan ekstrem dari pemerintah pusat. Data tahun 2019 ini, berasal dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Hasil dari kroscek data tersebut yang selanjutnya akan menjadi sasaran prioritas intervensi Pemkot Surabaya ke depannya. Tentunya mereka yang mendapat intervensi adalah warga ber-KTP dan domisili di Kota Surabaya.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, pada tahun 2023, pihaknya menargetkan dapat menyelesaikan persoalan kemiskinan desil 1 dan 2. Sebab, kategori ini masuk dalam MBR yang pengeluarannya di bawah Rp690 ribu per kapita.

"Kalau pendapatannya kurang dari itu maka masuk dalam keluarga miskin. Keluarga miskin ini berarti masuknya desil 1," kata dia.

Menurut dia, untuk mengentaskan kemiskinan, secara otomatis maka pendapatan keluarga itu harus dibesarkan. Sementara untuk beban pengeluarannya harus berkurang. Hal itu pun telah dilakukan pemkot seperti misalnya kepada warga penghuni rumah susun sewa sederhana (rusunawa).

"Beberapa warga miskin misal tinggal di rusun itu kami kasih pekerjaan. Kami juga lakukan terkait pengeluarannya misal pembayaran rusun dikurangi dan ini sudah kami lakukan," ujar dia.

Cak Eri menyebutkan, program padat karya yang telah berjalan tidak hanya menyasar kepada warga miskin di rusunawa, tapi juga menyasar kepada warga miskin yang tinggal di perkampungan. Langkah mengentas kemiskinan yang dilakukan itu seperti di antaranya melalui program padat karya seperti cuci mobil dan pembuatan paving.

"Dulu ada yang mengatakan tidak mungkin warga miskin bisa dapat Rp6 juta. Ternyata dengan (program padat karya) pembuatan paving itu bisa dapat Rp6 juta," kata dia.

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Abdullah Rifai


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022