DPD Real Estate Indonesia (REI) Jawa Timur mengusulkan kenaikan harga rumah subsidi kepada pemerintah karena tingginya harga material bangunan saat ini akibat pengaruh global, seperti perang antara Ukraina dan Rusia.
"Dunia properti memiliki keterkaitan yang luas terhadap segala bidang usaha, ada sekitar 174 bidang usaha yang memiliki keterkaitan, sehingga adanya perang Ukrania dan Rusia, jujur saja memang berdampak," kata Ketua DPD REI Jatim Soesilo Efendy di Surabaya, Selasa.
Ditemui pada acara Diklat Anggota DPD REI Jatim di salah satu hotel di Surabaya, Soesilo mengatakan dorongan kenaikan harga rumah subsidi juga karena sudah terlalu lama pemerintah tidak menaikkannya, sehingga perlu didorong.
"Harga barang dan material saat ini terus bergerak naik, dan kami di DPD REI harus mengikuti, oleh karena itu perlu didorong kenaikan pada aturan rumah subsidi," kata Soesilo.
Ia menjelaskan kenaikan harga material bangunan saat ini sekitar 20 hingga 30 persen, dan yang paling tinggi adalah besi, sehingga perlu segera dibuatkan aturan baru kenaikan harga rumah subsidi.
"Saat ini harga di sekitar Rp150.500 juta. Dan kami berharap jika ada kenaikan hingga Rp162 juta. Syukur-syukur bisa sampai Rp165 juta. Justru kami tunggu hal itu," kata Soesilo.
Sebelumnya, Sekretaris REI Jatim Andi Rahmean Pohan mengatakan hal yang sama, dan DPD REI Jawa Timur telah mengusulkan kenaikan harga rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 7 persen pada tahun 2022.
"Kami berharap pada tahun 2022 harga rumah subsidi ada kenaikan. Kami mengusulkan kenaikan 7 persen berarti Rp162 juta dari harga yang selama ini, yakni Rp155 juta berdasarkan tingkat inflasi," katanya.
Andi menjelaskan inflasi tersebut adalah inflasi di bidang konstruksi yang pada tahun 2021 tercatat sebesar 14 persen.
"Pemerintah dalam hal ini Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) selama ini melihat inflasi secara keseluruhan yang nilainya sebesar 3 sampai 4 persen. Tapi, dari keseluruhan itu ada bawang, cabai yang tidak berhubungan langsung dengan konstruksi. Sedangkan di konstruksi, komponen besi mengalami inflasi tinggi sekali," ujarnya.
Menurutnya, usulan kenaikan 7 persen tersebut adalah angka moderat karena kalau dihitung, kenaikan yang disebabkan inflasi pada sektor konstruksi mungkin bisa 20 persen.
"Tetapi, kami tahu bahwa daya beli masyarakat belum meningkat 100 persen yang disebabkan oleh adanya pandemi," kata Andi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
"Dunia properti memiliki keterkaitan yang luas terhadap segala bidang usaha, ada sekitar 174 bidang usaha yang memiliki keterkaitan, sehingga adanya perang Ukrania dan Rusia, jujur saja memang berdampak," kata Ketua DPD REI Jatim Soesilo Efendy di Surabaya, Selasa.
Ditemui pada acara Diklat Anggota DPD REI Jatim di salah satu hotel di Surabaya, Soesilo mengatakan dorongan kenaikan harga rumah subsidi juga karena sudah terlalu lama pemerintah tidak menaikkannya, sehingga perlu didorong.
"Harga barang dan material saat ini terus bergerak naik, dan kami di DPD REI harus mengikuti, oleh karena itu perlu didorong kenaikan pada aturan rumah subsidi," kata Soesilo.
Ia menjelaskan kenaikan harga material bangunan saat ini sekitar 20 hingga 30 persen, dan yang paling tinggi adalah besi, sehingga perlu segera dibuatkan aturan baru kenaikan harga rumah subsidi.
"Saat ini harga di sekitar Rp150.500 juta. Dan kami berharap jika ada kenaikan hingga Rp162 juta. Syukur-syukur bisa sampai Rp165 juta. Justru kami tunggu hal itu," kata Soesilo.
Sebelumnya, Sekretaris REI Jatim Andi Rahmean Pohan mengatakan hal yang sama, dan DPD REI Jawa Timur telah mengusulkan kenaikan harga rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 7 persen pada tahun 2022.
"Kami berharap pada tahun 2022 harga rumah subsidi ada kenaikan. Kami mengusulkan kenaikan 7 persen berarti Rp162 juta dari harga yang selama ini, yakni Rp155 juta berdasarkan tingkat inflasi," katanya.
Andi menjelaskan inflasi tersebut adalah inflasi di bidang konstruksi yang pada tahun 2021 tercatat sebesar 14 persen.
"Pemerintah dalam hal ini Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) selama ini melihat inflasi secara keseluruhan yang nilainya sebesar 3 sampai 4 persen. Tapi, dari keseluruhan itu ada bawang, cabai yang tidak berhubungan langsung dengan konstruksi. Sedangkan di konstruksi, komponen besi mengalami inflasi tinggi sekali," ujarnya.
Menurutnya, usulan kenaikan 7 persen tersebut adalah angka moderat karena kalau dihitung, kenaikan yang disebabkan inflasi pada sektor konstruksi mungkin bisa 20 persen.
"Tetapi, kami tahu bahwa daya beli masyarakat belum meningkat 100 persen yang disebabkan oleh adanya pandemi," kata Andi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022