Aulia Putri dan Nur Ferry Pradana tak bisa menyembunyikan kebahagiaan mereka tatkala sukses menambah pundi-pundi medali emas bagi Indonesia dari cabang para-atletik ASEAN Para Games 2022 di Solo, Jawa Tengah.

Putri dan Nur Ferry adalah pasangan suami istri yang menikah pada Maret 2019, tak lama setelah Asian Para Games 2018 digelar di Jakarta.

Aulia merupakan paralimpian pada Paralimpiade Tokyo 2022 yang meski tak berhasil menyumbangkan medali bagi Indonesia adalah sprinter andalan Indonesia pada klasifikasi T13.

T13 adalah klasifikasi untuk pelari dengan gangguan penglihatan. Terbatas pada radius kurang dari dua puluh derajat atau kemampuan dalam mengenali objek berukuran bola tenis maksimal lima meter.

Sementara suaminya, Nur Ferry Pradana, adalah penyumbang empat medali emas dalam ASEAN Para Games 2017 di Malaysia. Berbeda nasib dengan Aulia, Ferry gagal tembus Paralimpiade Tokyo 2022 karena kalah poin dari atlet negara lain.

ASEAN Games 2022 ini menjadi pembuktian Ferry untuk semakin menegaskan diri menjadi sprinter difabel andalan Indonesia dalam klasifikasi T47. Klasifikasi T47 adalah untuk atlet dengan amputasi atau gangguan di bawah siku atau pergelangan tangan.

Meski telah mengantongi berbagai prestasi dari ajang bagi penyandang difabel, Aulia dan Ferry tetap mengerahkan seluruh kemampuannya dan tak pernah memandang sebelah mata lawan-lawannya.

Motivasi mereka meraih medali emas ASEAN Para Games 2022 semakin menggunung karena orang tua mereka menyaksikan langsung perjuangan anak kebanggaannya dari tribun Stadion Manahan di Solo.

"Ada keluarga saya, mertua saya datang menonton di sini," kata Putri sambil menunjuk tribun.
Pelari Indonesia Rizal Bagus Saktyono (tengah) dan Nur Ferry Pradana (kiri) saat mencapai garis finis pada nomor lari 100 meter putra T47 ASEAN Para Games 2022 di Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah, Senin (1/8/2022). ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/tom

Sulit bertemu

Disaksikan langsung oleh orang tua menjadi pengalaman langka bagi Aulia dan Ferry, apalagi padatnya persiapan dan banyaknya kejuaraan mengharuskan mereka jauh dari orang-orang tercinta.

Waktu mereka berdua banyak dihabiskan di pemusatan latihan nasional.

Aulia bercerita, sejak Paralimpik Tokyo hanya memiliki waktu seminggu di rumah, setelah itu harus kembali bergabung bersama kompatriotnya yang lain di Pelatnas untuk mempersiapkan diri menghadapi Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) di Papua.

Mereka lanjut ke Swiss untuk mengikuti ajang Grandprix pada Mei tahun ini. Di Swiss, dia dan suaminya sama-sama menorehkan prestasi membanggakan dengan meraih medali perak.

"Setelah dari Swiss baru bisa pulang seminggu, kemudian langsung kembali ke pemusatan latihan untuk ASEAN Para Games Solo 2022," kata Aulia sambil menyeka keringat yang belum kering setelah lomba.

Beruntung bagi Aulia dan Ferry, karena sama-sama atlet para atletik membuat mereka saling memotivasi. Tatkala Aulia terpuruk, Ferry hadir sebagai obat penenang, begitu pula sebaliknya.

"Bisa lebih enak. Kasih semangat. Saling support," timpal Ferry.

Tentu saja, sama-sama bertanding demi mengharumkan nama Indonesia sekaligus disaksikan keluarga tercinta menjadi pelecut dalam meraih prestasi terbaik yang akan menjadi cerita pengantar tidur bagi anak-anak mereka kelak.
 
Program Hamil

ASEAN Para Games 2022 akan menjadi perhelatan akbar terakhir bagi Aulia. Sudah cukup bagi Aulia dalam menorehkan tinta emas sebagai salah seorang sprinter terbaik penyandang difabel Indonesia.

Emas yang diperolehnya saat ini adalah hadiah terakhir yang dia persembahkan kepada Indonesia sebelum menjalani program kehamilan. Padatnya aktivitas latihan membuatnya terpaksa menunda memiliki momongan.

"Saya ingin program dulu. Ini ASEAN Para Games terakhir sebelum program (kehamilan)," kata perempuan asal Deli Serdang di Sumatra Utara tersebut.

Bagi Aulia dan Ferry, memiliki momongan akan membuat hari-hari mereka semakin sempurna. Karena kurang lengkap rasanya jika kisah perjuangan mereka tidak dapat diceritakan kepada anak-anaknya nanti.

Aulia dan Ferry adalah sederet pasangan suami-istri sesama atlet dalam kancah olahraga nasional. Pasangan Alan Budikusuma dan Susi Susanti menjadi salah satu bukti dari cerita ini.

Alan dan Susi adalah dua legenda bulu tangkis Indonesia. Susi meraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992. Saat itu, Susi menggondol medali emas dari nomor tunggal putri.

Sementara Alan Budikusuma meraih medali emas pada gelaran yang sama dari nomor tunggal putra. Keduanya menikah 9 Februari 1997 di Jakarta.

Kemudian, Yayuk Basuki dan Hary Suharyadi yang sama-sama atlet tenis.

Yayuk Basuki merupakan legenda tenis Indonesia yang mengukir beragam prestasi semasa aktif, termasuk menembus perempat final Wimbledon tahun 1997.

Yayuk menikah dengan Hary Suharyadi yang juga petenis nasional. Pasangan yang menikah tahun 1994 itu mempersembahkan medali emas ganda campuran Asian Games Beijing 1990 untuk Indonesia.

Dari cabang wushu, ada Lindswell Kwok dan Achmad Hulaefi.

Kedua atlet ini juga sama-sama tampil dalam Asian Games 2018. Lindswell menyumbangkan medali emas, sementara Hulaefi menggondol medali perunggu. Keduanya lantas menikah usai sama-sama membawa nama Indonesia harum dalam pesta olahraga paling akbar se-Asia itu.

Pencak silat tak mau kalah karena dari sini ada pasangan Hanifan Yudani Kusumah dan Pipiet Kamelia.

Pada Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua tahun lalu, keduanya menyumbangkan emas bagi masing-masing daerahnya. Hanifan mewakili Jawa Barat dan Pipiet membawa panji DKI Jakarta.

Bahkan sebelum PON Papua, keduanya juga sukses mengamankan medali emas pada ajang lebih bergengsi dalam Asian Games 2018 Jakarta-Palembang.

Pewarta: Asep Firmansyah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022