Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menyebut pemerintah memang melarang beras rusak, masuk untuk bantuan presiden (banpres) yang dibagikan ke masyarakat.
"Beras rusak itu memang tidak boleh dibagikan kepada masyarakat karena Presiden pesan jangan berikan beras ke masyarakat yang kita sendiri tidak mau makan, yang diberikan beras premium," kata Muhadjir di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Senin.
Hal tersebut disampaikan Muhadjir terkait dengan penemuan barang diduga bansos presiden untuk warga terdampak COVID-19 di Kampung Serab, Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, pada Minggu (31/7).
Beras tersebut tertimbun di dalam tanah dan terungkap setelah ahli waris pemilik lahan, Rudi Samin, melakukan penggalian menggunakan alat berat. Saat ini Polrestro Depok tengah memeriksa penemuan tersebut dengan pihak terlapor adalah JNE.
"Waktu itu kita putuskan semua beras yang kena hujan tidak boleh dibagikan, baik yang masih dalam keadaan baik dan yang rusak tidak boleh dibagikan. Kenapa? karena mungkin yang waktu itu tampaknya baik, besoknya rusak, beras itu kan sensitif dengan air, kemudian hari itu juga harus diganti, paling lambat dua hari setelah itu harus diganti," ungkap Muhadjir.
Menurut Muhadjir, terkait penemuan beras yang rusak itu, pihak yang bertanggung jawab seharusnya adalah perusahaan pengirim beras dan Bulog.
"Jadi kalau ada beras rusak itu adalah tanggung jawab pihak transporter, benar kalau itu JNE itu jadi transporter itu kalau JNE yang melakukan itu benar. Soal itu ditimbun, urusan dia, bukan urusan Kemensos, karena beras rusak itu sangat mungkin sudah diganti," tambah Muhadjir.
Namun Muhadjir mengaku tidak tahu apakah beras yang rusak sudah diganti atau belum sebelum sampai ke masyarakat.
"Karena betul-betul kita kawal sampai delivered sesuai pesan Pak Presiden. jangan hanya dikirim, tapi harus tersampaikan jadi kerugian ditanggung perusahaan pengirim, transporter," ungkap Muhadjir.
Saat ini, Muhadjir menyebut, penyelidikan kasus masih dilakukan bersama oleh Polri, Irjen Kemensos dan Deputi 1 Kemenko PMK.
"Jadi jawaban saya sementara berpegang pada pernyataan JNE, kalau itu benar, berarti beras rusak dan beras rusak itu memang tidak boleh dibagikan kepada masyarakat. Kita sangat correct begitu rusak, tidak boleh, sedangkan waktu itu ada yang sudah sampai ke penduduk kita tarik lagi, termasuk yang tidak rusak. Pokoknya 1 truk itu ada yang rusak, sudah yang lain tidak boleh dibagi semua," jelas Muhajdir.
Muhadjir juga menyebut Kemenko PMK tidak berwenang untuk menentukan apakah perusahaan pengirim terbukti lalai atau tidak.
"Kalau lalai bukan domain kita ya, jadi perkara pidana kan kalau ternyata memang mestinya hak masyarakat dan dia tidak mau dibagikan lain lagi, tapi kalau dia mengklaim itu beras rusak yang saat itu tidak boleh dibagikan kepada masyarakat, itu sudah benar," tambah Muhadjir.
Beras yang ditemukan rusak di Depok tersebut, menurut Muhadjir, dibagikan karena instruksi Presiden Jokowi adalah membagikan bantuan berupa beras dari Bulog.
"Kenapa Bulog? Karena Bulog sendiri waktu itu sudah mengalami over, di gudang-gudangnya mengalami penumpukan dan kemudian akan segera disusul panen raya sehingga pemerintah mengambil kebijakan, sudah ini bantuannya di samping dalam bentuk uang juga ada dalam bentuk beras untuk Jabodetabek.
Kemudian, karena dananya itu adalah dana ekstra dari BUN (Bendahara Umum Negara) maka itu disebut bantuan Presiden, bukan bansos, kalau bansos kan sudah teralokasikan di Kemensos," ungkap Muhadjir.
Muhadjir saat ini mengaku menjadi koordinator pembagian banpres beras bersama-sama dengan Kemensos dan pemerintah daerah.
"Di beberapa tempat, ada kejadian yang kita tidak kehendaki, ada beberapa perusahaan yang mungkin belum berpengalaman atau teledor truknya bukan truk tertutup, pakai truk bak terbuka. Nah karena bak terbuka, ketika kehujanan kemudian banyak terjadi beras rusak," kata Muhadjir. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
"Beras rusak itu memang tidak boleh dibagikan kepada masyarakat karena Presiden pesan jangan berikan beras ke masyarakat yang kita sendiri tidak mau makan, yang diberikan beras premium," kata Muhadjir di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Senin.
Hal tersebut disampaikan Muhadjir terkait dengan penemuan barang diduga bansos presiden untuk warga terdampak COVID-19 di Kampung Serab, Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, pada Minggu (31/7).
Beras tersebut tertimbun di dalam tanah dan terungkap setelah ahli waris pemilik lahan, Rudi Samin, melakukan penggalian menggunakan alat berat. Saat ini Polrestro Depok tengah memeriksa penemuan tersebut dengan pihak terlapor adalah JNE.
"Waktu itu kita putuskan semua beras yang kena hujan tidak boleh dibagikan, baik yang masih dalam keadaan baik dan yang rusak tidak boleh dibagikan. Kenapa? karena mungkin yang waktu itu tampaknya baik, besoknya rusak, beras itu kan sensitif dengan air, kemudian hari itu juga harus diganti, paling lambat dua hari setelah itu harus diganti," ungkap Muhadjir.
Menurut Muhadjir, terkait penemuan beras yang rusak itu, pihak yang bertanggung jawab seharusnya adalah perusahaan pengirim beras dan Bulog.
"Jadi kalau ada beras rusak itu adalah tanggung jawab pihak transporter, benar kalau itu JNE itu jadi transporter itu kalau JNE yang melakukan itu benar. Soal itu ditimbun, urusan dia, bukan urusan Kemensos, karena beras rusak itu sangat mungkin sudah diganti," tambah Muhadjir.
Namun Muhadjir mengaku tidak tahu apakah beras yang rusak sudah diganti atau belum sebelum sampai ke masyarakat.
"Karena betul-betul kita kawal sampai delivered sesuai pesan Pak Presiden. jangan hanya dikirim, tapi harus tersampaikan jadi kerugian ditanggung perusahaan pengirim, transporter," ungkap Muhadjir.
Saat ini, Muhadjir menyebut, penyelidikan kasus masih dilakukan bersama oleh Polri, Irjen Kemensos dan Deputi 1 Kemenko PMK.
"Jadi jawaban saya sementara berpegang pada pernyataan JNE, kalau itu benar, berarti beras rusak dan beras rusak itu memang tidak boleh dibagikan kepada masyarakat. Kita sangat correct begitu rusak, tidak boleh, sedangkan waktu itu ada yang sudah sampai ke penduduk kita tarik lagi, termasuk yang tidak rusak. Pokoknya 1 truk itu ada yang rusak, sudah yang lain tidak boleh dibagi semua," jelas Muhajdir.
Muhadjir juga menyebut Kemenko PMK tidak berwenang untuk menentukan apakah perusahaan pengirim terbukti lalai atau tidak.
"Kalau lalai bukan domain kita ya, jadi perkara pidana kan kalau ternyata memang mestinya hak masyarakat dan dia tidak mau dibagikan lain lagi, tapi kalau dia mengklaim itu beras rusak yang saat itu tidak boleh dibagikan kepada masyarakat, itu sudah benar," tambah Muhadjir.
Beras yang ditemukan rusak di Depok tersebut, menurut Muhadjir, dibagikan karena instruksi Presiden Jokowi adalah membagikan bantuan berupa beras dari Bulog.
"Kenapa Bulog? Karena Bulog sendiri waktu itu sudah mengalami over, di gudang-gudangnya mengalami penumpukan dan kemudian akan segera disusul panen raya sehingga pemerintah mengambil kebijakan, sudah ini bantuannya di samping dalam bentuk uang juga ada dalam bentuk beras untuk Jabodetabek.
Kemudian, karena dananya itu adalah dana ekstra dari BUN (Bendahara Umum Negara) maka itu disebut bantuan Presiden, bukan bansos, kalau bansos kan sudah teralokasikan di Kemensos," ungkap Muhadjir.
Muhadjir saat ini mengaku menjadi koordinator pembagian banpres beras bersama-sama dengan Kemensos dan pemerintah daerah.
"Di beberapa tempat, ada kejadian yang kita tidak kehendaki, ada beberapa perusahaan yang mungkin belum berpengalaman atau teledor truknya bukan truk tertutup, pakai truk bak terbuka. Nah karena bak terbuka, ketika kehujanan kemudian banyak terjadi beras rusak," kata Muhadjir. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022