Itong Isnaini Hidayat saat menjadi hakim di Pengadilan Negeri Surabaya pernah memenangkan penggugat perkara tanah yang hanya memiliki bukti surat Petok D. 

Tergugat perkara ini adalah Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera (CHHS) yang memiliki empat surat sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di lahan seluas 3.150 meter persegi, kawasan Kelurahan Lontar Surabaya, yang diperkarakan tersebut. 

Ronald Talaway, yang bertindak sebagai Kuasa Hukum Yayasan CHHS, kepada wartawan di Surabaya, Kamis, mengisahkan perkara dengan nomor 346/Pdt.G/2021/PN Sby itu disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya pada tahun 2021.

Penggugatnya yang hanya memiliki surat Petok D tercatat atas nama Mulya Hadi dan kawan-kawan.

Baca juga: Hakim Itong jalani sidang perdana kasus suap di Pengadilan Tipikor Surabaya
Baca juga: Hakim Itong mulai ditahan di Rutan Medaeng

Ronald merasakan sejumlah kejanggalan selama proses persidangan perkara ini. 

"Pertama, pengadilan gugatan itu berlangsung sangat singkat, tidak sampai sebulan, yaitu mulai 13 April - 11 Mei 2021," katanya.
  
Saat Hakim Itong menjatuhkan putusan, lanjut Ronald, pihak yayasan tidak mengetahui karena tidak pernah menerima panggilan sidang tersebut.

"Putusannya verstek. Hakim Itong menyatakan pihak yayasan kehilangan haknya dan harus membayar ganti rugi sebesar Rp1 miliar kepada Mulya Hadi dan kawan-kawan sebagai penggugat. Padahal semua barang bukti belum pernah diperiksa," ujarnya.

Baca juga: KPK telusuri aliran uang suap hakim Itong ke sejumlah pihak

Yayasan CHHS saat ini sedang mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. 

Mulyadi, kuasa hukum pihak penggugat, menyatakan tidak bisa berkomentar atas putusan Hakim Itong tersebut. Terlebih saat ini dia tidak lagi menangani perkara tanah melawan Yayasan CHHS. 

Kuasa Hukum pihak penggugat saat ini ditangani  Yohanes Dipa, yang menyatakan bukti-bukti yang diajukan Yayasan CHHS untuk PK tidak bisa dikategorikan sebagai novum.

Sementara Itong saat ini berstatus Hakim nonaktif setelah tertangkap tangan oleh aparat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menerima suap senilai Rp140 juta dari pihak penggugat terkait sidang yang dipimpinnya dalam perkara permohonan pembubaran perusahaan rumah sakit PT Soyu Giri Primedika pada 19 Januari 2022. Proses persidangannya sampai sekarang masih berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. 
 

Pewarta: Hanif Nashrullah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022