Jaringan Islam Anti-Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur mendesak Kementerian Agama mewajibkan pesantren atau institusi pendidikan Islam bercorak pesantren agar memiliki standar operasional prosedur (SOP) agar menerapkan pendidikan ramah anak dan perempuan.
Mengingat cukup banyak institusi pendidikan Islam bercorak pesantren yang terlibat dalam kasus kekerasan seksual akhir-akhir ini, JIAD mendesak Kemenag agar secara serius membuat roadmap yang jelas terkait penghapusan kekerasan seksual di lingkungan pesantren, kata Koordinator JIAD Jatim Aan Anshori saat dikonfirmasi, Jumat.
"Misalnya, Kemenag mewajibkan semua pesantren untuk memiliki SOP terkait pesantren ramah anak dan perempuan," tambah Aan Anshori.
Pihaknya mengapresiasi langkah Kementerian Agama yang mencabut izin Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah (PMBS) Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, sebagai konsekuensi atas tidak kooperatifnya pesantren ini menyelesaikan kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan MSAT terhadap beberapa santriwatinya.
Pencabutan ini, kata dia, idealnya juga diterapkan pada institusi pendidikan (agama) yang terlibat dalam kasus kekerasan seksual.
Ia juga berharap Kementerian Agama memfasilitasi para santri di Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah tersebut agar dapat melanjutkan proses pembelajaran di pesantren lain.
"Kemenag juga memiliki kewajiban mendampingi PMBS agar pesantren ini bisa aktif kembali dengan corak yang lebih ramah anak dan perempuan," kata dia.
Polda Jatim juga telah mengamankan MSAT (42), tersangka pelaku asusila pada santri di pesan Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah (PMBS) Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, yang dipimpin ayahnya.
Ia menyerahkan diri pada Kamis (7/7) setelah sebelumnya tim dari Polda Jatim melakukan penjemputan paksa pada yang bersangkutan.
Kapolda menjelaskan berkas tersangka MSAT dalam kasus pencabulan santriwati telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi Jatim pada Januari 2022.
Irjen Nico mengatakan setelah berkas dinyatakan lengkap atau P21, pihaknya mempunyai kewajiban menyerahkan tersangka MSAT dan barang bukti kepada kejaksaan.
"Prosesnya dilakukan mengedepankan preemtif agar MSAT dapat menyerahkan diri untuk ditahap-duakan (penyerahan tahap dua)," katanya.
Kasus yang diduga melibatkan MSAT itu terjadi pada 2017 dengan tersangka melakukan perbuatan asusila atau pencabulan pada lima santri putri di kawasan pesantren di Desa Purisemanding, Kecamatan Plandaan, Kabupaten Jombang.
MSAT sudah ditetapkan sebagai tersangka asusila pada santriwati sejak tahun 2020, namun yang bersangkutan terus mangkir dari panggilan pemeriksaan di Polda Jatim.
Ia menjadi tersangka kasus asusila terhadap sejumlah santriwati di pesantren yang dipimpin ayahnya tersebut.
MSAT bertugas sebagai pengurus pesantren yang dipimpin ayahnya itu. Ia juga sebagai guru di Pesantren Shiddiqiyah Ploso, Kabupaten Jombang, tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Mengingat cukup banyak institusi pendidikan Islam bercorak pesantren yang terlibat dalam kasus kekerasan seksual akhir-akhir ini, JIAD mendesak Kemenag agar secara serius membuat roadmap yang jelas terkait penghapusan kekerasan seksual di lingkungan pesantren, kata Koordinator JIAD Jatim Aan Anshori saat dikonfirmasi, Jumat.
"Misalnya, Kemenag mewajibkan semua pesantren untuk memiliki SOP terkait pesantren ramah anak dan perempuan," tambah Aan Anshori.
Pihaknya mengapresiasi langkah Kementerian Agama yang mencabut izin Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah (PMBS) Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, sebagai konsekuensi atas tidak kooperatifnya pesantren ini menyelesaikan kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan MSAT terhadap beberapa santriwatinya.
Pencabutan ini, kata dia, idealnya juga diterapkan pada institusi pendidikan (agama) yang terlibat dalam kasus kekerasan seksual.
Ia juga berharap Kementerian Agama memfasilitasi para santri di Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah tersebut agar dapat melanjutkan proses pembelajaran di pesantren lain.
"Kemenag juga memiliki kewajiban mendampingi PMBS agar pesantren ini bisa aktif kembali dengan corak yang lebih ramah anak dan perempuan," kata dia.
Polda Jatim juga telah mengamankan MSAT (42), tersangka pelaku asusila pada santri di pesan Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah (PMBS) Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, yang dipimpin ayahnya.
Ia menyerahkan diri pada Kamis (7/7) setelah sebelumnya tim dari Polda Jatim melakukan penjemputan paksa pada yang bersangkutan.
Kapolda menjelaskan berkas tersangka MSAT dalam kasus pencabulan santriwati telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi Jatim pada Januari 2022.
Irjen Nico mengatakan setelah berkas dinyatakan lengkap atau P21, pihaknya mempunyai kewajiban menyerahkan tersangka MSAT dan barang bukti kepada kejaksaan.
"Prosesnya dilakukan mengedepankan preemtif agar MSAT dapat menyerahkan diri untuk ditahap-duakan (penyerahan tahap dua)," katanya.
Kasus yang diduga melibatkan MSAT itu terjadi pada 2017 dengan tersangka melakukan perbuatan asusila atau pencabulan pada lima santri putri di kawasan pesantren di Desa Purisemanding, Kecamatan Plandaan, Kabupaten Jombang.
MSAT sudah ditetapkan sebagai tersangka asusila pada santriwati sejak tahun 2020, namun yang bersangkutan terus mangkir dari panggilan pemeriksaan di Polda Jatim.
Ia menjadi tersangka kasus asusila terhadap sejumlah santriwati di pesantren yang dipimpin ayahnya tersebut.
MSAT bertugas sebagai pengurus pesantren yang dipimpin ayahnya itu. Ia juga sebagai guru di Pesantren Shiddiqiyah Ploso, Kabupaten Jombang, tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022