Komisi A Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Kota Surabaya, Jawa Timur menilai operasi yustisi yang digelar pemerintah kota setempat masih efektif mengurangi arus urbanisasi di "Kota Pahlawan" i usai libur Lebaran 2022.

"Tapi Pemkot Surabaya jangan hanya masyarakat ekonomi bawah atau wong cilik saja, tapi juga harus digelar di apartemen-apartemen yang jumlahnya makin banyak di Surabaya," kata Anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya Imam Syafi’i di Surabaya, Jumat.

Ia mengatakan operasi yustisi bagi warga negara asing (WNA) juga penting  digelar secara rutin.

Menurut dia, Pemkot Surabaya harus mengecek dokumen mereka, sudah sesuai atau tidak visa mereka, masih berlaku atau tidak berlaku izin tinggalnya.

"Saya mendengar keluhan dari pejabat Pemkot Surabaya berapa data WNA yang dimiliki Pemkot tidak sama dengan data di imigrasi dan kepolisian. Makanya juga perlu ada operasi yustisi khusus warga negara asing yang juga diadakan rutin, dan melibatkan semua pihak terkait termasuk DPRD," kata dia.

Ia mengatakan sasaran operasi jangan cuma wong cilik, melainkan warga asing juga harus dioperasi yustisi karena dampak negatifnya juga jauh lebih besar, di antaranya masalah stabilitas ekonomi politik dan ketahanan negara.

Lebih lanjut Imam Syafi’i menjelaskan operasi yustisi tetap perlu diadakan secara rutin setiap tahun, terutama setelah Lebaran, sebab momentum ini biasanya dimanfaatkan pendatang dari luar kota yang masuk dan tinggal menetap di Surabaya.

Saat ditanya apakah selama ini efektif operasi yustisi dapat menekan lonjakan penduduk, ia menjelaskan, operasi yustisi masih efektif untuk mengurangi arus urbanisasi warga dari kota dan kabupaten lain yang masuk Surabaya.

"Terutama pencari kerja yang tidak memiliki keterampilan. Bayangkan mereka akan bersaing dengan pencari kerja lainnya. Baik yang sama-sama tidak punya keterampilan maupun yang lebih berkualitas dibanding mereka," ujar dia.

Belum lagi, kata Imam, mereka bersaing dengan warga Surabaya yang jumlah pengangguran masih tinggi. Pada saat bersamaan, ketersediaan lapangan pekerjaan juga terbatas. Jumlah pendatang yang terus bertambah ini akan menjadi beban sosial bagi Pemkot Surabaya.

"Ujung-ujungnya bisa ditebak, pengangguran makin meningkat, gelandangan dan pengemis makin banyak. Ini bisa dilihat penghuni di Liponsos terus bertambah. Bahkan beberapa tahun belakangan sudah 'over' (kelebihan) kapasitas. Selain itu pemukiman kumuh juga makin meluas. Angka kriminalitas juga akan meningkat seiring bertambahnya jumlah warga miskin," kata dia.

Selain itu, kata Imam, operasi yustisi harus digelar secara humanis. Warga yang terkena operasi yustisi harus ditampung di tempat yang baik dan diperlakukan secara manusiawi.

"Yang penting koordinasi dengan kepala daerah setempat sebelum mereka dipulangkan sehingga bisa dicarikan solusi terbaik buat mereka untuk mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak, seperti dijamin oleh UUD 1945," ujarnya.

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surabaya Eddy Christijanto menyampaikan sesuai Surat Edaran Sekretaris Daerah Kota Surabaya Nomor 470/7754/436 7.18/2022, camat dan lurah diminta mulai melakukan pengawasan penduduk pendatang.

"Pengawasan ini melibatkan tiga pilar dan ketua RT/RW setempat. Pengawasan bisa dilakukan secara stelsel aktif dan stelsel pasif," kata dia.

Dia menjelaskan stelsel aktif yakni, camat dan lurah melakukan pengawasan di rumah-rumah kos dan kontrakan bersama tiga pilar, sedangkan stelsel pasif, yakni RT/RW melakukan pengawasan dan kemudian melaporkan kepada camat.

"Pelaksanaannya dilakukan serentak di 31 kecamatan mulai hari ini tanggal 9 hingga 13 Mei 2022," kata dia.

Eddy menyatakan jajaran Satpol PP Kota Surabaya bila diperlukan akan membantu kecamatan dan kelurahan melakukan pengawasan, tentunya apabila lokasinya itu berupa kos-kosan besar.

"Kalau memang lokasinya kos-kosan besar, nanti kami bergerak ke sana," kata dia. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022