Tanggal 7 Maret 2021 menjadi tanggal bersejarah bagi Letnan Dua Laut (S/W) Catur Arum Nuryani. Tanggal itu merupakan kali pertama perempuan asal Kota Malang, Jawa Timur, ini mendapat kepercayaan memegang kendali pesawat.
Memang tidak mudah bagi anggota di jajaran TNI AL mendapatkan kepercayaan menjadi "Rajawali Laut", julukan bagi para penerbang TNI-AL, apalagi perempuan.
Mereka harus menjalani seleksi ketat selama berbulan-bulan bersama anggota lain, untuk kemudian dipercaya solo atau memegang kendali pesawat secara mandiri.
Lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) angkatan ke-63 Tahun 2018 itu juga tidak menyangka bahwa dirinya menjadi satu dari beberapa perempuan di TNI AL yang dipilih menjadi penerbang.
Karena awal masuk akademi AL ditempatkan di bagian perbekalan kapal KRI I Gusti Ngurah Rai (332), jenis Kapal Perusak Rudal (PKR)-2 yang bertugas menjaga bekal prajurit dalam sebuah misi kapal.
Dua tahun menjadi keluarga besar KRI I Gusti Ngurah Rai, Arum, panggilan akrabnya, mendapatkan surat tugas atau perintah (ST) penempatan baru di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut (RSAL) Sidoarjo. Berselang beberapa hari, kembali mendapatkan ST untuk mengikuti seleksi penerbang.
Awalnya tidak menyangka bahwa dirinya mendapatkan ST tersebut, karena selama ini hanya bergelut dengan perbekalan kapal. Karena memegang prinsip yang telah ditanamkan sejak mengikuti pendidikan di AAL bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai kesempatan yang sama, maka ia jalani perintah tersebut.
Anak bungsu dari empat bersaudara itu pun menyambut baik dan merespons surat tugas itu dengan bersemangat untuk kemudian mengikuti seleksi.
"Prinsip yang saya pegang sejak di AAL adalah laki-laki dan perempuan itu sama, hanya beda kamar mandi dan tempat tidur," kata perempuan kelahiran Malang, Juni 1996, itu.
Dengan memegang prinsip kuat bahwa kedudukan perempuan dan laki-laki sama dalam hal kemampuan dan pekerjaan, Arum mulai memetik hasil dari keteguhannya tersebut.
Arum kini sudah mengantongi 200 jam terbang dan telah menjadi bagian dari keluarga besar Rajawali Laut yang bisa diandalkan, khususnya untuk jenis pesawat Piper 28181 dan Bonanza G36.
Selain Arum, sosok Kartini Rajawali Laut lainnya adalah Letda Laut (P/W) Virnanda Steffy Aulia, atau yang mempunyai panggilan akrab Nanda.
Nanda, awalnya juga tidak yakin mampu mengendalikan helikopter, sebab pada penugasan pertama hanya ditempatkan di bagian peralatan bahari, yang bertugas mengoordinasi penyandaran kapal di KRI Surabaya 591.
Nanda yang masuk AAL pada Tahun 2015 atau angkatan 64 itu harus melalui percobaan delapan kali penerbangan sebelum melakukan solo atau penerbangan secara mandiri.
"Saya tidak ingat detail kapan kali pertama melakukan solo, namun yang saya ingat bahwa proses saya lalui dengan delapan kali percobaan, hingga akhirnya dipercaya solo," kata perempuan kelahiran Boyolali, Jawa Tengah, Agustus 1997 itu.
Dengan semangat pantang menyerah, kini anak bungsu dari dua bersaudara itu telah dipercaya secara mandiri mengendalikan helikopter jenis Colibri EC 120B.
Prestasi ini, menurutnya, sangat luar biasa, bahkan anak dari (Alm) Slamet Widodo, purnawirawan TNI AD itu, tidak menyangka karena cita-cita awalnya hanya ingin masuk ke TNI AD.
Menurutnya, semua manusia memiliki kesempatan yang sama dan kepercayaan diri dalam hal apa pun, tidak memandang perempuan atau laki-laki.
Dengan prinsip itulah, Nanda percaya bahwa dirinya sebagai perempuan juga mampu mengendalikan helikopter, yang biasanya hanya didominasi oleh kaum Adam.
Dengan rendah hati, Nanda mengakui, meski sudah dipercaya mengendalikan helikopter, dirinya masih perlu belajar karena masih banyak ilmu pengetahuan dan teknologi penerbangan yang perlu dia pelajari, dan hal itu menjadi motivasi pribadinya.
Selain Arum dan Nanda, Kartini lain yang terpilih menjadi penerbang di Pusat Penerbangan TNI AL (Puspenerbal) yang berlokasi di Juanda, Sidoarjo, itu antara lain Letda Laut (P/W) Andi Quita Wetuffahati dan Letda Laut (P/W) Mia Khuzaimah Hanun. Mereka terpilih dari seleksi yang diikuti sebanyak 35 prajurit TNI AL.
Ke depan, mereka berharap salah satu di antara mereka akan mendapat kepercayaan menjadi komandan di skuadron dan menjadi Komandan Puspenerbal.
Tantangan Kartini
Kepala Dinas Penerangan Puspenerbal, Letkol laut (S) Wahyu Kurniawan mengakui menjadi penerbang perempuan memiliki tantangan tersendiri, karena membuat wacana baru yang awalnya hanya didominasi oleh kaum laki-laki, yakni terbang di atas lautan serta daratan.
Antusiasme di dunia penerbangan bagi perempuan juga cukup tinggi, namun tidak mudah menunjuk Kartini saat ini menjadi bagian dari keluarga besar Sang Rajawali Laut, sebab TNI AL perlu melakukan seleksi yang cukup ketat.
Selain itu, diperlukan kemampuan pengendalian diri serta sikap prajurit yang kuat untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Untuk saat ini mencari penerbang perempuan itu tidak sulit, karena antusiasmenya cukup tinggi. Namun hambatan dan kendalanya adalah seleksinya yang cukup ketat, dan di sinilah tantangan kami sebagai TNI AL mencari Kartini tersebut," kata Wahyu.
Setelah terpilih menjadi bagian dari Rajawali Laut beban yang ditanggung cukup berat, karena Puspenerbal mempunyai tugas langsung melaksanakan operasi perang dan non-perang, seperti membantu penanganan bencana alam dan tugas khusus dari kesatuan.
Gender bukanlah perbedaan yang mengakibatkan perpecahan, di sinilah laki-laki dan perempuan bergabung menjadi satu dan memiliki kemampuan yang sama dalam tugas di Puspenerbal untuk menjaga Nusantara.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Memang tidak mudah bagi anggota di jajaran TNI AL mendapatkan kepercayaan menjadi "Rajawali Laut", julukan bagi para penerbang TNI-AL, apalagi perempuan.
Mereka harus menjalani seleksi ketat selama berbulan-bulan bersama anggota lain, untuk kemudian dipercaya solo atau memegang kendali pesawat secara mandiri.
Lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) angkatan ke-63 Tahun 2018 itu juga tidak menyangka bahwa dirinya menjadi satu dari beberapa perempuan di TNI AL yang dipilih menjadi penerbang.
Karena awal masuk akademi AL ditempatkan di bagian perbekalan kapal KRI I Gusti Ngurah Rai (332), jenis Kapal Perusak Rudal (PKR)-2 yang bertugas menjaga bekal prajurit dalam sebuah misi kapal.
Dua tahun menjadi keluarga besar KRI I Gusti Ngurah Rai, Arum, panggilan akrabnya, mendapatkan surat tugas atau perintah (ST) penempatan baru di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut (RSAL) Sidoarjo. Berselang beberapa hari, kembali mendapatkan ST untuk mengikuti seleksi penerbang.
Awalnya tidak menyangka bahwa dirinya mendapatkan ST tersebut, karena selama ini hanya bergelut dengan perbekalan kapal. Karena memegang prinsip yang telah ditanamkan sejak mengikuti pendidikan di AAL bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai kesempatan yang sama, maka ia jalani perintah tersebut.
Anak bungsu dari empat bersaudara itu pun menyambut baik dan merespons surat tugas itu dengan bersemangat untuk kemudian mengikuti seleksi.
"Prinsip yang saya pegang sejak di AAL adalah laki-laki dan perempuan itu sama, hanya beda kamar mandi dan tempat tidur," kata perempuan kelahiran Malang, Juni 1996, itu.
Dengan memegang prinsip kuat bahwa kedudukan perempuan dan laki-laki sama dalam hal kemampuan dan pekerjaan, Arum mulai memetik hasil dari keteguhannya tersebut.
Arum kini sudah mengantongi 200 jam terbang dan telah menjadi bagian dari keluarga besar Rajawali Laut yang bisa diandalkan, khususnya untuk jenis pesawat Piper 28181 dan Bonanza G36.
Selain Arum, sosok Kartini Rajawali Laut lainnya adalah Letda Laut (P/W) Virnanda Steffy Aulia, atau yang mempunyai panggilan akrab Nanda.
Nanda, awalnya juga tidak yakin mampu mengendalikan helikopter, sebab pada penugasan pertama hanya ditempatkan di bagian peralatan bahari, yang bertugas mengoordinasi penyandaran kapal di KRI Surabaya 591.
Nanda yang masuk AAL pada Tahun 2015 atau angkatan 64 itu harus melalui percobaan delapan kali penerbangan sebelum melakukan solo atau penerbangan secara mandiri.
"Saya tidak ingat detail kapan kali pertama melakukan solo, namun yang saya ingat bahwa proses saya lalui dengan delapan kali percobaan, hingga akhirnya dipercaya solo," kata perempuan kelahiran Boyolali, Jawa Tengah, Agustus 1997 itu.
Dengan semangat pantang menyerah, kini anak bungsu dari dua bersaudara itu telah dipercaya secara mandiri mengendalikan helikopter jenis Colibri EC 120B.
Prestasi ini, menurutnya, sangat luar biasa, bahkan anak dari (Alm) Slamet Widodo, purnawirawan TNI AD itu, tidak menyangka karena cita-cita awalnya hanya ingin masuk ke TNI AD.
Menurutnya, semua manusia memiliki kesempatan yang sama dan kepercayaan diri dalam hal apa pun, tidak memandang perempuan atau laki-laki.
Dengan prinsip itulah, Nanda percaya bahwa dirinya sebagai perempuan juga mampu mengendalikan helikopter, yang biasanya hanya didominasi oleh kaum Adam.
Dengan rendah hati, Nanda mengakui, meski sudah dipercaya mengendalikan helikopter, dirinya masih perlu belajar karena masih banyak ilmu pengetahuan dan teknologi penerbangan yang perlu dia pelajari, dan hal itu menjadi motivasi pribadinya.
Selain Arum dan Nanda, Kartini lain yang terpilih menjadi penerbang di Pusat Penerbangan TNI AL (Puspenerbal) yang berlokasi di Juanda, Sidoarjo, itu antara lain Letda Laut (P/W) Andi Quita Wetuffahati dan Letda Laut (P/W) Mia Khuzaimah Hanun. Mereka terpilih dari seleksi yang diikuti sebanyak 35 prajurit TNI AL.
Ke depan, mereka berharap salah satu di antara mereka akan mendapat kepercayaan menjadi komandan di skuadron dan menjadi Komandan Puspenerbal.
Tantangan Kartini
Kepala Dinas Penerangan Puspenerbal, Letkol laut (S) Wahyu Kurniawan mengakui menjadi penerbang perempuan memiliki tantangan tersendiri, karena membuat wacana baru yang awalnya hanya didominasi oleh kaum laki-laki, yakni terbang di atas lautan serta daratan.
Antusiasme di dunia penerbangan bagi perempuan juga cukup tinggi, namun tidak mudah menunjuk Kartini saat ini menjadi bagian dari keluarga besar Sang Rajawali Laut, sebab TNI AL perlu melakukan seleksi yang cukup ketat.
Selain itu, diperlukan kemampuan pengendalian diri serta sikap prajurit yang kuat untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Untuk saat ini mencari penerbang perempuan itu tidak sulit, karena antusiasmenya cukup tinggi. Namun hambatan dan kendalanya adalah seleksinya yang cukup ketat, dan di sinilah tantangan kami sebagai TNI AL mencari Kartini tersebut," kata Wahyu.
Setelah terpilih menjadi bagian dari Rajawali Laut beban yang ditanggung cukup berat, karena Puspenerbal mempunyai tugas langsung melaksanakan operasi perang dan non-perang, seperti membantu penanganan bencana alam dan tugas khusus dari kesatuan.
Gender bukanlah perbedaan yang mengakibatkan perpecahan, di sinilah laki-laki dan perempuan bergabung menjadi satu dan memiliki kemampuan yang sama dalam tugas di Puspenerbal untuk menjaga Nusantara.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022