Kota Surabaya, Jawa Timur, dinilai perlu menambah ruang terbuka biru dengan memanfaatkan lahan bekas tanah kas desa sebagai upaya penanganan banjir maupun genangan pada saat terjadi hujan deras.

"Surabaya memerlukan RTB (ruang terbuka biru) untuk menampung banjir. Terutama dari perumahan -perumahan, supaya limpahan air hujan dari perumahan tidak langsung masuk dan membebani saluran air di luar komplek," kata Anggota Komisi A DPRD Surabaya Josiah Michael di Surabaya, Kamis.

Diketahui RTB merupakan hamparan badan air mulai dari unit terkecil di pekarangan rumah seperti kolam, balong, atau empang hingga skala besar seperti embung, danau, waduk, aliran irigasi, drainase, kanal, dan sungai.

Selain perumahan, lanjut Josiah, di kampung-kampung juga sama dan bisa memanfaatkan lahan lahan bekas tanah kas desa (BTKD) untuk RTB. Tentunya untuk ukuran dan besarannya perlu kajian lebih dalam lagi. 

"Selama ini di Surabaya hanya berfokus ke daerah resapan area RTH (ruang terbuka hijau), tapi tidak fokus ke penampungannya," ujar dia.

Legislator Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini mengatakan, penanggulangan/pengendalian banjir di kota Surabaya perlu mekanisme yang lebih komplek, tidak bisa dilakukan secara parsial dan bukan hanya sekedar membuat gorong-gorong ataupun melakukan pengerukan semata. 

"Tapi juga perlu dilakukan pemetaan yang detail di setiap wilayah, mengingat kontur wilayah Surabaya yang beraneka ragam, sehingga memerlukan penanganan yang beragam pula," katanya.

Untuk itu, kata dia, tantangan Kota Surabaya dalam menangani banjir bukan hanya masalah daerah resapan, tetapi juga tingginya pemakaian air tanah dan permukaan air laut ketika pasang.

Selain itu, Josiah menilai Badan Penanggulangan Bencana (BPB) Kota Surabaya sementara ini juga belum dilibatkan secara optimal dalam penanganan banjir, padahal banjir juga merupakan sebuah bencana.

"Jadi ketika banjir para anggota BPB harus turun ke kantong-kantong banjir untuk membantu masyarakat dan memberikan bantuan penanggulangan banjir sementara," kata dia.

Tidak hanya itu, kata dia, sudah saatnya Pemkot Surabaya mengecek juga bangunan-bangunan tinggi di Surabaya, sesuai Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung.
 
"Setiap bangunan gedung berkewajiban untuk menampung air hujan sebelum menyalurkan ke drainase kota. Apakah drainase itu sudah berfungsi dengan benar apa tidak?. Kami berharap Surabaya bisa terbebas dari banjir maupun genangan," kata Josiah. 

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya Antiek Sugiharti sebelumnya mengatakan, sebanyak 18 lahan BTKD yang tersebar di berbagai titik di Surabaya saat ini ditanami sejumlah tanaman pangan.

"Kami memanfaatkan lahan BTKD untuk menyejahterakan warga sekaligus memperkuat ketahanan pangan di Kota Pahlawan. Kami mendampingi warga Surabaya untuk mengelola lahan BTKD yang ditanami tanaman pangan," kata Antiek.

Adapun 18 lahan BTKD itu adalah BTKD Jambangan, Kelurahan Sumber Rejo, Sambikerep, Lakarsantri, Kelurahan Jeruk RW 03, Persil 12 RW 13 Kelurahan Kebraon, Rusun Warugunung, Kecamatan Wonocolo, Tambak wedi, Bangkingan, Kutisari Indah Utara, Kutisari Indah Utara VIII Dekat Pasar, Pakal Jalan Kauman, Taman Balas Klumprik, Wonocolo 2, Medokan Asri, Wonocolo 3, Medayu Kosaghra Rungkut. (*)
 

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022