Komisi A Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Kota Surabaya meminta pemerintah kota setempat membentuk Satgas Agraria menyusul sengketa pertanahan masih sering ditemui di Kota Pahlawan, Jawa Timur.

"Sengketa terjadi antara masyarakat dengan masyarakat lain, dan masyarakat dengan perusahaan swasta/BUMN/BUMD dan banyak yang terbengkalai tanpa solusi," kata anggota Komisi A DPRD Surabaya Josiah Michael di Surabaya, Minggu.

Pada saat menggelar kegiatan reses di dua titik beberapa waktu lalu, Josiah mendapat keluhan warga terkait status tanahnya yang bersengketa dengan developer. Bahkan, di komisi A, Josiah juga banyak sekali menerima aduan dan melakukan rapat dengar pendapat dari warga mengenai sengketa tanah. 

Menurut dia, beragam kasus tanah di Surabaya ada yang puluhan tahun tidak terselesaikan sudah saatnya Pemkot Surabaya membantu warganya.  Ia menyebut sengketa terjadi karena bermacam sebab, mulai amburadulnya sistem pencatatan baik di Badan Pertanahan Nasional (BPN) maupun Pemkot Surabaya, klaim sepihak hingga penguasaan secara ilegal. 

"Bisa jadi sengketa pertanahan diduga terjadi karena ada campur tangan mafia tanah sehingga menimbulkan permasalahan dalam kepemilikan tanah di Surabaya," ujarnya. 

Josiah mengatakan, banyak persil milik warga yang lahannya dalam sengketa, baik dengan sesama perorangan, developer, BUMN hingga militer.  Terutama tanah yang sengketa dengan Negara, dalam hal ini BUMN maupun institusi Negara lainnya. 

"Masak negara melawan warganya sendiri. Sudah saatnya warga kota Surabaya bisa tidur nyenyak tanpa kepikiran lagi masalah status tanahnya yang gelap," katanya. 

Untuk itu, kata dia, pihaknya menyarankan Pemkot Surabaya membentuk Satgas Agraria yang terdiri dari dinas terkait maupun jajaran samping, kejaksaan, kehakiman, kepolisian dan BPN dengan tujuan mencari solusi atas permasalahan ini. 

Josiah mengatakan, masalah tanah ini krusial mengingat tanah adalah aset yang nilainya akan terus naik dan tempat tinggal merupakan kebutuhan utama manusia. 

Akibat adanya sengketa tanah ini, lanjut dia, masyarakat tidak bisa mendapat pelayanan yang sama seperti warga masyarakat lainnya. Ia mencontohkan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tidak bisa mendapat program rumah tidak layak huni (rutilahu) meskipun rumahnya dalam kondisi tidak baik bahkan hampir roboh. 

Selain itu, lanjut dia, Satgas ini juga dibentuk untuk mendukung Peraturan Menteri Agraria Nomor 21 tahun 2020 dan merapikan pencatatan dan pengadministrasian kepemilikan tanah di Kota Surabaya, serta mempunyai fungsi pencegahan sehingga dapat meminimalisir jumlah sengketa pertanahan dan gugatan PTUN.  

"Pemkot bersama dengan masyarakat harus terus memantau dan mengadvokasikan kepentingan masyarakat dan Kota Surabaya agar permasalahan tanah segera selesai dan tidak menjadi isu yang berlarut-larut," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022