Tersangka JE, pelaku pencabulan di sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Kota Batu, Jatim, kembali melakukan upaya hukum praperadilan atas penetapan tersangka setelah praperadilan yang diajukan sebelumnya tidak diterima oleh hakim Pengadilan Negeri Surabaya.

Dalam laman sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Surabaya yang dipantau pada Kamis, tercatat jika tersangka JE mendaftarkan praperadilan kembali atas penetapan tersangka tertanggal register 25 Januari 2022.

Jeffry Simatupang, kuasa hukum JE (Pendiri Sekolah SPI), mengatakan pihaknya menghormati putusan hakim tunggal Martin Ginting dalam sidang Praperadilan lawan Polda Jatim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Senin (24/1).

"Kami menghormati karena ada asas hukum yang mengatakan putusan pengadilan dianggap benar sampai ada putusan lain yang membatalkan putusan tersebut," kata Jeffry.

Dia menegaskan, antara putusan ditolak dengan tidak diterima memiliki perbedaan makna hukum.

Frasa tidak diterima dalam putusan praperadilan kemarin menurut Jeffry dinyatakan kekurangan syarat formil, dimana pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim yang mengembalikan berkas P-19 tidak diturut sertakan sebagai pihak dalam praperdilan.

Artinya, lanjut Jeffry, hakim belum memeriksa objek pokok dari prapradilan yang ia mohonkan, yakni terkait sah tidaknya penetapan tersangka berikut relevansi alat bukti.

Oleh karena itu, pihaknya masih dapat mengajukan praperadilan kembali.

"Maka dengan adanya putusan ini, ke depannya kalau akan mengajukan permohonan praperadilan lagi akan menarik kejaksaan sebagai turut termohon (praperadilan) dengan adanya putusan ini," kata dia.

Sedangkan untuk makna putusan "ditolak" berarti hakim telah memeriksa objek pokok dari materi praperdilan yang ia mohonkan, dan putusan semacam itu (ditolak) sudah tidak dapat lagi diajukan praperadilan ulang.

"Ketika hakim sudah menyatakan kurang pihak kami menghormati, karena sumber hukum seperti yang kemarin ahli katakan, salah satunya adalah putusan pengadilan," kata dia.

Sebelumnya, hakim tunggal Martin Ginting dalam amar putusan praperadilan JE lawan Polda Jatim  menyebutkan, oleh karena permohonan praperadilan itu kurang syarat formil maka hakim tidak memeriksa materi pokok perkara.

"Karena kejaksaan tidak diikutsertakan dalam permohonan praperadilan maka hakim tidak perlu melihat pokok perkara," kata hakim tunggal Martin Ginting, membacakan amar putusannya Senin (22/1)

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur harusnya dilibatkan dalam sidang praperadilan tersebut. Mengingat Kejati Jatim, juga bertanggungjawab atas pengembalian berkas P-19 JE 

"Pihak Kejati harus dilibatkan dalam perkara ini untuk menjelaskan perkara ini," lanjutnya.

Pihak JE mengajukan dua permohonan yakni penghentian proses penyidikan dan membatalkan status tersangka karena dalam perkara tersebut dianggap tidak memiliki bukti yang cukup.

Ginting melanjutkan Kejati Jatim mengembalikan berkas perkara ini dua kali.

"Penyidikan terhadap tersangka termohon tidak disertai bukti yang cukup," ujar Ginting mengutip dalil praperadilan yang diajukan oleh pihak JE.

Diketahui dalam perkara ini, JE yang merupakan pendiri Sekolah SPI melayangkan gugatan praperadilan kepada Polda Jatim untuk menentukan status hukumnya yang masih terkatung-katung.

JE ditetapkan tersangka oleh Penyidik Polda Jatim atas tuduhan pencabulan terhadap SDS, alumni sekaligus pegawai di yayasan Sekolah SPI Kota Batu.

Pada 16 September 2021, berkas pemeriksaan JE oleh penyidik dilimpahkan kepada Kejaksaan Tinggi Jatim. Akan tetapi, pada 23 September 2021, berkas dikembalikan lagi ke penyidik karena dinyatakan jaksa belum memenuhi pasal sangkaan.

Berkas kedua kembali diterima pihak kejaksaan untuk diteliti pada tanggal 3 Desember 2021, namun setelah diteliti kembali masih ditemukan sejumlah petunjuk yang belum dipenuhi oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jatim.

Berkas ke dua itu pun dikembalikan kepada penyidik atau di P-19 pada 17 Desember 2021.

Pewarta: Indra Setiawan

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022