Unit I Subdit III Jatanras Direktorat Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah Jawa Timur membongkar adanya kasus pengadaan alat kesehatan (alkes) fiktif senilai Rp30 miliar yang dilakukan wanita berinisial TNA (36) asal Kota Surabaya.
"Tersangka merupakan otak pelaku dalam kasus ini. Ia mengajak beberapa orang untuk ikut dalam investasi alkes fiktif ini," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Gatot Repli Handoko saat merilis kasus tersebut di Surabaya, Rabu.
Sementara itu, Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim AKBP Lintar Mahargono menambahkan, modus yang digunakan tersangka adalah menawarkan keuntungan sebesar Rp40 persen terhitung 12 sampai 17 hari setelah pemodal mentransfer sejumlah uang padanya.
Untuk meyakinkan para korbannya, tersangka juga merekrut beberapa agen yang bertugas mencari mangsa.
Selain itu, ia juga membekali para agen itu dengan surat perintah kerja (SPK proyek) yang didapatnya dari sejumlah rumah sakit.
"Dia mengambil contoh-contoh paket alkes di google, kemudian dia juga mencetak SPK fiktif yang diklaim dari sejumlah rumah sakit di luar jawa, untuk meyakinkan korbannya," ujarnya.
Ia menyebut, dari enam laporan polisi yang diterimanya, total kerugian yang diderita korbannya sebanyak Rp30 miliar. Angka kerugian dan jumlah korban, disebutnya mungkin bisa bertambah mengingat tersangka sudah melancarkan aksinya sejak 2020 lalu.
"Sebagian besar Alkes yang ditawarkan adalah untuk keperluan COVID-19. Jadi ia meyakinkan korbannya jika Alkes itu pasti laku dipasaran," katanya.
Atas kasus ini, tersangka pun dijerat dengan pasal 378 KUHP tentang penipuan dan pasal 3, 4, 5, 6 jo pasal 10 Undang-Undang no 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
"Tersangka merupakan otak pelaku dalam kasus ini. Ia mengajak beberapa orang untuk ikut dalam investasi alkes fiktif ini," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Gatot Repli Handoko saat merilis kasus tersebut di Surabaya, Rabu.
Sementara itu, Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim AKBP Lintar Mahargono menambahkan, modus yang digunakan tersangka adalah menawarkan keuntungan sebesar Rp40 persen terhitung 12 sampai 17 hari setelah pemodal mentransfer sejumlah uang padanya.
Untuk meyakinkan para korbannya, tersangka juga merekrut beberapa agen yang bertugas mencari mangsa.
Selain itu, ia juga membekali para agen itu dengan surat perintah kerja (SPK proyek) yang didapatnya dari sejumlah rumah sakit.
"Dia mengambil contoh-contoh paket alkes di google, kemudian dia juga mencetak SPK fiktif yang diklaim dari sejumlah rumah sakit di luar jawa, untuk meyakinkan korbannya," ujarnya.
Ia menyebut, dari enam laporan polisi yang diterimanya, total kerugian yang diderita korbannya sebanyak Rp30 miliar. Angka kerugian dan jumlah korban, disebutnya mungkin bisa bertambah mengingat tersangka sudah melancarkan aksinya sejak 2020 lalu.
"Sebagian besar Alkes yang ditawarkan adalah untuk keperluan COVID-19. Jadi ia meyakinkan korbannya jika Alkes itu pasti laku dipasaran," katanya.
Atas kasus ini, tersangka pun dijerat dengan pasal 378 KUHP tentang penipuan dan pasal 3, 4, 5, 6 jo pasal 10 Undang-Undang no 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022