Komisi B DPRD Kota Surabaya menilai pimpinan Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) Kebun Binatang Surabaya (KBS) kurang terbuka atau terkesan menutupi kabar kabar kematian anak gajah bernama Dumbo.
"Pada prinsipnya apabila ada satwa yang menjadi ikon itu mati segera disampaikan ke publik. Tapi kematian Dumbo beberapa waktu lalu itu kurang terbuka," kata Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya Anas Karno saat rapat dengar pendapat dengan manajemen PDTS KBS di ruang komisi B DPRD Surabaya, Senin.
Ia mengatakan pimpinan KBS kurang terbuka soal kematian anak gajah. Mestinya, lanjut dia, Dirut KBS Khoirul Anwar harus menyampaikan kepada publik dan melaporkan ke pihak terkait, setelah anak gajah dinyatakan mati.
"Bukan menunggu hasil pemeriksaan dari laboratorium baru menyampaikan ke publik. Itu sudah telat," katanya.
Selain KBS, lanjut dia, pada waktu yang bersamaan tepatnya pada November 2021, ternyata juga ada orang utan yang mati, nanun tidak disampaikan ke publik.
"Harusnya direksi KBS terbuka dan tanggung jawab penuh pengelolaan KBS Surabaya," kata Anas Karno.
Sementara itu, Direktur PDTS KBS Khoirul Anwar mengatakan pihaknya sudah berkomunikasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah II Jawa Timur soal kematian anak gajah dan orangutan
Bahkan, laporan tidak ada yang terlambat dan pihaknya juga membantah menutupi kematian anak gajah Dumbo.
"Tidak ada yang telat dan tidak ada yang tutupi," katanya.
Selain itu, soal makanan satwa dirasa sudah sehat bahkan kandang bagus dan bersih, hal itu terbukti dari hasil laboratorium.
"Buktinya hasil dari laboratorium kan sudah jelas penyebabnya adalah virus jadi tidak ada hal hal yang sifatnya keteledoran," katanya.
Terkait pelaporan, ia menjelaskan, sudah diaudit oleh BKSDA dan hasilnya sudah sesuai standar, baik itu sebelum dan sesudah anak gajah mati.
Di tempat sama, Kabid KSDA Wilayah II BKSDA Jawa Timur Wiwied Widodo mengatakan, menjadi suatu kewajiban lembaga konservasi menjalankan standar operasional prosedur (SOP), khususnya pelaporan terhadap perkembangan satwa KBS.
"Misalnya, contoh hasil lab sudah ada artinya kematian gajah Dumbo di KBS hasilnya positif adalah EEHV penyakit herpes," kata Wiwied.
Hal itu, katanya, sangat rentan mematikan terhadap usia mulai bayi sampai kurang lebih 10 tahun dan itu sudah dilakukan penanganan sangat detail. "Artinya gajah gajah yang lain juga rentan terhadap penyakit itu," katanya.
Bahkan, katanya, sudah dilakukan isolasi dan terlihat dalam kurun waktu satu tahun ke depan tidak ada perpindahan maupun pergeseran gajah.
"Termasuk keeper-nya karena kami akan awasi supaya tidak ada potensi penularan lebih lanjut," demikian Wiwied Widodo.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
"Pada prinsipnya apabila ada satwa yang menjadi ikon itu mati segera disampaikan ke publik. Tapi kematian Dumbo beberapa waktu lalu itu kurang terbuka," kata Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya Anas Karno saat rapat dengar pendapat dengan manajemen PDTS KBS di ruang komisi B DPRD Surabaya, Senin.
Ia mengatakan pimpinan KBS kurang terbuka soal kematian anak gajah. Mestinya, lanjut dia, Dirut KBS Khoirul Anwar harus menyampaikan kepada publik dan melaporkan ke pihak terkait, setelah anak gajah dinyatakan mati.
"Bukan menunggu hasil pemeriksaan dari laboratorium baru menyampaikan ke publik. Itu sudah telat," katanya.
Selain KBS, lanjut dia, pada waktu yang bersamaan tepatnya pada November 2021, ternyata juga ada orang utan yang mati, nanun tidak disampaikan ke publik.
"Harusnya direksi KBS terbuka dan tanggung jawab penuh pengelolaan KBS Surabaya," kata Anas Karno.
Sementara itu, Direktur PDTS KBS Khoirul Anwar mengatakan pihaknya sudah berkomunikasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah II Jawa Timur soal kematian anak gajah dan orangutan
Bahkan, laporan tidak ada yang terlambat dan pihaknya juga membantah menutupi kematian anak gajah Dumbo.
"Tidak ada yang telat dan tidak ada yang tutupi," katanya.
Selain itu, soal makanan satwa dirasa sudah sehat bahkan kandang bagus dan bersih, hal itu terbukti dari hasil laboratorium.
"Buktinya hasil dari laboratorium kan sudah jelas penyebabnya adalah virus jadi tidak ada hal hal yang sifatnya keteledoran," katanya.
Terkait pelaporan, ia menjelaskan, sudah diaudit oleh BKSDA dan hasilnya sudah sesuai standar, baik itu sebelum dan sesudah anak gajah mati.
Di tempat sama, Kabid KSDA Wilayah II BKSDA Jawa Timur Wiwied Widodo mengatakan, menjadi suatu kewajiban lembaga konservasi menjalankan standar operasional prosedur (SOP), khususnya pelaporan terhadap perkembangan satwa KBS.
"Misalnya, contoh hasil lab sudah ada artinya kematian gajah Dumbo di KBS hasilnya positif adalah EEHV penyakit herpes," kata Wiwied.
Hal itu, katanya, sangat rentan mematikan terhadap usia mulai bayi sampai kurang lebih 10 tahun dan itu sudah dilakukan penanganan sangat detail. "Artinya gajah gajah yang lain juga rentan terhadap penyakit itu," katanya.
Bahkan, katanya, sudah dilakukan isolasi dan terlihat dalam kurun waktu satu tahun ke depan tidak ada perpindahan maupun pergeseran gajah.
"Termasuk keeper-nya karena kami akan awasi supaya tidak ada potensi penularan lebih lanjut," demikian Wiwied Widodo.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021