Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta pemerintah daerah kabupaten/kota di sepanjang selatan Jawa Timur memperkuat mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami.
"Selama kurun lima tahun terakhir Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat aktivitas kegempaan di wilayah tersebut mengalami peningkatan," kata Khofifah saat mengunjungi wilayah terdampak gempa di Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember, Sabtu.
Berdasarkan catatan BMKG, sepanjang tahun 2013-2015, jumlah gempa bumi di Jawa Timur dengan beragam magnitudo terjadi kurang dari 230 kali per tahun, namun pada 2016 hingga 2020, jumlah gempa bumi dengan beragam magnitudo meningkat menjadi lebih dari 450 kali setahun, dengan frekuensi tertinggi 655 kali yaitu pada 2016.
"Kepada kepala daerah mohon untuk segera melakukan audit kelayakan konstruksi bangunan dan infrastruktur, penyiapan jalur dan sarana prasarana evakuasi yang layak dan memadai," tuturnya.
Ia menjelaskan, penguatan dalam hal mitigasi tersebut harus dilakukan untuk meminimalisir dampak yang terjadi jika sewaktu-waktu gempa bumi dan tsunami menghantam selatan Jatim.
Menurutnya pemda harus segera membuat rencana aksi dengan berbagai skenario, dari yang ringan hingga antisipasi terburuk mencakup jalur evakuasi, proses evakuasi dan pola penanganan pengungsi jika bencana terjadi.
Selain mitigasi, lanjut dia, perlu juga penguatan dalam hal literasi bencana masyarakat, sehingga tidak gagap dan bingung serta tahu harus berbuat apa saat bencana terjadi.
"Masyarakat itu harus mengerti kalau memang suatu daerah berpotensi untuk tsunami, gempa sebenarnya sudah menjadi early warning system (EWS), sehingga sosialisasi tentang mitigasi bencana harus ditingkatkan karena masyarakat harus bisa melakukan evakuasi mandiri," katanya.
Kalau mengikuti ritme dan menunggu relawan datang, lanjut dia, kemungkinan jarak dari gempa ke tsunami biasanya hanya 20 menit saja, sehingga tidak akan terjangkau oleh relawan.
Khofifah juga menyempatkan diri berbincang dengan warga setempat yang rumahnya mengalami kerusakan, salah satunya yaitu Sairi dimana sebagian rumahnya ambruk dengan atap yang hancur.
Dalam kesempatan tersebut, mantan Menteri Sosial itu memastikan bahwa perbaikan rumah dan fasilitas umum yang terdampak gempa akan dilakukan sesegera mungkin.
"Untuk data total perbaikan pada rumah rusak berat, rusak sedang akan dikoordinasikan lebih lanjut untuk dapat di-cover BNPB, ataupun bisa dari BPBD kabupaten dan BPBD provinsi," katanya.
Khofifah juga memberikan bantuan pada Pemkab Jember untuk mereka yang terdampak berupa dana sebesar Rp500 juta, kemudian bantuan berupa 40 selimut, 200 paket sembako, 10 lembar terpal, 30 dus mie instan, 30 dus air mineral, dan 25 paket sandang.
Dalam meninjau wilayah terdampak gempa dan dilanjutkan ke Pantai Watu Ulo, Gubernur Jatim didampingi Kepala Pusat Seismologi Teknik BMKG Rakhmat Triyono, Bupati Jember Hendy Siswanto, Dandim 0824 Jember Letkol Inf Laode Muhammad Nurdin, dan Kapolres Jember AKBP Arif Rahman Arifin, dan Kepala Bakorwil Wilayah V Jember.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
"Selama kurun lima tahun terakhir Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat aktivitas kegempaan di wilayah tersebut mengalami peningkatan," kata Khofifah saat mengunjungi wilayah terdampak gempa di Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember, Sabtu.
Berdasarkan catatan BMKG, sepanjang tahun 2013-2015, jumlah gempa bumi di Jawa Timur dengan beragam magnitudo terjadi kurang dari 230 kali per tahun, namun pada 2016 hingga 2020, jumlah gempa bumi dengan beragam magnitudo meningkat menjadi lebih dari 450 kali setahun, dengan frekuensi tertinggi 655 kali yaitu pada 2016.
"Kepada kepala daerah mohon untuk segera melakukan audit kelayakan konstruksi bangunan dan infrastruktur, penyiapan jalur dan sarana prasarana evakuasi yang layak dan memadai," tuturnya.
Ia menjelaskan, penguatan dalam hal mitigasi tersebut harus dilakukan untuk meminimalisir dampak yang terjadi jika sewaktu-waktu gempa bumi dan tsunami menghantam selatan Jatim.
Menurutnya pemda harus segera membuat rencana aksi dengan berbagai skenario, dari yang ringan hingga antisipasi terburuk mencakup jalur evakuasi, proses evakuasi dan pola penanganan pengungsi jika bencana terjadi.
Selain mitigasi, lanjut dia, perlu juga penguatan dalam hal literasi bencana masyarakat, sehingga tidak gagap dan bingung serta tahu harus berbuat apa saat bencana terjadi.
"Masyarakat itu harus mengerti kalau memang suatu daerah berpotensi untuk tsunami, gempa sebenarnya sudah menjadi early warning system (EWS), sehingga sosialisasi tentang mitigasi bencana harus ditingkatkan karena masyarakat harus bisa melakukan evakuasi mandiri," katanya.
Kalau mengikuti ritme dan menunggu relawan datang, lanjut dia, kemungkinan jarak dari gempa ke tsunami biasanya hanya 20 menit saja, sehingga tidak akan terjangkau oleh relawan.
Khofifah juga menyempatkan diri berbincang dengan warga setempat yang rumahnya mengalami kerusakan, salah satunya yaitu Sairi dimana sebagian rumahnya ambruk dengan atap yang hancur.
Dalam kesempatan tersebut, mantan Menteri Sosial itu memastikan bahwa perbaikan rumah dan fasilitas umum yang terdampak gempa akan dilakukan sesegera mungkin.
"Untuk data total perbaikan pada rumah rusak berat, rusak sedang akan dikoordinasikan lebih lanjut untuk dapat di-cover BNPB, ataupun bisa dari BPBD kabupaten dan BPBD provinsi," katanya.
Khofifah juga memberikan bantuan pada Pemkab Jember untuk mereka yang terdampak berupa dana sebesar Rp500 juta, kemudian bantuan berupa 40 selimut, 200 paket sembako, 10 lembar terpal, 30 dus mie instan, 30 dus air mineral, dan 25 paket sandang.
Dalam meninjau wilayah terdampak gempa dan dilanjutkan ke Pantai Watu Ulo, Gubernur Jatim didampingi Kepala Pusat Seismologi Teknik BMKG Rakhmat Triyono, Bupati Jember Hendy Siswanto, Dandim 0824 Jember Letkol Inf Laode Muhammad Nurdin, dan Kapolres Jember AKBP Arif Rahman Arifin, dan Kepala Bakorwil Wilayah V Jember.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021